Goresan Pena Azmia (catatan kecil Bram)

R Hani Nur'aeni
Chapter #5

Chapter #5 CUITAN PAGI (senyuman azmia suplementasi bram)

AZMIA

Azan Subuh berkumandang membangunkan aku dari buaian mimpi, Bram masih tertidur pulas. Ekspresi wajah bahagia menatap wajahnya yang semakin tua. Janggut di dagunya tidak hitam sempurna, tercampur cat putih alami, membuat terlihat dewasa di usianya sekarang. Helaian-helaian putih juga mulai tampak di rambutnya.

Dia tampak lelah, tidurnya sangat pulas. Merindukan Bram yang dulu begitu getol salat subuh berjamaah di masjid. Teringat kehidupan di kampung saat kami tinggal di rumah kontrakan sederhana dekat masjid. Hampir setiap hari, Bram mengajak Ihsan salat subuh berjamaah di masjid. Alunan ayat Alquran dari mulut Bram menjadi irama penyemangat aktivitas di pagi buta.

           Sarapan bubur jamur...

Makan siang menunya tumis jamur...

Lalu, makan malam orek telur dicampur jamur...

Jamur all day...

Tersenyum kecil mengingat kebun jamur kami. Setiap pagi dan sore menyemprotkan air agar tanaman jamur selalu lembab. Jamur Tiram pertama yang dipanen hasilnya lumayan banyak, harusnya kami jual, tapi karena tidak tahu harga pasarannya jadinya ya sudah dibagikan saja. Dasarnya kami bukan pedagang jamur, berkebun jamur akhirnya tidak bisa menjadi penghasilan, tetapi mendekatkan ikatan batin dikala perahu kehidupan terhempas badai.           

“Ting-tong... tingtong...”

Lamunan buyar, dering weker dari kamar Mahira begitu kencang. Suaranya sangat nyaring memekakkan telinga. Suara weker yang begitu nyaring, Mahira tetap tertidur pulas. Dasar putri tidur, mau ada petasan meledak kayaknya anteng saja tidur terus.

Mengucapkan salam di telinganya, agar ia terbangun, badannya menggeliat malas. Usapan sayang di kepalanya dari ibunda tercinta berhasil membuat matanya sedikit terbuka. Beberapa kali mengejapkan mata, ia bangun dan duduk di atas ranjangnya.

“Salat subuh, Sayang,” ucapku lembut.

“Hmm...”

Matanya tertutup lagi, sesekali mengintip lalu tertutup lagi.

“Ayo bangun, salat dulu.”

Mahira mengangguk-anggukan kepala.

Meninggalkan Mahira setelah yakin ia tidak akan tertidur lagi, karena masih ada satu bayi raksasa yang harus dibangunkan.

Ketika masuk kamar, ranjang sudah tak berpenghuni. Kemanakah gerangan penghuni ranjang itu menghilang, mata mulai menyisir setiap sudut kamar. Dari dalam kamar mandi terdengar suara air mengalir. Tersenyum senang, rupanya dia sudah ada di kamar mandi, syukurlah tidak perlu susah payah membangunkannya.

Usai salat berjamaah dengan Mahira, Bram merebahkan badannya di ranjang, perlahan matanya terpejam dan kembali ke alam mimpi. Mahira melihat bapaknya tergeletak, ikut berpatisipasi. Anak dan bapak sudah kembali ke dunia mimpi. Aku harus tetap terjaga, memulai perjuangan di pagi ini.

           Sang mentari menunjukan jati dirinya, cahayanya menyebar ke seluruh bumi. Berusaha membangunkan Bram dan Mahira yang masih seru bermain dalam mimpi. Meskipun butuh perjuangan, akhirnya berhasil membawa mereka ke alam nyata. Bapak dan anaknya bergerak menuju meja makan, layaknya ponsel harus di charger – dalam  kondisi lowbatt. Mereka membutuhkan suplly energi, untuk memulai kegiatan hari ini.

Lihat selengkapnya