Gosh Stalker

TF Nasution
Chapter #2

Bagian 1

Sepertinya malam ini akan turun hujan. Angin yang berhembus terasa lebih dingin dan menusuk. Seorang lelaki berjaket hitam masuk ke dalam minimarket yang berada tak jauh dari jembatan penyeberangan jalan.

“Selamat datang.” penjaga kasir mengucapkan salam.

Entah bagaimana, sepertinya saat ini metode marketing setiap minimarket adalah keramahan. Mungkin saja mereka berpikir jika mereka bersikap ramah, orang-orang akan sering berkunjung dan membeli di minimarket mereka. Padahal kita sama-sama tahu, bukan keramahan yang akan menarik pelanggan untuk datang, tetapi diskonan, one buy get one/two, sample barang gratisan dan harga miring semiring menara miring Madrid. Jika para pengusaha menerapkan metode itu setiap harinya, maka tidak akan diragukan lagi penjualan akan meningkat secara pesat.

Lelaki itu berjalan menyusuri jejeran rak-rak barang yang ada di minimarket. Tatapan matanya hanya mengarah pada satu rak. Dan langkahnya berhenti tepat di depan rak makanan. Ia melihat dengan saksama makanan mana yang akan ia ambil. Lalu tangannya mengambil tiga cokelat batang yang berkuran cukup besar. Beberapa bungkus makanan ringan yang memiliki rasa cokelat dengan jenis makanan yang berbeda ia ambil. Ia menggendong penuh makanan tersebut dan berjalan menuju kasir. Meletakkannya di depan meja kasir dan pergi lagi untuk memilih barang lainnya tanpa berkata apa pun. Kasir itu merasa sedikit bingung dengan sikap pelanggannya hari ini.

“Mas, keranjang belanjaannya ada di sebelah sana.” ucap sang kasir dengan ramah sambil menunjuk keranjang belanjaan yang berada dekat dengan pintu masuk minimarket.

Lelaki itu menaikkan tangan kanannya tanpa menoleh atau pun membalas perkataan sang kasir. Lalu ia beralih ke kulkas pendingin untuk mengambil beberapa minuman dengan cita rasa cokelat. Lagi, lelaki itu kembali menggendong barang yang akan ia beli. Kedua tangannya tidak akan cukup menopang jika ia mengambil barang sebanyak itu. Setelah dirasa cukup, lelaki itu beralih ke kasir untuk mengantar barang-barang yang akan ia beli.

“Ada lagi, Mas?” tanya kasir dengan nada ramah dengan sedikit merapatkan giginya.

Lelaki itu kembali mengangkat tangan kanannya. Ia pergi ke rak makanan, lagi. Namun untuk kali ini ia berhenti di rak mie instant. Ia mengambil beberapa cup mie instant dengan cara yang sama, yaitu menggendongnya. Setelah dirasa cukup, ia kembali ke kasir untuk mengantarkan makanan tersebut. Kau benar! Jika ada mie instant dengan varian rasa cokelat, mungkin saja ia akan mengambilnya. Ini adalah ide yang sangat brilian untuk para pengusaha mie instant! Demi kepuasan pelanggan yang sangat menyukai cokelat. Ini adalah ide yang sangat menarik, bukan?

“Ada lagi, Mas?” tanya kasir, lagi.

Lelaki itu kembali mengangkat tangan kanannya dan tetap berdiri di depan meja kasir.

“Baiklah, kalau begitu saya hitung ya, Mas.” ucap kasir dengan nada ramah dan dengan gigi yang hampir rapat seutuhnya. Sambil memeriksa menggunakan scanner pendeteksi barang, sesekali ia melirik lelaki tersebut. Namun betapa terkejutnya kasir itu, karena orang yang di lirik malah sedang melihat dirinya pula. Saat kedua mata mereka bertemu pandang, lelaki tersebut menunjuk barang yang sedang sang kasir periksa. Mengisyaratkan untuk fokus dan tetap menghitung barang. Sontak mata sang kasir melihat komputer alih-alih memeriksa harga. “Semuanya dua ratus empat puluh tiga ribu rupiah.”

Lelaki itu memberikan uang tiga lembar uang seratus ribu rupiah.

Sang kasir menerimanya dengan tersenyum, “Kembaliannya lima puluh tujuh ribu ya, Mas.” Ia membuka laci kasir untuk mengambil kembalian. Lalu memberikannya pada lelaki tersebut. “Terimakasih, silakan datang kembali.” ucapnya dengan senyum ramah.

