“Kau sedang apa?”
“Bekerja.”
“Bukankah kau mengambil cuti sebulan penuh?”
“Setelah kupikir-pikir, lebih baik aku menggunakan waktu liburku saat akhir tahun saja. Aku bisa jalan-jalan ke tempat yang kuinginkan.” Jelas Satria.
Hari ini Satria kembali menampakkan dirinya di kantor. Ia mengatakan dirinya terlalu merasa bosan berada di rumah. Jadi ia memutuskan untuk kembali bekerja dan memulai hari sibuknya seperti sedia kala. Semua orang menyambutnya dengan senyuman hangat. Semuanya, kecuali Bima. Bima memandang aneh pada diri Satria. Bima merasa ada sesuatu yang diinginkannya sehingga ia memutuskan untuk kembali bekerja secepat mungkin. Padahal rasanya baru saja Pak Tono mengumumkan kalau dirinya mengambil cuti sebulan penuh. Dan hari ini dia kembali sebelum cutinya selesai.
“Oh, begitu. Kalau begitu selamat bekerja.”
Bima pergi meninggalkan Satria. “Ayo Beni, kita pergi.”
“Tunggu dulu.” Satria menghentikan langkah Beni. “Kemarikan kunci mobilnya.” pinta Satria pada Beni.
Beni menatap wajah Bima.
“Kau mau apa?” tanya Bima.
“Biar aku saja yang menemanimu.”
“Tidak usah. Ini hari pertamamu bekerja. Lebih baik, kau mengerjakan hal yang mudah-mudah saja dulu, ya.” jawab Bima. “Ayo Beni!”
Satria memegang lengan Beni, sehingga ia tidak bisa pergi.
“Ben….” Bima berbalik. “Apa maumu?” tanya Bima.
“Aku saja yang menemanimu.” pinta Satria lagi.
“Kau memutuskan kembali bekerja, hanya untuk ikut denganku, kan?” tanya Bima.
“Tidak. Aku hanya sedang bosan saja.”
“Kalau begitu, ayo Beni kita pergi sekarang.”
Beni melangkah mendekati Bima.
“Tidak! Tidak! Tidak! Baiklah! Aku memutuskan kembali bekerja, agar aku bisa ikut denganmu. Kau puas!”
“Lalu?”
“Tolong biarkan aku ikut.” Satria meminta dengan wajah memohon.
“Baiklah.” jawab Bima. “Ben, berikan kunci mobil padanya. Biar dia yang menjadi supirku hari ini.
Beni menuruti perintah Bima dan memberikan kunci itu kepada Satria. “Apa? Supir? Hei!” Satria segera menyusul Bima yang sudah pergi meninggalkannya. Sepanjang malam ia tidak bisa tidur karena memikirkan Bima yang akan pergi ke tempat kecelakaan itu terjadi. Ia merasa ada yang di sembunyikan oleh Bima darinya. Sesuatu yang mungkin saja tentang pembunuh itu. Dengan memikirkannya saja, Satria merasa begitu sangat tertekan dan ingin mengetahui lebih. Oleh karena itu, pagi-pagi buta ia langsung menelepon Pak Tono dan mengakhiri cutinya. Dan untung saja Pak Tono mengizinkannya sehingga ia tidak harus melakukan hal gila lainnya.
*****
Hari ini Satria menjadi orang yang sangat patuh. Ia menerima semua perintah Bima dengan lapang dada. Awalnya Bima merasa risih dengan sikap Satria, namun lama-kelamaan ia malah menikmatinya. Hari ini jalanan lebih lengang dari biasanya. Mungkin karena baru saja turun hujan, sehingga banyak orang lebih memilih beraktivitas di dalam ruangan saja. Selama di perjalanan Bima dan Satria juga tidak banyak berbicara. Mereka hanya fokus menatap jalanan yang sepi.
“Apa tempatnya di sini?” tanya Satria.
“Apa kau sudah lupa tempatnya?”
“Ingatanku tidak terlalu bagus, jika aku hanya mendatangi tempat itu sekali.” jawabnya. “Kanan atau kiri?” ia bertanya kepada Bima.
“Kanan. Setelah itu lurus saja, sebentar lagi kita akan sampai.”
Hanya berselang beberapa menit, mereka sampai di depan gudang yang sudah rata dengan tanah. Pemilik bangunan itu sepertinya ingin membangun tempat itu kembali. Hal itu terlihat dari beberapa barang-barang bangunan yang sudah ada di lokasi gudang.
“Apa mereka akan membangun gudang kembali?” tanya Satria.
“Entahlah.” jawab Bima singkat.
Bima dan Satria hanya melihat situasi dari dalam mobil saja. Mereka tidak melihat satu orang pun di sana yang bisa mereka tanyai. Jalanan juga sangat sunyi. Hanya beberapa kendaraan yang lewat. Mungkin karena tempat ini jauh dari pemukiman penduduk sekitar.
“Apa kita akan berdiam diri saja di sini?”
“Kalau kita pergi ke tempat itu, juga percuma saja. Kita tidak akan menemukan apa pun di sana. Kau bisa lihat sendiri. semuanya sudah rata. Bagaimana mungkin kita dapat menemukan bukti?” jelas Bima.
“Bagaimana dengan pemilik tempat ini?”
Pertanyaan Satria menyadarkan Bima. “Kau benar. Ayo kita menemuinya?”
“Kau tahu pemilik tempat ini?”
“Aku sempat berbicara dengannya waktu itu. Kalau tidak salah ia mengatakan, rumahnya berada di ujung jalan ini.” Bima menunjuk jalanan jelek yang berada tepat di samping gudang.
“Jalanan ini?”
“Hm.”
“Aku tidak melihat rumah dari sini.” ucap Satria. Ia menatap lurus jalan yang ada di seberang. Ia hanya melihat hamparan ilalang yang sangat tinggi dan luas.
“Coba saja kita lihat dulu.”