Gosh Stalker

TF Nasution
Chapter #18

Bagian 17

Satria memarkirkan sepeda motornya di luar pagar rumah Heri. Langit sudah mulai gelap. Mobil Heri terparkir di halaman rumahnya. Ia memeriksa keadaan sekitar sebelum memutuskan untuk masuk. Namun saat ia berdiri di depan pintu masuk pagar, anjing berbulu hitam itu keluar dan menggonggong kepadanya.

Menyadari hal itu, Satria langsung mundur selangkah. “Hei! Diam!” ia mencoba menenangkan anjing yang ada dihadapannya itu. Namun semua itu percuma. Anjing itu tidak menuruti permintaannya. Beberapa saat kemudian, seseorang keluar dari dalam rumah. Seorang lelaki memakai kemeja berwarna biru muda. Matanya melihat langsung ke arah Satria. Tatapan yang sangat dingin. Sangat berbeda dengan tatapan pada waktu pertama kali mereka bertemu.

Heri berjalan mendekati pagar. Tatapan matanya tidak lepas dari Satria. Dan Satria mencoba untuk dapat bersikap normal seperti biasanya.

“Bukankah kau Satria? Polisi yang datang bersama Bima?” tanya Heri sambil tersenyum ramah.

Satria sedikit terkejut melihat perubahan mimic wajah Heri. Dalam hati ia bertanya, Sejak kapan raut wajahnya berubah?. Satria membalas senyuman Heri. “Ada yang ingin aku tanyakan kepadamu.”

Heri melihat keadaan sekitar. “Kau sendiri? Apakah itu sepeda motormu?” tanya Heri.

“Ah, ya! Itu sepeda motorku.” jawab Satria.

Heri membuka pintu pagar. “Masukkan ke dalam saja. Kita tidak tahu apa yang akan terjadi nanti jika kau membiarkannya di luar. Daerah sini sangat terkenal tidak aman. Walaupun rumahku jauh dari keramaian, bukankah itu membuatnya menjadi leluasa untuk berbuat jaha?” Heri berbicara sangat ramah.

“Ah, iya. Terimakasih.” Satria mengambil sepeda motornya dana memasukkan sepeda motor tersebut ke halam rumah Heri. Setelah itu, ia dan Heri masuk ke dalam rumah.

“Kau sudah lama berada di depan rumah?” tanya Heri begitu mereka duduk di dalam rumah.

“Tidak. Baru saja.” mata Satria melihat seluruh isi ruangan. Dekorasi rumah itu terlihat sangat tua. Bahkan sebagian besar perabotannya tampak berdebu dan kotor.

“Kau mau minum apa? Kopi? Teh? Atau minuman dingin?” tanya Heri.

“Apa saja. Aku tidak masalah.” jawab Satria.

“Baiklah. Hari ini aku sedang ingin meminum kopi. Kita minum kopi saja kalau begitu.” Heri pergi ke dapur dan meninggalkan Satria di ruangan itu sendiri.

Satria berdiri dan melihat-lihat pajangan foto-foto yang ada di dinding. Tidak ada foto heri di sana. Ia melihat foto seorang lelaki besama istri dan ke dua anak lelakinya sedang berfoto di depan rumah. rumah itu terlihat sangat indah dan bersih. Mereka tersenyum sangat lebar kecuali satu anak lelakinya. Rumah yang ada di foto itu adalah rumah yang ia sedang datangi saat ini. Sepertinya foto itu sudah sangat lama. Lalu ia beralih pada foto berikutnya. Foto selanjutnya adalah saat keluarga itu sedang liburan di sebuah kolam renang. Lelaki dan ke dua anaknya sedang berada di dalam kolam renang. Mereka tidak melihat kamera. Sehingga siapa pun akan tahu, foto itu diambil secara diam-diam. Foto berikutnya adalah foto lelaki itu berdua bersama istrinya. Mereka terlihat sangat mesra. Lelaki itu memeluk istrinya dengan senyum yang sangat manis. Sementara istrinya balik memeluknya seperti mengatakan kepada dunia bahwa lelaki itu adalah miliknya.

Setelah itu ia melihat pajangan lain, sebuah kepala kerbau terpajang di dinding. Ia melihat kepala kerbau itu dengan tatapan aneh. Karena biasanya, orang akan memajang kepala hewan buas atau langka. Seperti singa, rusa, harimau atau lain sebagainya. Di rumah ini hewan yang di pajang adalah kepala kerbau yang merupakan hewan yang sangat mudah di dapat. Sungguh selera yang sangat aneh.

Selanjutnya ia melihat sebuah pintu. Ia bertanya-tanya pintu apa itu. Karena di ruangan itu hanya ada satu pintu itu saja. Pintu kamarkah? Tapi apa benar rumah ini hanya memiliki satu kamar saja. Handphone Satria bordering. Ia langsung mengangkat panggilan tersebut. Ia mendengarkan orang yang sedang menelponnya. Ia tidak menjawab. Ia hanya diam dan mendengarkan saja.

Rasa penasaran Satria lebih besar dari pada apa pun. Satria berjalan mendekati pintu. Namun saat ia akan memegang gagang pintu, Heri sudah muncul bersama nampan berisikan dua gelas kopi panas.

“Kau sedang apa?” tanya Heri. Ia tidak lagi tersenyum. Tatapan matanya berubah menjadi dingin kembali.

“Tidak. Aku hanya penasaran saja pintu apa ini. Karena di ruangan ini tidak ada pintu lain selain pintu ini.” ucapnya.

“Itu kamarku. Kau mau lihat kamarku?” tanya Heri.

“Tidak. Terimakasih.” Satria tersenyum. Ia kembali duduk di kursi tamu. Heri mengikutinya dan meletakkan kopi di meja tepan di depan Satria.

Lihat selengkapnya