GOSIP SI GADIS

Dingu
Chapter #3

Juragan Tanah

Mataku menatap banyaknya hal aneh ddepan rumah, banyak sekali anak-anak dan warga desan berkumpul seolah menyambut seseeorang penting. Sebenarnya menurutku tidak terlalu penting, namun mengingat orang yang tunggu oleg merka adalah orang kaya yang berasalah dari kota lain, memebuat mereka menunggu sosok tersebut. Aku yakin, yang mereka tunggu bukanlah sosok lelaki itu tapi uang yang selalu dihamburkan oleh sosok lelaki yang akan datang melalui mobil yang selalu digantinya setiap datang ke sini. Bagi warga desaku, sehebat apapun kamu jika tidak memeiliki mobil akan terlihat orang biasa saja. Sementara jika kau memiliki mobil walaupun hanya mobil bekas, mungkin kau akan terpandang di sini. Memang di dalam pikirkannya hanya ada satu, yang penting ada mobil langsung dikatakan kaya. Namanya juga orang desa, maklumi saja apalagi desaku yang sedikit pelososkan sehingga mau kekota harus berjam-jam di perjalaan sejak sebelum subuh menjelang.

Si Gadis berdiri di sampingku dengan senyuman bahagianya, entah kenapa sejak tadi senyuman tidak berhenti seolah akan ada kabar baik datang sebentar lagi. Mungkinkah karena ini pertama kalinya dia melihat adanya perkumpulan orang-orang yang berdiri menanti dengan sekarung tas, ember dan sebagainya yang bisa diiskan uang sehingga dirinya ikut berantisipasi kali ini? Entahlah, aku tidak tau.

Bunyi kalkson berbunyi, klakson yang lebih nyaring dari sebelumnya dengan berkali-kali ditekan. Para warga turut berlari ke tepi jalan, termasuk Si Gadis kecuali aku yang lebih memilih untuk duduk diam menatap apa yang terjadi dari halaman rumahku. Seorag pria yang cukup tua, mungkin 40-an keluar dari atap mobil dengan baju putih dan emas di badannya, di sampingnya turut ada wanita yang lebih muda darinya dengan berpakaiakan batik kuning dengan tampilan Khas Jawa sambil menyebarkan uang. Para warga turut berhamburan mendapatkan uang, terlihat juga ada beberapa anak kecil menangis karena tehempitnya tubuh mereka dengan orang dewasa dengan orang tua yang hanya gemerlap dengan keuangan.

Namun diriku hanya fokus pada Si Gadis, shabatku yang hanya diam di tepi tanpa menoleh ke warga dengan mata yang berbinar menatap Pak Suripto. Yah Pak Suripto, lelaki tua yang menghamburkan uang itu sekaligus Juragan Tanah yang terkenal di desaku dengan memeiliki puluhan hektar di desaku dan beberapa desa plosokan lainnya. Kekayaanya yang banyak memebuatnya sombong, aku tau akan hal itu. Tapi aku sedikit kesal dengannya, wajahnya menyebalkan.

Tatapanku dan Pak Suripto saling menatap sebenatar, seolah sebuah kode yang belum ku ketahui, atau sudah ku ketahui namun belum ku ungkapkan? Aku juga tidak tau. Aku kembali menatap Si Gadis dan masih menatap leleaki tua itu dengan tatapan binar. Senyuman manis yang mengembang, juga turut memebuat pemuda dan leleaki hidung belang menatapnya dengan air liur yang keluar dari sampingnya.

"Mereka akan tinggal di sini," ujar Pak Toha, suami Bu Suli sekaligus RT di desaku dengan beberapa ajudannya.

Lihat selengkapnya