Hangat. Shannon merasakan sesuatu yang hangat digenggamannya. Entah apa itu, Shannon belum membuka matanya. Gerak alisnya memperkuat genggaman seseorang di telapak tangannya.
Suara samar itu membuat Shannon penasaran. Tiba-tiba cahaya menerangi lensanya kemudian petikan suara dua di telingannya mengganggu. Pusing.
Apalagi ketika bayangan di depan menuntutnya menebak bayangan apa itu. Entah, Shannon sendiri kurang yakin mengapa ia mengangguk-ngangguk. Mengiyakan bayangan di depannya.
Bayangan di depanya bertambah. Disampingnya pula sebuah bayangan mengusap kepalanya. Airmatanya menetes setelah Shannon mengetahui bayangan tersebut adalah ibunya.
Shannon terpukul mengetahui dirinya membuat orangtuanya panik.
Ingin sekali Shannon menyapa orangtuannya. Namun lidahnya kelu. Mengetahui gerak bibir Shannon bergetar sang ibu memberitahu pada Shannon supaya menahan ucapannya.
Shannon hanya dapat kembali beristirahat. Tak ada yang bisa ia lakukan selain menyalahkan dirinya sendiri.
~
Keesokan harinya Shannon pertama kalinya setelah tak sadarkan diri selama 2 hari, mengecap makanan. Sang ayah menyuapi Shannon sedangkan sang ibu mengupas buah apel untuk Shannon.
Kedua orangtuanya memasang wajah ceria. Mereka takut ekspresi cemas mereka memberi tekanan pada Shannon.
Akan tetapi Shannon mengetahui yang orangtuanya ketahui tentang dirinya. Sandiwara orangtuanya tentu saja menekan batinnya, menyesak napasnya. Betapa kasihan orangtuannya memiliki anak seperti dirinya yang selalu membuat susah dan masalah.
Airmata Shannon menetes kembali. Hati sang ayah pun tersayat-sayat seraya menyeka airmata anaknya.
"Sudah Shannon, ayah dan ibu tidak apa-apa. Berhenti menangis, ya," pinta sang ayah yang sedang mengusap airmata Shannon.
Sang ibu berusaha keras tak meneteskan airmata hingga kedua matanya memerah.
Potongan apel ia letakan di atas meja makan Shannon.
"Sayang, makan apelnya, hsk, ibu sudah selesai memotongnya," suara sang ibu terdengar bergetar.
"Sudah nangisnya, Nicky perjalaan ke sini lho, apa kamu nggak malu dilihatin temen kamu," ujar sang ibu yang mengalihkan nampan ke meja di sebelahnya.
Dari mata Shannon sang ayah membaca pikiran Shannon. Bahwa Shannon hendak mengungkapkan sesuatu yang penting. Alasan mengapa Shannon bertindak bodoh, memakan banyak obat hingga membawa dirinya ke rumah sakit.
Dengan lembut sang ayah mengusap kening Shannon.
"Ibu dan ayah sudah tau nak, tetapi bunuh diri bukan jawabannya. Selagi kamu punya ibu dan ayah, kamu tak usah takut apalagi cemas. Kita hadapi bersama, okey,"