Grace

Nuel Lubis
Chapter #37

Minggu Kedelapan setelah Trinitatis: Kembali di Depan Monitor Lagi

Lama juga Firman berpikir. Hampir seminggu ia akhirnya memutuskan untuk kembali menulis. Beberapa jam sebelumnya, ia tidak tidur. Ia baru tidur di sekitar jam dua subuh. Itu pun hanya sebentar. Pada pukul 04.23 , ia terbangun. Bangkit dari tempat tidur, cuci muka sebentar, dan...

...inilah dia, yang sudah di depan komputer. Sebetulnya ia tak alergi dengan benda di hadapan matanya ini. Saat masih kuliah dulu, bisa berjam-jam ia mengetik. Untuk majalah kampus, untuk mingguan gereja, bahkan, hah, Firman menghembuskan nafas selebar-lebarnya. Pernah untuk beberapa edisi, tulisan renungan di warta jemaat, ia yang menuliskannya.

Tangannya memegang kembali warta jemaat beberapa tahun yang lalu. Ia lupa ini tanggal dan tahun berapa. Bodohnya dirinya. Main gunting saja. Bagian tanggal muatnya dihilangkan begitu saja. Namun, seingat dirinya, ini saat masih kuliah. Ayah kandungnya masih hidup kala itu. Sembari sesenggukan, ia membaca tulisan renungan ciptaannya.

***

Renungan Singkat di Hari Jumat Agung

oleh: Firman Tambunan

Ingatlah bahwa Yesus Kristus menderita di atas kayu salib. Penderitaan itu terjadi demi kehidupan kita yang lebih baik lagi. Lantas, tak seharusnya kita bersukacita di atas penderitaan orang. Lagi pula, kekudusan dan kesalehan kita bertumpu sebenarnya tidak pada usaha kita. Sebagiannya malah berasal dari kasih karunia Tuhan. Tak sepatutnya kita memegahkan diri atas sesuatu yang kita terima seolah-olah kita memperoleh dengan keringat kita.

Ingatlah juga bahwa Yesus menangis ketika Ia hendak masuk ke dalam kota Yerusalem. Padahal Yesus tahu kelak masyarakat kota tersebut akan mengantarkan dirinya ke penderitaan. Akan tetapi, Yesus justru memilih tunduk kepada kehendak Allah. Lalu terjadilah. Sebuah kota yang akan hancur karena membunuh Sang Juruselamat.

Sekian tulisan renungan di hari Jumat Agung ini. Semoga kemarahan kita bisa dikuduskan sehingga kita tidak bersukacita atas kejatuhan orang lain.

Selamat Jumat Agung, Saudara-Saudari sekalian!

***

Firman bahkan masih mengingat bagaimana ia bisa menulis di warta jemaat saat itu. Salah seorang pendeta yang merekomendasikannya ke pengurus-pengurus gereja, khususnya yang mengurus warta jemaat gereja. Pendeta itu dulunya masih bertugas di gereja tersebut. Yang mana pendeta itu ternyata paman dari teman kuliahnya yang sama-sama kuliah di fakultas Hukum. Pendeta itu dulu berkata bahwa teman kuliahnya pernah menunjukkan tulisan-tulisannya di majalah kampus dan media-media lainnya. Karena itulah, si pendeta itu meminta Firman untuk membuatkan sebuah tulisan rohani. Awalnya Firman keberatan, karena faktor kepadatan jadwal. Lambat laun, Firman akhirnya menerima tawaran tersebut. Segera Firman ketikkan kata-kata yang berkecamuk di kepala. Meskipun singkat, ternyata pendeta itu menyukainya. Pendeta itu lalu mengirimkan tulisannya ke pengurus gereja yang mengurus bagian warta jemaat.

Lihat selengkapnya