Malam itu juga Muza mengingat ucapan Haruka pada dirinya.
"Kamu pikir Nicky bakal nerima kamu, Muza?" tanya Haruka serius. Suaranya tenang, menahan emosi.
Muza memilih mendengerkan Haruka. Ia memegang gitar layaknya orang tua memenggang tongkat sebagai alat bantu berjalan. Berdiri menunggu kelanjutan ucapan Haruka.
Haruka tidak tahan lagi. Ia kecewa. Marah. Tetapi Haruka tak mampu mengeluarkan semua selantang mungkin.
Orang yang di depannya kini telah mengecewakannya. Selama bertahun-tahun berlaku baik, manis, perhatian, semata-mata bukan hanya dirinya seorang.
Sebab orang yang di depan Haruka memang pintar bermain hati. Semua hati perempuan dibuatnya luluh, sikap Muza yang baik dan ramah itu seringkali membuat para siswi salah paham. Maka dari itu Muza sering disebut penebar harapan palsu.
Polosnya para siswi mana mungkin bisa marah kepada Muza. Meskipun berapa kali Muza memberi harapan, menyakiti perasaan mereka, yang namanya manusia yang dianugerahi paras tampan memang susah dibenci. Sekalipun luka yang ditinggal begitu dalam. Mata hati mereka dibutakan kilauan wajah tampan.
Haruka mengakui ia salah satu dari remaja labil. Pengabdi badboy. Maka dari itu ia terima rasa sakitnya.
"Aku ngejar kamu, kamu ngejar Nicky. Nicky itu goodgirl, kamu gak layak mendapatkan Nicky, dia gak akan mungkin sama kamu, seorang badboy. Nicky terlalu baik buat kamu, dan dia bisa dapetin yang lebih daripada kamu. Aku yakin Nicky tau itu."
"Iya, lo bener. Tapi gak ngerubah apapun, Haruka,"
"Memang gak ada yang berubah. Tapi aku mau ngeluarin uneg-unegku." Haruka memberi jeda seraya menatap serius Muza, "Kamu udah nyakitin cewek-cewek di sini. Perasaan mereka yang kamu putusin lewat pesan, yang kamu sia-siain itu pasti datang buat kamu. Dan aku harap Nicky orangnya. Orang yang akan ngenalin kamu rasanya sakit hati." Haruka berharap ia berkata semarah mungkin, tetapi Haruka menyampaikan terlalu lemah.
___
Mengingat kejadian itu Muza tersenyum miris. Kutukan dari Haruka terwujud. Muza mengenal rasa sakit yang dimaksud Haruka. Muza pun yakin Haruka mana mungkin puas melihat kondisinya seperti ini.
Dibilang menyesal telah menyakiti banyak orang, Muza tutup mulut. Ia sadari dirinya selalu membandingkan orang lain dengan mantan pertamannya yang dulu berada dibangku SMP.