"Menurutmu, Tuhan itu benar-benar ada?"
"Pertanyaan macam apa itu? Di sebuah gereja?"
Sepasang laki-laki dan perempuan, yang duduk berhadap-hadapan di salah satu meja yang berada di lapo. Mereka belum terikat dalam sebuah hubungan. Entah hubungan pernikahan maupun hanya berpacaran. Bahkan, keduanya baru kenal sejak minggu lalu. Tepat di hari minggu Advent pertama. Akan tetapi, gaya mereka berdua ini seperti sudah sama-sama mengungkapkan perasaan masing-masing saja.
"Ah, sudahlah, Grey--"
"Kalau sebut namaku susah, Zia saja panggilnya, Man."
"Eh, i-iya, Zia," ujar Firman kikuk. "Y-ya, aku--kalau lagi mumet, yah, begini, suka mikir ke mana-mana. Kalau bahasa gaulnya suka overthinking."
"Kamu lucu." Greyzia tergelak.
Firman tersipu malu.
Greyzia bangkit dari tempat duduk dan menghampiri ibunya Firman Tambunan yang bertugas sebagai kasir sekaligus koki di lapo ini. Ujar Greyzia, "Tante, pesanan saya sudah selesai dibikin?"
Ibunya Firman menyerahkan kantung kresek berisi sepuluh lapet dan sayur singkong.
"Berapa, Tante?" tanya Greyzia, yang bersiap mengeluarkan uang dari dompet.
"Genapkan saja, Grace, jadi seratus ribu." jawab ibunya Greyzia, Tiur, tersenyum.
"Jadi rugi, dong. Nggak enak saya, Tante."
"Ah tak apa, Grace. Anggap saja kado Natal. Keistimewaan buat teman--eh, bestie-nya Firman." Ibu Tiur tertawa terbahak-bahak yang cukup menggelegar. Saat mengucapkan 'bestie' pun, itu terkesan sedang merundungi Greyzia dan Firman. Ibu Tiur itu seperti sedang beranggapan bahwa hubungan Greyzia dan Firman itu bukan sekadar hubungan pertemanan. Mungkin lebih mirip hubungan tanpa status atau teman-tapi-mesra. Seolah-olah pula Ibu Tiur ingin sesuatu lebih dari hubungan Firman dan Greyzia yang masih tergolong belia.
Rona wajah Greyzia memerah muda. Ia sedikit menundukkan kepalanya.
"Yang sabar sama Firman itu, Grace. Suka gitu orangnya. Suka asal kalau ngomong. Tapi, hatinya baik. Luarnya saja seram. Hatinya itu seperti si Rinto itu. Tahu Rinto Harahap, kan?" ujar Ibu Tiur, yang makin terlihat niatnya apa.
Sebetulnya Greyzia sudah mulai membaca situasinya. Hanya membaca gelagat Ibu Tiur, dan bukan gerak-gerik Firman. Di mata Greyzia, Firman itu sosok pemuda Batak yang bersahabat, berwawasan, dan, hmmm, Greyzia nyaman berada di dekat Firman. Meskipun Firman lebih tua dari dirinya.
Firman tahu ia sedang dibicarakan. Ia hanya tersenyum dan malah sok menyanyikan sebuah lagu dengan suara yang kurang begitu dibilang bagus. Lagu yang Firman nyanyikan adalah salah satu lagu yang diciptakan oleh Rinto Harahap.
"Seindah rembulan, hati yang berbunga-bunga. Seterang mentari pagi, hatiku. Seindah rembulan, di malam hari. Tersenyum seluruh tubuhku." senandung Firman.