POV IBU
Inilah kehidupanku dan Annakku, perempuan pintar dan berbakti kepada aku dan suamiku yang penuh dengan luka dan air mata. Dari semalam hatiku gelisah, memikirkan nasibku saat ini. Aku Tuti Rahmawati, perempuan kuat yang menghadapi semua cobaan yang Tuhan berikan. Anakku yang selama ini menjadi penghiburku ketika sedang sedih dan menjadi penyemangat ketika aku sedang putus asa dalam berjuang melawan penyakit ganas ini.
Anak tunggal menjadikanku semangat untuk melakukan kegiatan apapun, dari kecil aku sudah menyukai dunia literasi, buku cerita bahkan sampai menulis essay dan cerpen. Walaupun aku hanya tamatan SMP, tapi aku tidak mau Anna, panggilan kesayanganku, harus kerja banting tulang sebagai kasir di cafe milik temanku. Anna, anakku tidak tahu kalau ayahnya bernasib sama denganku. Semua aku tutupi agar Anna tak khawatir dengan keadaanku dan suamiku.
"Kamu sudah makan, Anna?" ucap perempuan berusia 47 tahun, dialah Ibuku.
"Sudah, Bu.. Tadi, di kampus Anna makan soto ayam." jawab Anna berbohong.
Aku tahu dia sedang berbohong, karena perekonomian keluargaku sedang tak baik-baik saja Anna harus sampai tidak harus makan demi aku.
"Aku belikan menu makanan favorit Ibu, sate kambing dan sate ayam khusus untuk ibu kesayanganku." Diriku menahan air mata, agar diriku bisa bernafas lega.
"Kamu dapat uang darimana, Anna? Ini pasti mahal ya, rasanya enak sekali.." ucap Ibu tersenyum kecil.
"Ini semua hasil kerjaku, Bu.. Aku sudah tidak kerja sebagai penjaga Cafe.." Anna menceritakan semuanya kepada ibunya.
"Jadi, Anna waktu itu, saat jam kuliah sudah selesai. Anna bertemu dengan teman dari Fakultas Kedokteran, perempuan, bernama Diana. Dia mengajak aku untuk makan siang bersama. Singkat cerita, Diana memperkenalkan Nathan, calon dokter muda. Nathan menawarkan Anna untuk bekerja sebagai HRD di perusahaan milik papanya, namun pada saat itu Anna tolak tawaran itu.." Ibu mendengar hal itu marah besar, ditampar wajah Anna putri kesayangannya.
"PLAK!!"
"PLAK!!"
"Jangan pernah berhubungan dengan Nathan!!! titah Ibu geram.
"Kenapa, Bu? Lagian aku sudah tolak kok.." ucap Anna lembut.
"Ya sudah, Ibu mau ke kamar dulu.. Kalau sudah adzan maghrib kabarin melalui telepon, jangan masuk Ibu mau istirahat." Anna hanya diam mendengar setiap perkataan ibu tadi 'Jangan masuk, adzan maghrib kabarin melalui telepon'.
Ada rahasia besar yang selama ini aku tutupi, aku bersekutu oleh jin. Tak ada yang tahu selain suamiku, aku menggunakan ini ada alasannya.
***
Anna kini sudah menyelesaikan kuliahnya tepat waktu, 3,5 tahun waktu yang cepat bagi Anna. Hari ini, ia akan melaksanakan ujian skripsi terkait literasi di kalangan masyarakat sekitar rumahnya.
Ibunya dari seminggu yang lalu, sudah menyiapkan kejutan untuk putri kesayangannya. Ibunya sudah membeli kue rasa matcha favorit Anna dan hadiah lainnya. Semua kejutan untuk Aruna adalah hasil diskusi ibunya bersama Laras, Raffa, dan Dara, mereka adalah sahabat Anna sejak kecil.
"Anna.., lo dipanggil Ibu di kamar." ucap Raffa tersenyum.
"Iya, Din.."
Sesampainya di kamar, Anna melihat ibunya sedang tersenyum dengan wajah sedih.
"Anna, ayah ingin bicara denganmu." bisik Ibu tersenyum.
"Assalamualaikum, Yah, apa kabar?" sapa Anna melalui sambungan video call.
"Walaikumsalam, Anna, putri ayah yang cantik. Selamat ya, hari ini kamu akan mendapatkan gelar sarjana.." ucap Ayah tersenyum.
"Ayah lagi dimana? Ayah sedang kemo?" Seketika Anna panik.
"Maafkan ayah dan ibu, Anna.. Sebenarnya, selama ini kami berdua bukan bercerai, tapi ayah divonis memiliki kanker paru-paru, Sayang.. Kata dokter Haykal, sahabat papa, dia mengatakan lebih baik papa tinggal di apartemen dekat Rumah Sakit Fatmawati, agar dokter Haykal bisa memantau perkembangan ayah, Anna.." ucap Ayah tersenyum menatap gadis cantiknya.
"Anna sebenarnya sudah tahu, Yah.. Dua hari yang lalu, aku ke rumah sakit menjenguk temanku kecelakaan, Nathan, Yah. Setelah Anna mau shalat maghrib di musholla rumah sakit, aku lihat ayah sedang berbicara dengan dokter." kata Anna menatap serius ke arah Ayahnya.
"Anna sudah maafkan kesalahan, Ayah dan Ibu.. Aku tahu rasanya hati ayah waktu divonis kanker. Kaget dan tak percaya dengan hasilnya. Harusnya, ayah dan ibu terus terang saja ke Anna. Kalau aku tahu penyakit ayah dari awal, pasti aku akan bantu.." Ayah dan Ibu menangis saat mendengar perkataan putri sulungnya.
"Kamu memang perempuan hebat dan pintar, saat ini kamu sedang ta'aruf dengan Nathan ya?" Anna hanya bisa terdiam dengan perkataan ayahnya.
"Anna..kita berangkat sekarang ya, takut kejebak macet.." kata Laras tersenyum.
"Ya Allah sudah jam 06.30 pagi, aku telat berangkat.. Yah, aku berangkat ke kampus dulu ya, doakan aku semoga lulus dan dilancarkan ujiannya, Amin.." pamit Anna.