Namun sayangnya, pembeli yang diberi senyum tidak memedulikan sama sekali. Ia malah membuka kantung plastik belanjaan miliknya tepat di atas meja kasir. Lalu ia mengambil satu cup mie instant dan satu botol minuman. Mengikatnya kembali dengan rapi. Lalu membawa dan meletakkan kantung plastik belanjaan tersebut di atas meja pelanggan yang telah disediakan oleh minimarket untuk digunakan pembeli. Meja-meja tersebut berguna agar pembeli dapat bersantai dan menikmati makanan yang telah mereka beli di minimarket tersebut. Dan untuk ke dua kalinya kau benar! Ini adalah semacam metode marketing masa kini! Yang digunakan oleh para pengusaha agar tidak kehilangan pamor mereka. Tentu saja mereka tidak boleh kalah dengan cafe atau restaurant yang menyediakan makanan dengan pemandangan indah sebagai bonusnya. Bukankah minimarket juga menjual makanan? Mereka hanya perlu lebih kreatif agar tempat tersebut tidak berubah menjadi tempat yang kuno serta monoton dan hanya dapat menyediakan berbagai macam kebutuhan saja. Bahkan ini adalah pilihan alternatif yang tepat untuk masyarakat menengah ke bawah agar dapat bersantai dan makan di tempat yang hampir sama dengan cafe atau restaurant dengan harga yang relatif murah dan pas di ‘kantong’.

Lelaki itu membuka kemasan cup mie instant dan menyeduhnya dengan air panas yang telah disediakan oleh minimarket. Tidak butuh waktu lama. Setelah dirasa cukup, ia menutup rapat kembali mie instant dan duduk manis sembari menunggu mie-nya matang. Ia mengambil tempat duduk dengan pemandangan menghadap ke luar jendela. Pemandangan yang sangat cocok dengan perasaannya saat ini. Diam dan menyendiri. Mengamati kehidupan orang lain yang berlalu lalang. Menikmati kilatan cahaya yang berasal dari kendaraan yang tiada hentinya saling mengejar satu sama lain. Menikmati kekosongan waktu dengan memikirkan sebab-akibat dari tindakan orang lain.

Ia menghembuskan napas panjang. Seperti sedang mengeluarkan segala keluh kesah yang diubahnya menjadi udara agar kemudian menghilang dan sirna. ia membuka tutup cup mie instant dan mengaduknya dengan garpu plastik. Menyeruput mie dengan satu tarikan panjang.

“Aaa…. Panas!” teriakannya membuat sang kasir kaget dan melihat ke arahnya untuk memeriksa apakah sedang terjadi sesuatu yang gawat atau tidak. Sang kasir tersenyum sedikit mengejek sembari menggelengkan kepalanya. Kalian tebak sendiri saja apa yang sedang dipikirkan oleh sang kasir. Sebuah deklarasi kemenangan, barangkali?

Lelaki itu mengeluarkan mie yang telah ia makan tadi ke dalam cup mie instant. Untuk sejenak ia tidak sadar telah melakukan hal bodoh. Mulutnya seperti sedang terbakar. Ia meraih botol minuman yang telah di keluarkannya tadi. Ia meminumnya untuk menghilangkan rasa panas yang telah berhasil membakar lidahnya. Setelah lidahnya dapat berfungsi dengan normal, ia meletakkan minumannya dan kembali memakan mie instant. Tentunya tidak lupa dengan meniupnya terlebih dahulu. Setidaknya kejadian ini mengajarkan kita untuk tidak melamun pada saat sedang makan. Banyak hal di luar kendali yang dapat terjadi jika kau berada dalam situasi seperti itu.

Makanan itu dihabiskannya dengan perlahan. Ia sedang tidak buru-buru dan tidak sedang diburu oleh sesuatu. Ia ingin bersantai dan menikmati waktu yang biasa menjadi sempit dan mencekik. Setelah mie instant-nya habis. Ia kembali membuka kantung plastik belanjaan miliknya dan mengambil satu bungkus snack yang telah ia beli tadi. Membukanya dan menyantapnya dengan santai. Tidak banyak pergerakannya saat ini. Hanya duduk menghadap ke luar jendela, tatapan kosong seperti sedang memikirkan sesuatu, tangan kiri memegang bungkus makanan, tangan kanan bertugas mengambil makanan lalu memasukkannya ke dalam mulut untuk segera dicerna oleh tubuhnya. Hanya itu.

