"Nick" panggil Muza.
"Muza?" Nicky menghampiri Muza.
Entah sejak kapan Muza menunggu Nicky di tepi jalan. Memberitau melalui pesan pun tidak. Tiba-tiba sedia di tepi jalan dengan scoopy pink miliknya.
Senyuman Muza itu membuat Nicky kagum. Senyuman yang selalu hidup dua puluh empat jam. Hidup Muza dianggap tak mempunyai beban karena senyuman itu.
"Ayo berangkat," ajak Muza.
Biiipp! Suara montor Yunos mengejutkan mereka.
"Nick, ayo, naik motorku,"
"Eh, gua duluan yang datang," protes Muza sambil menoleh ke arah Yunos.
"Kalian duluan aja, aku bisa naik busway," sahut Nicky.
"Katanya gak bakal ninggalin," tagih Yunos.
Mengingat kata itu yang kemarin malam ia ucapan. Yunos pasti tertekan dengan masalah yang belum Nicky ketahui itu. Nicky memilih Yunos, kakinya berjalan menghampiri Yunos. Tangan Muza menahan lengan Nicky.
Mencegah Nicky. Muza tidak punya kesempatan lebih dibandingkan dengan Yunos.
"Yunos kagak punya SIM, Nick, mending sama aku aja udah punya SIM." desak Muza.
Cepat-cepat Muza mengeluarkan dompetnya. Ia buka dompetnya dan dengan bangga memamerkan SIM yang baru saja ia dapatkan.
Nicky melirik Yunos lalu ke Muza. Perlahan melepaskan tangan Muza yang menahan lengannya. Berdiri di antara montor Yunos dan Muza. Merasakan ada hal aneh yang terjadi diantara mereka.
"Kalian taruhan ya?" tuduh Nicky.