Duduk di sebelah jendela menyaksikan hujan di luar. Jalanan nampak lumayan sepi, seolah-olah para pengendara kompak berteduh tanpa aba-aba.
Baru kali ini Nicky sadar akan hal itu. Jalanan Jakarta bisa lumayan sepi karena hujan. Ia sedikit menyesal karena harus pergi keluar, berakhir di café menunggu Muza. Muza berniat meminjam gitar milik kakaknya Nicky yang kebetulan dititipkan pada Nicky. Warnanya pink. Terbungkus tas gitar, bersandar pada kaca.
"Hhhh . . ." hela napas Nicky.
Café tersebut juga sepi. Lagu yang diputar tak menambah suasana menjadi riang atau menaikan mood. Yang ada mendukung mood menggalau. Nicky yakin orang akan semakin galau berada di tempat ini. Beruntung Nicky tidak ada yang ia galaukan kecuali perutnya yang lapar.
Perjanjian meminjam ini disepakati Nicky bila Muza menjajakannya makanan. Telah lama Nicky menahan lapar menunggu Muza. Sesekali Nicky mengelus perutnya, menenangkan perutnya agar tak mengeluarkan suara yang akan membuatnya malu bila terdengar orang lain.
Suara lonceng berbunyi. Itu artinya pelanggan baru masuk ke dalam. Dari tempat duduk Nicky, Muza yang ia tangkap. Jaket abu-abu Muza jelas terbasahi hujan pada di bagian pundak dan punggung. Sebelum Muza menghampiri Nicky, ia memesan makanan dan minuman.
Muza melepas jaketnya. Meletakan di kursi sebelahnya. Jemarinya mengacak poninya yang basa, entah mengapa Muza tetap tampan dengan keadaan kuyuh. Nicky jadi tidak tega memarahi Muza atas apa yang telah terjadi.
"Apa nggak ada payung?" heran Nicky.
"Nggak bawa payung, nggak sempet juga takut kamu nunggu lama, Nick. Sorry telat, tadi macet." Muza masih sibuk mengacak poninya.
"Tapi di daerah sini sepi."
"4 tikungan dari sini macet."
Pelayan pun menghidangkan tiga kue, satunya untuk Muza dan dua untuk Nicky. Tak lupa ditemani minuman hangat, coklat panas kesukaan Nicky. Ketika makanan dan minuman tersebut mendarat di meja langsung saja Nicky menyambar, mengikis satu persatu dinding kue tersebut.
Muza pun duduk di sebelah Nicky. Mengeluarkan gitar dari tasnya. Semburan tawa yang tertahan pun meledak setelah Muza mengetahui warna gitar milik Nicky berwarna pink. Betapa panasarannya Muza ingin melihat dirinya di depan kaca sambil memangku gitar pink itu.
"Pink warna kesukaan nih, kkkkkk." celetuk Muza.
"Terus kamu manggung pakak jas pink, celana pink, mantap banget deh." timpal Nicky menambah tawa Muza.
"Suka lagu apa?" Muza mulai memetik senar gitar acak namun bermelodi.
"Jangan deh, mood-nya lagi adem gini, entar aku jadi tambah ngantuk." Nicky menoleh ke arah Muza, "Lihat nih mataku, merah kecapean nahan ngantuk."
"Oke, makasih ya sudah minjamin gitar, besok habis pulang sekolah langsung aku kembaliin."
"Gapapa, lagian nggak ada yang mainin itu gitar."