Quinn menjerit, memeluk Finn begitu erat, sementara Maxim terbata-bata menyerukan mantra perisai. Ketika perisai tembaga itu keluar, Maxim menutupi sepupu-sepupunya agar muat di dalam perisai yang sebenanrya tidak terlalu besar itu.
“Sabar, Paman kami bisa jelaskan!”
“Kami hanya ingin membantu agar suasana menjadi lebih romantis!” Lucas tergagap menambahkan.
Elias masih mendekat dengan wajah marah, serta api yang menjilat-jilat. Ia tidak mendengarkan rengekan anak-anak, dan malah mengangkat kedua tangan, membuat gumpalan api sebesar bola sepak pada masing-masing tangan.
“Jangan sakiti kami!” jerit Finn dan Quinn sambil berpelukan.
Alih-alih melempar bola api kepada anak-anak, pria itu melempar api ke atap rumahnya yang seketika hancur meninggalkan lubang cukup besar dan berasap. Elias melompat keluar dari rumah melalui lubang itu, menyisakan keheningan janggal.
Anak-anak saling pandang, masing-masing melempar tatapan menyalahkan. Mereka bangkit menghampiri lubang di atap dan mendongak, sang paman langsung melesat dibalik lubang yang masih menampakkan percikan bara api di pinggirannya itu.
“Aku tidak tahu Paman bisa terbang,” ceplos Finn begitu saja.
“Itu namanya lompat jauh, Phoenix!” Quinn membetulkan.
“Cepat,Teman-teman, kita harus menyusul Paman sebelum dia membuat kekacauan di seluruh kota!”
Lucas mengguncang bahu Maxim. “Menyusul ke mana? Kau pikir Goldwind cuma sepetak tanah perkebunan? Ini wilayah yang sangat luas, tahu!”
Anak itu menahan kepala sepupunya, lantas memaksa kepala itu mendongak ke atas sekali lagi. Kali ini ke arah sebuah asap hitam panjang yang terukir di langit. Sontak saja Lucas ber-oh panjang.
“Itu sebabnya aku selalu menjadi pemimpin!”
Maxim mengomando sepupu-sepupunya meninggalkan rumah. Keempat anak itu berlari mengikuti asap hitam panjang, saking panjang asap itu sampai tidak terlihat di mana ujungnya. Suasana kota benar-benar kacau sepanjang jalan yang mereka lalui.
Pohon-pohon terbakar, kios-kios hangus dikerumuni banyak orang menjerit-jerit, rumah-rumah penduduk atapnya berkobar api, bahkan ada seorang pria berlari sambil berteriak panik karena bagian belakang celananya terbakar.
“Lihat apa yang sudah paman lakukan!” seru Lucas risau.
Maxim balas menatap anak itu kesal. “Ini semua tidak akan terjadi kalau kita hanya mengintip tanpa melakukan hal-hal konyol yang membuat pacar Paman marah!”
Lucas menundukkan kepala terlihat menyesal. Kalau mau jujur Maxim tidak sepenuhnya marah kepada Lucas, ia justru marah pada diri sendiri yang sangat mudah termakan rayuan. Sebagai yang paling tua harusnya ia yang paling berkuasa. Namun, Maxim tidak pernah cukup tegas menolak permintaan sepupu-sepupunya, efek bujuk rayu mereka lebih mematikan daripada abu vulkanik gunung Pandora, dan mereka selalu bisa merobohkan dinding pertahanan terkuatnya. Itu juga menjadi salah satu kelemahan Maxim.
“Menurutku kita harus berpencar menemui pacar Paman supaya bisa menjelaskan kepadanya juga,” saran Quinn.
“Ide yang bagus, Quinn!” Wajah Maxim semringah seketika. “Kalau begitu Finn dan Quinn kalian pergilah cari pacar paman, biar aku dan Lucas yang mengurus paman.”
Si kembar mengangguk, lantas segera mengganti arah berlari. Padahal Maxim dan Lucas saling tatap sambil menggigit bibir, menjadikan si kembar sebagai satu tim tidak pernah menjadi ide bagus. Namun, melihat kekacauan yang sudah terjadi di Goldwind, mustahil rasanya Finn dan Quinn membuat situasi semakin buruk.
“Kita yakin mau mencari pacar Paman Elias?” Finn bertanya kepada kembarannya.
“Tentu saja, memang kenapa?”
“Kau tidak ingat bagaimana dia mengubah teras rumah paman menjadi batu cadas? Dia pasti keturunan Gorgon, dan bukankah kita seharusnya khawatir kalau Paman menikahi Gorgon?”
Quinn termangu, berpikir sejenak. “Menurutku dia cuma keturunan jauh. Seorang Gorgon tidak mungkin bisa mengendalikan tatapan mematikannya. Ketika matanya bersinar, apa pun yang ia tatap berubah menjadi batu, tapi Frigia tidak, dia seperti sudah biasa mengendalikan kekuatannya.”
Finn hanya menganggukk-angguk, jadi Quinn menambahkan. “Itu pasti karena Frigia sangat mencintai paman, makanya dia bisa mengendalikan tatapan gorgonnya. Mereka sungguh pasangan yang saling mencintai.”
“Baiklah, Quinzel, kau menjijikkan saat membicarakan hal seperti itu. Sekarang yang terpenting kita harus menemukan Frigia agar berbaikan dengan Paman!”
“Paman berbaikan dengan pacarnya berarti dengan kita juga, ‘kan?”
Finn mengangguk. “Hanya satu masalahnya ....” Bocah itu kembali bicara, Quinn menoleh menunggu kelanjutan, “Kita tidak tahu di mana rumah pacar paman!”
“Mungkin dia belum pergi terlalu jauh, kita hanya perlu menyusulnya!”
“Kalau begitu kita harus lebih cepat.”
Finn melompat sambil berputar sehingga menimbulkan tornado kecil yang langsung mengangkat tubuhnya dari tanah. Ia mengendalikan tornado kecil itu ke arah Quinn lalu mengangkatnya. Saat gadis itu balas menatap, Finn membuat senyum angkuh sambil menaikan sebelah alis.
“Dasar, tukang pamer!”
***
Asap yang Maxim dan Lucas ikuti semakin lama semakin menipis, dan akhirnya menghilang di luas cakrawala. Kebetulan kedua anak itu berhenti persis di depan sebuah kedai sederhana berukuran cukup besar. Kedai itu dipenuhi penduduk kota yang kebanyakan berprofesi sebagai pandai besi atau tukang kayu.
Terlihat dari otot-otot mereka yang kekar, serta luka-luka bakar juga serpihan kayu di sekitaran wajah. Papan besar bertuliskan “KEDAI KELEDAI” terpampang jelas di atapnya. Segera saja Maxim dan Lucas menghampiri beberapa orang yang sedang bermain kartu di serambi, mustahil jika mereka tidak melihat paman Elias lewat.