Banyak yang sedang dipikirkannya saat ini. Sesuatu yang sangat penting baginya. Sebuah teka-teki yang harus segera ia pecahkan. Teka-teki yang sukses membuatnya frustasi dan tidak bisa tidur dengan nyenyak sepanjang malam. Mengapa ia lahir ke dunia ini? Mengapa ia hidup di dunia ini? Mengapa ia bergelut di bidang ini? Mengapa ia harus bertemu dengan orang-orang ini? Pertanyaan-pertanyaan tersebut seperti pusaran angin kencang yang siap menelannya kapan pun juga. Sebagian dari dirinya ingin teriak dan berlari mengejar sebagian dirinya yang lain. Menghukumnya dengan berat. Memukulinya hingga puas karena terlahir sebagai orang yang tolol dan bodoh. Entahlah.

Lama ia duduk termenung sambil menikmati makanan di minimarket ini. Tidak terasa waktu telah berlalu begitu cepat. Sang kasir saat ini sedang bersiap untuk menutup toko. Dengan cepat ia menghabiskan makanannya.

“Selamat datang.” sapa petugas kasir.

Dua orang pemuda masuk. Mereka memakai hoodie polos berwarna merah. Mereka berpenampilan seperti anak kembar. Satu diantaranya berkeliling ke rak-rak barang. Namun tidak mengambil atau memilih satu pun barang yang akan dibeli. Yang satu lagi berdiri di depan meja kasir dan berbicara dengan sang kasir. Lelaki muda yang berkeliling menyadari keberadaan seseorang yang sedang duduk menghadap jendela. Untuk sejenak ia memperhatikan orang itu. Tetapi orang itu hanya duduk dengan menyilangkan kedua tangannya di dada. Kepala menunduduk dan mata terpejam. Sepertinya orang itu sedang tidur. Ia pergi dan menghampiri temannya yang sedang berbicara dengan kasir.

“Kenapa di minimarket rokok tidak di jual satuan?” pemuda itu bertanya.

“Maaf Mas, kami tidak menjualnya dengan satuan. Jika ingin membeli, Mas harus membeli per bungkus.” jelas kasir.

“Aneh sekali! Apa kalian tidak berniat berjualan? Kenapa pilih-pilih begitu!” bentaknya kepada sang kasir.

“Jika Mas ingin membeli satuan, silakan pergi ke kedai emperan di pinggir jalan yang ada di bawah jembatan penyeberangan. Mereka menjual rokok dengan satuan.” jelas kasir lagi.

Temannya yang sudah selesai berkeliling menghampirinya dan lalu berbisik, “Aman.”

Mendengar hal tersebut, pemuda yang sejak tadi bersikeras ingin membeli rokok, mengeluarkan sesuatu dari dalam saku hoodie-nya. Mata sang kasir membelalak karena terkejut melihat barang yang dikeluarkan oleh pemuda tersebut. Sebuah pistol berwarna hitam gelap sedang bermain indah dalam genggaman pemuda itu.

“Hei, keluarkan isi laci itu.” perintah pemuda yang sedang memegang senjata.

Sang kasir mengangkat ke dua tangannya ke atas tanpa di perintah. Matanya masih terus melihat senjata yang di pegang pemuda tadi dengan raut wajah takut.

“Cepat!” perintah pemuda satunya. Mereka sangat berhati-hati. Tidak berteriak dengan keras seperti yang kalian bayangkan saat ini. Dan tenang saja, kejadian ini tidak seperti film actions yang sering kalian lihat di televisi atau bioskop. Mereka memerintah dengan jelas petugas kasir tersebut. Tidak dengan teriakan tetapi dengan suara tegas dan membentak yang hanya dapat di dengar oleh mereka saja. Siapa pun akan mengerti, jika kau berteriak itu hanya akan mengundang kekacauan dan perhatian banyak orang. Dan jika hal itu terjadi, tidak akan ada kesuksesan dalam perbuatan yang kau buat.

“Kau mau mati?” tanya pemuda yang sedang memegang pistol sambil mengarahkan senjata tersebut ke kepala sang kasir.

Petugas kasir semakin ketakutan. Tubuhnya gemetar. Ia memejamkan matanya dan nyaris meneteskan air mata pula. “Jangan bunuh saya!” pintanya.

“Keluarkan isi laci itu!”

“Baik! Baik! Akan saya keluarkan!” petugas kasir membuka laci mengambil uang dan meletakkannya di atas meja.

Lihat selengkapnya