Gosh Stalker

TF Nasution
Chapter #14

Bagian 13

Satria berjalan memasuki area pemakaman. Langkahnya sangat pelan. Pada tiap jejak langkah yang ia ambil, rasa sakit di hatinya semakin bertambah. Tempat ini seperti ruang penyiksaan. Ia tidak dapat bernapas dengan benar. Ia merasa begitu sesak. Tidak ada yang berubah dari tempat ini sejak beberapa minggu yang lalu. Sejak terakhir kali ia datang untuk mengantarkan kepergian Iren. Perpisahan bagi cinta mereka.

Walau baru sekali, namun ia masih mengingat dengan jelas makam istrinya itu. Ia tidak akan melupakannya, meski banyak makam yang baru saja bermunculan. Tertulis dengan indah di batu nisan.

IREN KUMALA SARI

Bin

HERMAN PANGESTU

Lahir: 30 Maret 1988

Wafat: 15 April 2020

Makam Iren sangat bersih dan rapi. Ia ingat dengan jelas, sebelum pulang ia menjumpai penjaga makam dan memintanya untuk merawat makam istrinya dengan baik. Hatinya merasa lega melihat hasil kerja penjaga makam tersebut. Ia meletakkan seikat bunga mawar berwarna merah muda di dekat batu nisan Iren. Lalu bunga berwarna putih yang ada di makam Iren, menarik perhatiannya. Bunga itu sudah sedikit layu. Sepertinya kemarin ada orang datang mengunjungi Iren. Tapi siapa? Apakah Bima? Entahlah.

Ia memandang batu nisan itu dengan tatapan sedih. Ia sedang berusaha untuk bertahan saat ini. Bertahan dari segala duka yang sedang ia rasakan. Berjuang untuk tetap tersenyum agar Iren merasa baik-baik saja di sana. Satria memejamkan matanya. Menengadahkan tangan seraya berdoa pada sang pencipta. Hanya ini yang dapat ia lakukan sekarang. Segalanya ia serahkan kepada Tuhan agar ia menjaga Iren di sisi-Nya. Memberikan segala kemudahan dan menempatkannya di tempat paling indah.

Satria kembali membuka matanya. Tangan kanannya membelai batu nisan dengan lembut. Perpisahan yang tidak pernah ia bayangkan sebelumnya. Hati yang pernah bersatu kini berpisah untuk selamanya.

“Terimakasih sudah menjadi istriku yang paling berharga. Aku mencintaimu.” Satria mencium dengan lembut batu nisan itu. Air matanya jatuh begitu saja. Ciuman perpisahan yang sangat menyedihkan. Hati siapa pun akan teriris melihat hal tersebut. Sungguh memilukan.

Saat Satria hendak pergi, seseorang menegurnya. “Apakah anda seorang polisi?” seorang Bapak bertanya kepadanya.

“Ya. Anda….” ia baru tersadar saat menatap lekat-lekat wajah orang itu. “Orangtua dari Putri Amelia?” ia berusaha memastikan.

“Ya. Nama saya Ahmad. Saya tidak menyangka anda masih mengingat saya.”

“Pak Ahmad sedang apa di sini? Apakah Putri dimakamkan di sini?”

“Ya. Pemakaman ini adalah tempat yang paling ia senangi. Karena itu Putri kami makamkan di sini. Anda sedang apa di sini?” tanya Pak Ahmad. Ia melirik makam yang baru saja Satria datangi tadi.

“Ini makam istri saya pak. Ia meninggal beberapa minggu lalu.” jelas Satria.

“Oh, begitu. Saya turut berduka.” ucap Pak Ahmad.

Pak Ahmad memerhatikan lagi makam itu. Lalu tatapan matanya berhenti pada bunga yang ada di makam itu. “Apakah anda sering datang kemari?” Pak Ahmad ragu untuk menanyakan itu.

“Tidak. Ini kali ke dua saya, Pak.” jawab Satria.

“Lalu kalau boleh tau, bunga Gladiol putih itu Anda yang bawa untuk istri anda?” tanya Pak Ahmad ragu-ragu.

Satria merasa heran dengan gelagat Pak Ahmad. Entah mengapa, ia sangat tertarik dengan bunga asing itu. Bahkan Satria tidak tahu itu bunga darimana. “Ada apa, Pak?”

“Tidak. Mungkin hanya kebetulan saja.” elak Pak Ahmad.

“Kebetulan?”

“Setiap saya datang ke makam Putri, saya selalu menemukan bunga Gladiol putih di dekat nisannya. Saya tidak tahu itu bunga dari siapa. Tapi mungkin saja dari temannya.” jelas Pak Ahmad.

“Saya juga tidak tahu itu bunga dari siapa, Pak. Mungkin saja bunga itu dari teman atau kenalan istri saya yang datang berkunjung.” jawab Satria. “Bapak sering datang berkunjung kemari? Bukankah rumah Bapak jauh dari tempat ini?”

“Saya datang berkunjung hanya seminggu sekali. Terkadang istri saya juga ikut. Tetapi tubuhnya tidak bisa terlalu lelah. Jadi hanya sesekali saja ia ikut.”

“Oh, begitu.” tiba-tiba Satria teringat akan sesuatu. “Pak, kalau boleh saya tahu, apakah Putri memiliki gelang kaki?”

Lihat selengkapnya