BRAM
Malam semakin larut, aku masih duduk di depan monitor mengerjakan laporan yang harus di submit besok pagi. Mata mulai terasa berat dan perih, sejenak menghela napas sambil memejamkan mata.
“Brak...!”
Tidak sengaja tangan menyenggol tumpukan map dan kertas di atas meja, jatuh berhamburan di lantai.
“Shiitt...! umpatku kesal.
Sambil membereskan kertas yang berantakan, pikiran berkelana sana sini. Sejak kedatangan Bos baru, kenapa hidup ini terasa kacau.
“Bip... bip... bip...
Suara notifikasi pesan masuk ke ponsel, membuyarkan kecamuk dalam otak.
Pak Bos : Bram, ke ruangan gue sekarang!
Bram : Siap, Bos.
Fhuff...!!! Bukannya malam ini jatah Hermawan menemani si Bos. Ingin pulang cepat, mengistirahatkan otak dan hati, rindu ingin bertemu Mia dan Mahira. Minggu lalu, mengurusi proyek Bandung membuat aku tidak bisa ikut jenguk Kakang. Jadi jarang di rumah sejak si Bos bergabung di kantor ini.
Dengan malas melangkahkan kaki menuju ruangan si Bos, berat hati ini membuka pintu dan masuk ke dalam ruangan. Aku longokkan kepala, tampak si Bos bersama Hermawan duduk santai di kursi, masing-masing memegang ponsel sambil cekikikan.
“Hai, Bram. Gue mau kasih lihat yang baru nih,” ujar si Bos menunjuk ke ponselnya.
“Koleksi cewek si Bos, banyak banget, Bram,” timpal Hermawan sambil tertawa
Aku masuk dan duduk bergabung bersama mereka.
“Ada Bram, saya keluar dulu, Bos. Masih ada tugas menanti,” ujar Hermawan pamit.