Aroma kopi menghambur keluar melewati pintu ketika ruangan itu dibuka.
Ruang yang dulu dipakai si Kadal kini dipakai Ayunanti sebagai ruang kerjanya. Ruangan yang dulu selalu dalam kondisi gawat darurat itu sudah mulai tertib dengan wangi kopi yang mendominasi.
"Oke, baiklah. Jadi si Iis suka aroma kopi," Jayusman menggumamkan kesimpulannya mengenai manajer baru itu.
Bos baru penyuka kopi. Betul. Ayunanti suka kopi. Itu salah satu alasan kenapa gadis itu meminta pengharum ruangan diganti. Dan alasan yang kedua, aroma yang sebelumnya sangat membuat mood Ayunanti berantakan. Wangi nanas. Ayunanti membenci aroma itu.
Jayusman menatap sekeliling ruangan dan mengangguk-angguk tanpa jelas apa yang ia setujui.
Ruangan dengan luas yang tak seberapa itu tampak lebih rapi dan tertata.
Rak yang sebelumnya kosong kini sudah terisi oleh beberapa buku bacaan dan juga terlihat beberapa majalah. Ada bunga lili di atas kabinet yang terletak di sebelah kiri meja kerja. Manis.
Meja kerja yang biasanya penuh dengan bungkus KFC kini semuanya berganti dengan beberapa tumpukan dokumen yang tersusun rapi serta gelas berisi air putih yang terletak di pojok.
Laptop yang biasanya dalam kondisi menyala dengan kabel yang berantakan kini semua tampak manis dengan pita pengikat kabel. Semua sambungan kabel berkumpul menjadi satu. Baik kabel charger maupun kabel printer. Harus rapih, presisi, bersih. Super clean Pokoknya.
Dan, oh... ada mini speaker juga yang terletak di sisi kiri persis di sebelah printer.
Rupanya di hari pertamanya, Ayunanti sudah merombak habis ruangan yang sebelumnya mirip kapal pecah menjadi ruang kerja yang ramah panca indera.
Printer dan laptop yang semula terletak di atas meja kerja utama, kini sudah ia pisahkan. Biarlah printer dan komputer ia letakkan di sisi kiri tubuhnya dengan menambah meja baru di sana. Sehingga meja utama bebas dari segala peralatan elektronik yang hanya akan mengganggu aktivitas komunikasi dengan siapapun tamunya nanti.
Rencana ke depan, gadis itu juga akan mengganti wallpaper motif bunga—entah bunga apa—yang menghiasi ruangan itu. Rencananya, Ayunanti akan mengganti wallpaper dengan warna polos saja. Atau motif garis vertikal sederhana supaya nampak serasi dengan kabinet dan kursi tamu yang sudah ada.
Motif bunga-bunga dengan dominasi warna emas paduan cokelat yang saat ini terpasang membuat ruangan seperti ruang karaoke. Tapi ya, balik lagi. Semua itu soal selera. Dan Ayunanti tidak suka wallpaper bunga-bunga.
Pintu ruangan yang semula berupa kaca polos tembus pandang, sudah ditutup juga dengan wallpaper yang sengaja diganti Ayunanti hari itu juga.
"Saya nggak mau tahu, intinya saya minta kaca itu ditutup hari ini juga. Bagaimana caranya terserah kamu," ucap Ayunanti kala itu pada bagian tata usaha.
"Kamu kira saya ikan di Akuarium? Siapapun yang lewat bebas dan leluasa menilik saya sedang apa di dalam. Pokoknya saya minta pintunya ganti. Atau tutup saja tuh kaca tak berguna," makinya pada bagian peralatan yang memprotes keinginannya.
Akhirnya, semua kaca yang mengelilingi ruangan itu ditutup dengan wallpaper motif garis berwarna abu-abu.
"Jangan asal-asalan kalau memang jalan satu-satunya adalah menutup kaca itu menggunakan wallpaper. Panggil orang desain," perintah Ayunanti.
Terpaksa bagian logistik dan peralatan mendatangkan tenaga ahli interior desain.
Dan di hari pertamanya, Ayunanti sudah berkali-kali membuat heboh seluruh penghuni kantor. Termasuk pak Trisnadi. Namun pria botak satu itu hanya bisa manggut-manggut sambil menyesap kopi pahitnya ketika sekretaris kesayangannya mengadukan kelakuan manajer baru itu.
Dan gosip pun menyebar bersamaan dengan tingkah Ayunanti yang dianggap banyak maunya.
Bahwa seorang Ayunanti, si perawan tua kumisan gendut serta killer melebihi Hitler yang banyak maunya, itu pun sampai ke telinga Presdir yang sebelumnya berencana menjodohkan anaknya dengan Ayunanti.
Dan setelah berhembus kabar itu, Presdir tersebut semakin menggebu-gebu ingin segera mempertemukan anaknya dengan Ayunanti. “Kali ini pasti cocok untuk Seb,” gumam Presdir kala ia seorang diri.
Dengan sentuhan desain interior profesional, ruangan yang semula tampak seperti Akuarium kini terlihat lebih manis.
Berbeda sekali dengan kondisi beberapa saat lalu ketika Jayusman mengepak barang milik penghuni lama di ruangan itu.
Setelah meletakkan dokumen yang harus ditandatangani Ayunanti, Jayusman pun kembali pada posisinya di garis depan.
Ruangan yang sama persis seperti loket penjualan tiket bioskop. Bedanya, di tempat Jayusman ada kaca pengaman yang berfungsi sebagai pembatas antara muka pengunjung dan mukanya. Melalui celah kecil yang tersedia antara meja dan kaca yang menjulang hingga menyentuh plafon itu, tamu dan Jayusman saling berinteraksi.
Sejujurnya, ruangan itu milik Wina, yang notabene seorang resepsionis, tapi kemudian Jayusman ditempatkan di situ juga.
Dan hal itu merupakan sebuah keuntungan tersendiri bagi Jayusman. Sebab selain punya akses pintu terpisah dari ruangan utama, ruang resepsionis juga luput dari jangkauan mata bos yang ruangannya berada di dalam ruangan utama. Selain itu, Jayusman bisa kapan saja kabur dan datang terlambat tanpa ketahuan oleh bosnya sebab sekitar satu meter dari jarak mejanya tersedia dua buah lift penumpang sebagai akses naik turunnya tamu maupun karyawan perusahaan tersebut. Atau kalau mau sedikit keluar keringat, di samping kirinya ada akses tangga darurat.
“Enak bukan. Kurang apalagi, coba?” terang Jayusman pada teman-temannya yang menanyakan perihal permintaannya yang aneh. Yaitu: ditempatkan di depan bersama resepsionis.
“Dasar aneh kamu, mah Jay,” kata salah seorang karyawan yang memprotes keinginan Jayusman.