Gosh Stalker

TF Nasution
Chapter #5

Bagian 4

Siang ini terlihat sangat kacau. Banyak orang yang sedang berdiri di pinggiran sungai. Mereka sedang menonton sebuah pristiwa yang jarang terjadi. Dikabarkan bawah seorang warga menemukan mayat yang tergeletak di pinggir sungai. Mayat itu belum dapat diketahui asal-usulnya. Warga sekitar merasa sangat resah. Menurut Kepala Lingkungan desa tersebut tidak ada warga yang melapor telah kehilangan anggota keluarga. Dengan demikian besar kemungkinan bahwa, penemuan mayat yang berada di pinggir sungai bukanlah warga sekitar.

Sungai itu memiliki aroma yang tidak sedap. Banyaknya sampah yang tertumpuk di sekitaran sungai membuat tempat itu terlihat sangat kotor dan mengeluarkan aroma busuk. Air sungai yang berwarna cokelat terlihat sangat tidak sehat di mata. Bahkan dalam kondisi lingkungan seperti itu, orang-orang saling dorong agar dapat melihat dengan jelas. Polisi yang bertugas juga sangat sulit untuk menenangkan mereka. Garis polisi yang telah dibuat juga sepertinya tidak berpengaruh besar. Berulang kali garis polisi itu terputus dan dan berulang kali pula disambungkan kembali.

Beberapa polisi sedang melakukan penyelidikan terhadap penemuan mayat tersebut. Sajad seorang wanita terbujur kaku dengan tubuh membiru. Matanya terbuka lebar dan lidahnya menjulur keluar. Wanita itu masih menyandang tas kuning kecil miliknya. Barang-barangnya kelihatannya masih lengkap. Hal itu dapat disimpulkan dengan penemuan sebuah handphone di dalam tasnya. Dompet miliknya juga masih ada. Sehingga penyelidik berasumsi bahwa ini bukan perampokan. Tubuhnya memiliki beberapa memar. Namun pakaiannya masih lengkap dan tidak ada luka di sekitar kemaluannya. Dengan begitu polisi kembali berasumsi bahwa ini bukanlah pemerkosaan.

Kondisi tubuh yang berlumpur, menyulitkan polisi untuk mengetahui secara keseluruhan tentang penyebab kematian korban. Namun kancing kemeja korban terbuka sampai kancing ke tiga, hal itu membuat polisi merasa curiga. Mereka memeriksa tubuh korban di bagian dada. Dan hal mengejutkan selanjutnya adalah bahwa jantung korban sudah tidak ada. Lenyap. Entah kemana. Sehingga wanita tersebut telah ditetapkan sebagai korban dalam pembunuhan berantai yang sampai saat ini belum diketahui siapa dalangnya.

*****

“Satria, tolong kau hubungi keluarga korban segera.” perintah Pak Tono kepada Satria.

Mendadak kantor polisi yang semula tenang berubah menjadi sibuk dan ramai. Sepertinya penemuan mayat yang baru saja di laporkan merupakan hal yang sangat gawat. Tim yang di tugaskan untuk memeriksa TKP telah menetapkan bahwa mayat tersebut merupakan korban dari pembunuhan berantai.

“Apakah benar korban tersebut kehilangan jantung?” tanya Satria.

“Kau tidak dengar yang dikatakan si Tono barusan?” sambung Pak Brata. “Hubungi keluarga korban! Artinya korban telah ditetapkan sebagai korban pembunuhan berantai. Dan secara tidak langsung, kasus pembunuhan ini telah dilimpahkan ke kita. Apa kau tidak ingat bahwa tim kita yang bertugas atas kasus pembunuhan berantai itu?” jelas Pak Brata.

Mendengar perkataan Pak Brata, Satria langsung menelepon tim yang bertugas di TKP. Ia meminta barang-barang bawaan korban agar dapat segera di proses. Namun karena kejadian ini merupakan berita yang sangat panas, banyak wartawan yang sudah berada di lokasi kejadian. Sehingga menyulitkan arus kendaraan yang lewat. Di tambah lagi dengan kondisi lokasi kejadian yang memiliki jalan yang sangat kecil. Sehingga butuh banyak waktu untuk keluar dari tempat itu.

