BRAK!!!
Suara keras itu berasal dari tubuh seorang lelaki. Tubuhnya menimpa kotak kayu yang sudah mulai lapuk. Kotak itu patah saat menghantam tubuhnya. Waktu sudah sangat larut. Tiba-tiba sebuah tangan kembali menarik kerah bajunya. Cengkeramannya sangat kuat sehingga ia tidak bisa menepis serangan itu.
“Aku tidak berniat membunuhmu.” ucap penyerang. Ia adalah seorang lelaki yang memakai pakaian serba putih. Pakaiannya kini kotor terkena debu yang berasal dari tempat itu. Banyak sekali barang-barang usang yang sepertinya sudah lama tidak terpakai.
Ia meringis kesakitan. Tubuhnya terhempas sangat kuat. Ia mencoba untuk bertahan dan menahan rasa sakit dengan wajah datarnya. Tempat itu hanya memiliki satu lampu sebagai penerang. Cahayanya juga tidak begitu terang. Beberapa barang di tutupi dengan kain. Persis seperti gudang. Debu yang begitu tebal menandakan tempat itu sudah lama tidak di sentuh oleh siapa pun.
“Sakit?” tanya si penyerang. “Kau membunuh seseorang dan sekarang merasakan sakir?” ia mengeluarkan suara tawa yang di tahan. Tatapan matanya sangat tajam. Tidak ada ketakutan di dalamnya. Sementara tangan kanannya menepuk-nepuk pipi kiri lelaki itu. “Kalau kau tidak punya keyakinan dan keberanian, jangan coba-coba meniruku. Apa kau pikir dengan kau membawa kotak itu, aku akan dengan senang hati menerimanya?” ia kembali mengeluarkan suara yang sangat mengerikan. “Aku tidak butuh sampah!” ia mendorong tubuh lelaki itu. Lalu berjalan mendekati jendela.
“Dia seseorang yang sangat baik! Dia selalu memberikanku bonus setiap kali membeli sayuran di tokonya.”
“Apa karena itu kau membunuhnya?”
Lelaki itu diam.
“Bukankah semua penjual seperti itu? Mereka akan ramah kepada semua pembelinya.” ia tersenyum sinis, “Bonus katamu? Jika ia tidak pernah memberikanmu bonus, apakah kau akan terus membeli ditempatnya?”
Lelaki itu masih diam.
“Kita memang sedarah. Tapi kita tidak satu pemikiran. Kau boleh pergi.” ucapnya.
Lelaki itu berusaha untuk berdiri tegak. Ia memegang tangan kirinya. Wajahnya meringis. Terlihat jelas ia sedang menahan rasa sakit. Wajar saja, bahunya terbentur sangat keras tadi.
“Orangtua yang kau bunuh itu, memiliki wanita simpanan. Ia sudah mengkhianati istrinya begitu lama. Ia juga memiliki seorang putri dari wanita simpanannya itu. Saat ini putrinya mungkin sudah kelas tiga SMP. Dia bukan orang baik seperti yang kau duga. Darimana aku tahu? Bukankah yang menyuruhmu membeli sayuran untuk kebutuhan kita di tempat itu adalah aku?” ia tertawa sinis. “Kau benar-benar lucu.”
Setelah abangnya berhenti berbicara, ia mulai melangkahkan kaki lagi.
“Kau belum menjawab pertanyaanku. Kenapa kau membunuhnya? Jangan coba-coba membohongiku.”
“Setelah selesai mengantarkan gadis itu ke tempat yang Abang perintahkan. Aku pergi ke toko itu untuk membeli sayuran. Dan saat ia membantuku membawa beberapa sayuran ke mobil, ia tidak sengaja membuka kotak yang ada di dalam mobil. Awalnya ia mengira itu adalah jantung hewan. Tapi aku tidak begitu yakin.”
“Ternyata begitu.”
Ia kembali menunggu abangnya berbicara. Namun setelah beberapa menit ia berdiri mematung, abangnya tidak mengatakan apa pun lagi. Lalu ia melangkahkan kaki untuk pergi.
“Jangan lupa kau bawa pergi kotak itu.” katanya lagi.
“Bagaimana….”
“Berikan saja kepada Bonbon. Dia belum makan malam hari ini.”
“Ha?”