Waktu menunjukan pukul delapan ketika Nadia tiba bandara. Ia berlari kecil begitu keluar dari mobil tanpa berpamitan dengan papa. Papa hanya menggelengkan kepala melihat tingkah laku anak gadisnya yang tetap teledor dan cuek dengan keadaan. Papa pun memilih melajukan mobilnya keluar dari Bandara.
Napas Nadia ngos-ngosan mencari konter check in. Ini pertama kalinya ia menginjakkan kaki di Bandara Kuala Namu sejak Bandara Polonia ditutup. Nadia sedikit bingung dengan gedung baru bandara yang begitu luas. Ia panik karena waktu yang mepet, dan ia masih mencari konter pesawat air asia. Setelah menemukan konter yang ternyata antreannya cukup panjang, Nadia mengeluh kesal.
Setelah check in, Nadia buru-buru masuk ke ruang imigrasi untuk pemeriksaan paspor dan keberangkatannya. Napasnya masih tersengal karena berlari dengan jarak yang cukup jauh.
Dengan langkah tergesa, Nadia memasuki ruang departure dan memberikan tiketnya kepada petugas. Nadia menaiki tangga dengan napas terus memburu. Ketika sampai diruang tunggu ternyata semua penumpang juga sudah mengantri untuk boarding. Tapi, ia bisa bernapas lega akhirnya benar-benar masuk ke dalam pesawat. Kini ia dibingungkan dengan mencari tempat duduknya.
“Seat berapa, Mbak?” tanya sang pramugari dengan senyum yang manis.
“24B.”
“Oh... tempat duduk mbak di belakang sana, ya.”
Nadia mengangguk sambil berlalu mencari tempat duduknya. Setelah menemukan tempat duduknya, Nadia pun duduk dengan tenang. Ia menghembuskan napasnya dengan lega, meski jantungnya masih berdegup. Ia sangat nervouse saat itu. Tak lama kemudian seorang pramugari meminta tas ransel Nadia agar dimasukan ke bagasi atas.
“Oh, sory.” Kata Nadia.
Nadia menghapus keringat di keningnya, kemudian mengenakan sabuk pengaman setelah seorang pramugari memperagakan alat peraga keselamatan. Nadia tidak mau ambil pusing dengan ocehan sang pramugari. Dia terus saja memperhatikan lapangan bandara dan pesawat terbang yang parkir di lapangan bandara. Beberapa saat kemudian, pemandangan kota Medan terlihat dari ketinggian, seperti potongan-pototongan kertas.
Nadia menyandarkan tubuhnya dan mencoba sedikit lebih rilaks.
Ugh! Kenapa mama booking pesawat kelas ekonomi kayak gini sih?! Gerutu Nadia dalam hati.