Tepat tengah malam, tiba-tiba saja badan Naya mengigil. Suhu badannya tinggi dan wajahnya sangat pucat. Berulang kali ia memanggil nama Kevin dalam tidurnya. Tubuhnya bergerak gelisah, nafasnya juga mulai tidak teratur.
“Nay kenapa kamu mengajak Kevin pergi bersamamu? Kau lihat sekarang, anaku telah pergi! Pergi selamanya Nay!” teriak seorang wanita yang berumur 30an itu.
“Naya minta maaf tante.” Ucap Naya yang kala itu berumur 8 tahun.
“Maafmu gak akan mengembalikan Kevin pada tante Nay!”
“Maafin Naya. Maafin Naya.” Ia berucap sambil menundukan kepalanya.
“Naya yang udah ngebunuh Kevin. Kevin pergi karena Naya. Ia karena Naya.” Gadis kecil itu terus mengatakan berulang-ulang.
“Naya jahat, Naya jahat, Naya jahat.”
“Maafin Naya Vin, maafin Naya.”
“Naya anak nakal, Naya jahat. Maafin Naya. Hiks hiks.” Gadis kecil itu lagi-lagi menangis.
“Dasar pembunuh. Naya pembunuh” ejek teman-teman sekolah Naya kala itu.
“Maafin Naya Vin, maaf, Vin Maaf.” Pria kecil itu masih terus saja berlari meninggalkan Naya. Naya terus mengejarnya sampai akhirnya mereka berada di tengah jalan Raya. Saat itu dari arah kana nada mobil yang melaju dengan cepat dan….
BRUAK!!
“KKEEVVIINN!!!”
“Hiks, hiks, maafkan aku Vin. Maaf, maaf.”
Tok Tok terdengar suara ketukan keras di pintu kamar Naya.
“Nay, kamu kenapa? Buka pintunya!” pinta pria dari balik pintu itu. Namun Naya masih menangis sambil tertunduk, kepalanya terbenam di kedua kakinya yang terlipat. Tangisnya semakin keras.
“Nay, buka pintunya!” namun lagi-lagi Naya tak membuka pintunya masih menangis.
Tak dapat ditahan lagi, akhirnya pria itu membuka pintu kamar Naya dengan kunci cadangan yang ada. Ia terkejut melihat Naya yang menangis di tempat tidurnya.
Mendekat, pria itu mencoba menenangkannya. Namunnya wajah panik tergambar jelas di wajahnya, tubuh Naya sangat panas.
Mendengar keributan itu Alin dan juga Bu Rahmi mendekat ke kamar Naya. “Kenapa Rey?”
“Naya badannya panas kak. Kita harus bawa dia ke rumah sakit!” Kevin terlihat sangat khawatir. Badan Naya semakin bergetar hebat, tangisnya semakin keras. Alin bergegas menyiapkan mobil untuk ke rumah sakit.
Setelah beberapa menit, mereka telah sampai ke rumah sakit. Keadaan Naya belum juga membaik, masih menangis dan tak bisa di ajak bicara.
Naya di periksa oleh dokter yang sedang bertugas di UGD. Ia di beri infus dan beberapa obat untuk menenangkan Naya.
“Dia pasienmu?” tanya dokter yang memeriksa tadi. Reynan hanya berdehem menjawab pertanyaannya.