“Tolong kau kirimkan saja foto KTP korban. Aku akan memeriksanya sendiri dan langsung menemui keluarga korban.” pinta Satria melalui telepon.

Setelah permintaannya disetujui, ia langsung mematikan handphone. Beberapa saat kemudian masuk pesan yang berisikan foto KTP korban. Satria langsung memeriksa Nomor Induk Kependudukan korban. Dan dengan cepat ia mendapatkan alamat dan nomor telepon keluarga korban. Setelah ia mendapatkannya, ada sedikit keraguan pada raut wajah Satria.

“Ada apa lagi?”

“Pak, bagaimana kalau Bapak saja yang menelepon keluarga korban?” pinta Satria.

“Kenapa aku?”

“Aku bingung bagaimana menyampaikannya kepada mereka?”

“Yang disuruh siapa?”

“Aku.”

“Ya sudah, telepon sekarang.”

Satria paham betul sikap Pak Brata. Ia bukanlah orang yang akan mengambil tanggungjawab orang lain. Pak Brata juga bukan tipe orang yang mau sibuk dengan urusan orang lain. Jadi percuma saja mengadu dan bernegosiasi dengannya. Tidak akan menghasilkan apa pun.

Satria mengambil gagang telepon yang berada di meja kerja miliknya. Untuk sesaat ia masih merasa ragu untuk menekan tombol normor yang tertera pada telepon kantor itu. Lalu ia menghembuskan napasnya panjang dan memberanikan diri. Suara terhubung seperti musik suasana pengiring pada sinetron yang ada di televisi. Jantungnya ikut berdetak kencang.

“Halo….” terdengar suara menyahut di seberang sana.

“Halo selamat siang, dengan keluarga dari saudari Putri Amelia?”

“Ya benar. Saya ayahnya. Ada apa, ya?” jawab orang itu.

“Saya dari kepolisian, Pak. Saya mau mengabarkan bahwa telah terjadi sesuatu pada anak anda yang bernama Putri Amelia. Bapak bisa datang ke kantor polisi sekarang?”

“Ada apa dengan anak saya?” tanya orang tersebut dengan nada suara yang sangat cemas.

“Nanti akan kita bicarakan di kantor, Pak. Untuk saat ini Bapak tolong segera datang ke kantor ya, Pak?” pinta Satria.

“Baik, Pak. Saya akan segera ke sana.”

Suara telepon di putus. Satria kembali menghembuskan napas panjang. Tangannnya sedikit gemetar. Ia menundukkan kepalanya. Berusaha menenangkan hati yang terasa sangat sakit dan ‘semberawut’.

“Ada apa lagi?” tanya Pak Brata.

“Aku tidak bisa membayangkan bagaimana perasaan orangtuanya saat mengetahui anaknya telah meninggal dengan cara yang sangat keji.”

Pak Brata diam.

“Ini benar-benar sesuatu yang sangat berat.”

“Tenanglah. Kalau kau tidak tenang, bagaimana mungkin kau bisa melaksanakan tugasmu? Ingat! Kau adalah seorang polisi. Kau harus kuat daripada orang lain. Sehingga keluarga korban tidak merasa terpuruk. Jika kau seperti ini, bagaimana mungkin kau bisa menyelesaikan kasus ini. Jangan lupa! Kita sebagai polisi harus lebih tegar. Agar masyarakat tidak merasa ragu menggantungkan kepercayaan mereka kepada kita. Kau paham?”

Saat ini giliran Satria yang terdiam. Tidak ada satu pun kesalahan yang dikatakan oleh Pak Brata. Semua yang dikatakannya adalah benar. Yang membuat Satria terkejut adalah kata-kata motivasi tersebut keluar dari mulut Pak Brata! Orang yang gampang marah jika terjadi sesuatu. Sangat suka bercanda. Tidak bijaksana. Mari kita koreksi, kurang bijaksana. Bagaimanapun ia adalah orang yang lebih tua dari Satria. Ia tidak boleh begitu ‘blak-blakan’ dalam menilai orang yang lebih tua. Tidak sopan. Tapi tetap saja, ini adalah Pak Brata! Sungguh sesuatu yang sangat luar biasa.

“Aku tidak tahu bagaimana menyampaikannya nanti secara langsung pada keluarga korban.” keluh Satria.

“Aku yang akan menyampaikannya.”

Lihat selengkapnya