RS. Medika Citra Putra
Seorang psikiater muda berparas menawan, sedang asik membolak-balik data calon pasiennya. Ia mengamati satu demi satu informasi yang dibacanya. Begitu rumit kasus yang akan dia terima, karena mengingat ini adalah kali pertama ia mendapat kasus seperti ini. Meski masih dalam pengawasan dokter seniornya, tetap saja ia akan menjadi dokter utama.
“Bagaimana calon pasien mu?” tanya dokter senior itu padanya.
“Hm, cukup rumit. Tapi aku akan berusaha mengatasinya.” Ucap pria itu yakin.
“Baiklah. Besok aku akan menyuruh keluarganya mengatar dia kesini. Kau, bersiaplah.” Kata dokter senior itu.
“Ok.” Balas dokter muda itu singkat tanpa mengalihkan pandanganya dari catatan calon pasien itu.
##
Seperti yang mereka sepakati kemarin, kini dokter muda itu tengah bersiap menyambut calon pasiennya. Tentu saja masih ditemani oleh dokter senior itu. 10 menit mereka menunggu akhirnya calon pasiennya itu tiba. Mereka berdua sedikit terpana melihat calon pasiennya. Karena ia memiliki paras yang sangat manis, dan tidak menunjukan tampang orang yang sedang sakit.
“Selamat pagi dokter.” Sapa wanita berumur sekitar 40 tahunan itu.
“Ia. Selamat Pagi. Saya Rizal dokter yang akan mendampingi sesi konseling anak ibu. Dan ini Reynan, dokter utama untuk anak ibu.” Jelas dokter senior itu yang biasa di panggil Rizal sambil menyodorkan tangannya untuk bersalaman.
“Saya Reynan.” Ucap dokter muda itu sambil bersalaman dengan wanita tadi.
“Ah, Saya Tania, tante dari anak ini.” Ucap wanita itu memperkenalkan diri.
“Dan ini pasti Kanaya kan?” tanya Dokter Rizal lembut sambil memberikan tangannya di hadapan calon pasien mereka itu.
Merasa asing dengan dua orang yang dihadapannya, Kanaya membuang muka dengan wajah datar tak membalas sapaan dokternya itu.
“Hm, sepertinya Kanaya masih malu ya. Mari kita duduk.” Ajak Reynan dan Kanaya hanya menurut saja.
“Sebaiknya kami meninggalkan kalian berdua untuk konsultasi. Mari Bu, kita ke ruangan saya. Ada yang harus kami jelaskan.” Ucap Rizal lalu meninggalkan ruangan itu dengan tantenya Kanaya.
Kini ruangan itu hanya mereka berdua, Reynan dan Kanaya. Wajah Kanaya terlihat sangat tidak nyaman berada di ruangan itu. Sedari tadi tanganya asik bermain dengan ujung bajunya.
“Hai Kanaya. Kita belum berkenalan.” Ucap Reynan memecahkan kehiningan.