Satria merasakan rasa sakit dikepalanya. Kepalanya masih terasa sangat pusing. Ia membuka matanya secara perlahan. Pandangannya masih sedikit kabur. Namun setelah beberapa kali mengedipkannya, ia bisa melihat dengan normal kembali.
Ia tidak tahu sat ini ia sedang berada dimana. Namun ruangan ini memiliki pencahayaan yang redup. Banyak debu di sana dan sini. Di atas meja, ada beberapa peralatan yang sangat aneh. Seperti berada di ruang operasi. Ia menatap langit-langit ruangan tersebut. Ia melihat beberapa kotak kaca. Kotak kaca itu berisi air dan suatu benda yang sangat asing. Ia menyipitkan matanya agar dapat memastikan benda apa itu. Benda itu adalah jantung manusia!
Satria mencoba untuk berdiri. Tapi pada saat ia melakukannya, ia menyadari tangan dan kakinya di ikat dengan tali. Ia duduk di kursi persis seperti orang yang sedang di tawan. Ia berusaha keras mengguncang tubuhnya agar tali itu dapat telepas. Tetapi usahanya tidak menuaikan hasil. Ikatan tali itu sangat kencang. Sehingga sulit bagi dirinya untuk bisa lepas dari ikatan tersebut.
“Lepaskan aku! Lepaskan aku!” ia berteriak. Suaranya menggema di ruangan tersebut. “Hei! Lepaskan aku!” teriaknya lagi.
“Apa kau tidak bisa tenang?” sebuah suara terdengar. Itu suara Heri. Tapi orang itu tidak terlihat. Hanya suaranya saja yang dapat terdengar.
“Dimana kau? Keluar!”
“Kenapa? Kau takut?” Heri keluar dari bilik yang ada di ruangan tersebut. “Bahkan istrimu lebih pemberani dari pada dirimu.” Heri tertawa mengejek.
“Lepaskan aku!”
“Tenang saja sebentar lagi kau akan bebas. Tetapi sebelum itu, kau harus menemaniku bermain sebentar. Setelah kita selesai bermain, aku akan membebaskanmu segera. Aku akan membebaskan jiwamu, dari tubuhmu yang banyak dosa itu.” ia tertawa dengan suara yang di tahan.
Heri mendekati Satria perlahan. Satria menatap Heri dengan tatapan ngeri. Tiba-tiba ia membayangkan Iren yang diperlakukan sama oleh manusia tidak beradab yang ada dihadapannya saat ini. Seketika rasa bersalah berhasil menjadi racun dalam pikiran Satria. Kini tangan Heri telah berada di lehernya. Satria memejamkan mata.
“Ternyata kau siap mati, ya?” tanya Heri.