Rambut Kevin berguguran di lantai. Kevin yang di tengah pun menjadi tumbal. Yuri dan Haruka tidak lagi berjambakan. Sekarang menjambak rambut Kevin, alih-alih berpegang pada kepala Kevin.
"Sini lu! Nenek lampir!" hujat Haruka.
"Mulut sampah, makanya dia gak mau sama ELU!" serang Yuri ngegas.
"CEPETAN WOI!! KEPALA RASANYA MAU COPOT!!"
.
.
.
Sepulang dari rumah sakit Nicky kembali ke sekolah membawa cemilan untuk orang-orang yang sibuk dengan persiapan perpisahan. Karena sebelumnya bendahara organisasi menitipkan uang kepada Nicky, termasuk bendahara kelas Shannon untuk membelikan Shannon sesuatu.
Kedua tangannya penuh membawa kantung plastik besar berisi cemilan. Berjalan di koridor taman. Berat terasa di otot tangan, berat pula yang sedang Nicky pikirkan.
Tiba-tiba di depannya terlihat Yunos sedang membasuh muka.
Walaupun menundukan kepala serta tertutup air keran, Nicky mampu mengenali temannya itu.
"Yunos!" panggil Nicky yang di koridor taman, "Yunos!'
Yunos pun menutup keran. Mengusap mukanya lalu mengacak-ngacak rambutnya yang basah. Yunos pun mencari sumber suara yang ia dengar, Nicky melambai ke arahnya. Sepasang kakinya melangkah menuju Nicky.
Mata Nicky membulat ketika jaraknya dengan Yunos kian dekat.
"Yunos!? Kamu kenapa, ada darah di bajumu!?" Nicky meletakkan kantung plastik ke lantai, tangannya memegang lengan Yunos.
Itu bukan darah. Melainkan cat bekas melerai Haruka dan Yuri yang bertengkar tadinya, effek samping yang ia dapat baju serta mukannya jadi sasaran.
Yunos pun juga harus merasakan pahitnya cat saat jemari Haruka masuk ke mulutnya.
"Kamu kenapa Yunos?!" panik Nicky.
"Bukan, ini cat Nicky," sahutnya kelelahan.
"Ampun, aku kiran habis bertengkar," hela Nicky lega.
"Memang ada yang gelut tadi, si Haruka sama Yuri,"
Kedua tangan Nicky menutup mulutnya sendiri. Menatap tak percaya pada Yunos.
"Ini dampaknya kalo misahin cewek gelut," keluh Yunos.
Yunos pun membungkuk meraih 2 kantung plastik yang berat.
"Sekarang mereka di mana?"
"Kantor BP, kamu sendiri habis di mana?"
"Aku beli cemilan sekalian anterin oleh-oleh ke Shannon dari klub musik,"
Nama itu. Shannon. Tiap kali Yunos mengingat, mendengar mana itu apalagi dari mulut Nicky, jantungnya berdebar resah.
Beberapa teori yang terjadi dipikiran Yunos ketika Shannon tokoh utamanya. Kini orang yang di hadapannya, Nicky, menjadi bahan pikiran Yunos. Apa yang Nicky dengar, apa yang Nicky rasakan, apa yang terjadi, semua pertanyaan muncul begitu cepat.
Keraguan. Ketakutan. Yunos ingin bertanya namun terhambat karenanya.
Sejenak Yunos memandang mata Nicky. Pandangan yang lemah. Yonus pun yakin Nicky menyembunyikan sesuatu. Dan Yunos harus tau apa itu.
"Nicky . . ." tetapi saat lensa mata Nicky jatuh tepat di lensanya. Yunos kembali ragu.
"Iya, Yunos," sahut Nicky.
"Kalo ada apa-apa, kamu percaya sama aku aja Nicky, tolong ya. Jangan percaya kata orang lain kalo belum denger dari aku sendiri." pintanya.
"Iya, Yunos, udah pasti itu."
"Gimana . . . keadaan Shannon .. ?"
"Dia agak baikan sekarang,"
Mereka terdiam sejenak. "Yunos . . " panggil Nicky.
"Hmn?" Yunos sangat menanti apa yang akan Nicky ucapkan.
Perasaannya sudah tidak baik akan mendengar apa yang Nicky katakan padanya. Tetapi Nicky menggelengkan kepala. Mengurung niatnya untuk membicarakan sesuatu pada Yunos.
"Yuk, ke gedung olahraga sekarang,"
Mereka berdua berjalan menuju gedung olahraga. Mulut mereka tertutup, sedangkan pikiran mereka menjerit-mejerit.
~
Mereka berdua berakhir di ruang BP. Ruangan yang berbentuk persegi, lumayan sempit, hanya ada meja jati besar dengan tempat duduk empuk yang bisa berputar satu, dua bangku menghadapnya.