"Selamat hari minggu, saudaraku yang terkasih. Gimana satu minggu lu?"
"Bro, itu tadi yang gue lihat, Greyzia ke arah lapo keluarga lu. Lu nggak ke sana."
"Nanti juga gue ke sana. Lagi mau menyendiri dulu gue."
"Sebetulnya alasan lu suka sama Greyzia apa?"
"Maksudnya apa?"
"Iya, gue minta maaf kalau pertanyaan gue salah dan sedikit menyinggung hati lu, Bro."
"Ah, lu ini. Yah, karena cinta, lah. Karena gue jatuh cinta sama Greyzia. Apa lagi alasannya. Lu juga buru-burulah cari pacar. Biar bisa double date kita nanti."
"Bro, lu nanya kayak gitu kayak orang yang lagi menyukai orang yang disukai sama teman lu. Jangan bilang ke gue..."
Firman menghentikan pembacaan nats kitab suci yang tadi ia baca. Ia sejenak teringat obrolan dengan Gideon, salah seorang sahabatnya sejak masih kuliah. Yang begitu ia langsung mengutarakan isi hatinya, Gideon langsung cengar-cengir dan membicarakan isu-isu yang diangkat oleh media. Terkadang Gideon menantang Firman untuk menjawab apa yang menjadi pergumulan umat Kristiani, khususnya gereja-gereja Kristen di zaman sekarang. Firman menjawabnya dengan sebisanya. Yang lalu, baru Firman sadari pula, cara membalas Gideon memang lain dari biasanya. Gideon lebih menjawabnya, "Hehe, oh gitu, yah. Bagus, bagus, gue suka pemikiran lu."
"Aneh sekali Gideon itu," desis Firman yang sedang berada di dalam kamar, coba mengingat apa yang sudah terjadi di hari minggu yang sudah berlalu.
Pandangan Firman lalu berpindah ke kitab suci dan buku renungan harian lagi. Nats hari ini rasanya cukup menyentil seorang Firman Tambunan. Sekonyong-konyong Firman merasa malu sendiri sudah mencurigai Gideon yang bukan-bukan. Andaikan benar pun, Firman yakin Gideon akan sportif. Perempuan berdarah Tionghoa, yang bernama Greyzia Gunawan, nyatanya telah memilih untuk menjadi pacar Firman. Seandainya waktu boleh diulang, dan Gideon yang menembak Greyzia, lalu Greyzia menerima, Firman akan melakukan hal serupa. Tidak lagi mengejar-ngejar perempuan yang sudah menjadi pacar orang lain.