Ganti Firman yang uring-uringan. Sebelumnya Greyzia yang gelisah tak keruan. Kali ini Firman yang khawatir. Gigi-gigi Firman bergemelutuk. Pikirannya melayang ke mana-mana. Bukannya menyimak khotbah yang masih dibawakan Eddie Tjandra, ia malah memperhatikan Greyzia yang duduk beberapa baris dari bangkunya.
Firman menghela nafas. Ia menyesali keputusannya terdahulu. Andai ia masih bisa menerima penjelasan dan kata-kata minta maaf dari Greyzia, mungkin tidak akan seperti ini. Sekarang, ia menuai apa yang ia tabur. Greyzia yang sebenarnya masih ia cintai, mendadak dingin. Tadi saja, saat ia bertemu dengan Greyzia di meja penyambut tamu, Greyzia untuk kali pertama membuang muka.
”Jangan menjadi marah karena orang yang berbuat jahat, jangan iri kepada orang fasik. Karena tidak ada masa depan bagi penjahat, pelita orang fasik akan padam. Yang diambil dari Amsal 24:19-20, yang tadi sudah kita bacakan secara bergantian. Oh iya, Saudara-Saudara, apa ada yang sedang marah? Jangan lama-lama kalau sedang marah. Rasa amarah membuat peredaran darah dalam tubuh kita menjadi kacau. Itu bisa memicu beragam penyakit mengerikan lainnya. Tidak hanya tentang penyakit, rasa amarah bisa menimbulkan masalah-masalah baru lainnya. Makanya, jangan berlarut-larut kalau sedang marah."
Sejenak Firman memperhatikan apa yang disampaikan oleh pendeta utama gereja tersebut. Ia merasa tersentil dengan apa yang disampaikan oleh Pendeta Eddie Tjandra tersebut. Ia sekonyong-konyong teringat akan rasa cemburu membabi-butanya ke Greyzia. Rasa cemburu yang akhirnya sepertinya berubah menjadi rasa amarah. Mungkin itu sudah berubah menjadi rasa dendam. Ia bahkan ingin Greyzia merasakan sakit hati yang sama, yang ia rasakan.
Astaga, jantung Firman berdegup lebih kencang. Ini ada apa yang terjadi? Mengapa laki-laki itu merangkul Greyzia? Dianggap apa Firman selama ini?
Firman lalu mengingat-ingat apa yang sudah terjadi. Ia merasa tidak pernah meminta putus. Greyzia pun, yang ia ingat, tidak pernah bilang putus. Lantas, mengapa laki-laki bernama Felix itu merangkul Greyzia Greyzia?
Sekonyong-konyong Firman teringat kata-kata Greyzia kepada Felix beberapa hari lalu, yang sudah hampir seminggu terlewati.
"Yah, kamu harus semangat, Liks. Ayo, semangat. Yuk, bisa, yuk. Aku aja bisa, masa kamu nggak?"
Sebenarnya, apa yang sedang terjadi? Apa ini alasan di balik pemblokiran kontak dan akun media sosial Firman? Bukankah pernah Firman dengar bahwa ada cara memutuskan hubungan seperti ini?
"Kenapa manusia mengalami iri hati? Yang pertama, karena kita merasa berhak mendapatkan sesuatu. Kita bahkan lupa bahwa hidup ini berdasarkan anugerah Tuhan. Kita seharusnya tidak boleh memiliki perasaan tersebut. Kita harus merasa layak. Bahkan, di saat perayaan kenaikan Tuhan Yesus Kristus. Eh, apa saudara-saudara tahu, bahwasanya hanya di negara ini, ada hari libur untuk memperingati kenaikan Tuhan Yesus Kristus? Ada amin, saudara-saudara?"
Mengalun-alun hingga otak Firman, apa yang Pendeta Eddie Tjandra sampaikan.
Firman menghela nafas dan mengusap-usap wajahnya. Kebingungan, kekalutan, kecemburuan, hingga kemarahan. Itu semua sedang menaungi hati dan pikirannya. Ingin sekali Firman menghajar laki-laki bernama Felix tersebut.
Ah, apakah doa kecil yang diucapkan Firman secara spontan dalam hatinya itu dikabulkan Tuhan?
Laki-laki bernama Felix bangkit dari bangku dan bergerak ke arah pintu keluar. Tanpa pikir panjang lagi, Firman berdiri juga. Firman mengikuti Felix, yang ternyata laki-laki itu berjalan menuju toilet pria. Firman sontak berjalan cepat dan menarik lengan Felix.