Gracias Mi Amor

Lucia Isabella Ari Valdiani
Chapter #3

Bagian 1 : F.I.R.A.S.A.T [Chapter 1]

Charon kembali ke Indonesia setelah tujuh tahun enam bulan yang lalu—Charon sempat merasa putus asa yang mendalam. Di saat ia kehilangan Sharon pun banyak hal yang menimpa dia ­secara beruntun dan datang bertubi-tubi. Saat itu—yang ia hubungi adalah Vic. Ia ingin ke suatu tempat—kota Semarang. ­Mereka berangkat sekitar pukul 05.00 WIB pagi karena saat itulah ia bisa merasakan udara pagi yang segar. Vic menjemputnya di Bandara dan mereka pergi setelah Charon ­berberes diri lalu ­sudah berganti baju bersih. 

“Kak—” kata Charon.

Vic tersenyum pada Charon.

“Temani aku ke Klenteng Sam Poo Kong lalu kita ke pantai—tempat ketika aku memutuskan mengakhiriku ­hidupku.” kata Charon.

“Oke, Charon—Vic temani kamu kemanapun kamu mau. Vic ambil mobil dulu.” kata Vic.

Vic mengambil mobil Pajero Spot dan bersiap-siap ­menemani Charon. Tahun ini adalah tahun ke-8 Charon kembali ke Indonesia. Memori pahit itu hendak ia bakar di Klenteng Sam Poo Kong sebelum ke pantai Marina untuk melarung abu kertas yang berisi memori pahit yang ia alami di tahun ke-7 ia berada di Indonesia. 

Mobil Vic muncul dengan kaca terbuka. Ia menatap Charon lembut.

“Charon—masuklah.” kata Vic.

Charon masuk ke mobil. Vic membantu Charon ­memakai sabuk pengaman. Mereka tersenyum. Vic merasakan perasaan yang sulit ia katakan saat ia melihat Charon semakin mature. Vic langsung mengatur gigi persneling mobilnya dan langsung menyetir mobil.

“Charon—” kata Vic lembut.

“Iyah, kak—” jawab Charon tersipu malu. 

Mereka bercengkrama selama perjalanan mereka ­sampai tiba di kota Semarang sekitar 2 jam 50 menit karena melewati tol. Charon bernostalgia saat melihat kota Semarang. Yah—kota yang penuh kenangan setelah kota Yogyakarta—baginya.

“Kamu tahu, Charon—tujuh tahun enam bulan yang lalu—” ucap Vic.

“Saat itu kamu hampir nekat bunuh diri di pantai.” kata Vic.

“Iyah, kak Vic. Tujuh tahun enam bulan yang lalu—aku hampir mau mati tenggelam dalam keputusasaanku. Kak Vic datang di saat yang tepat—tujuh tahun enam bulan yang lalu—” kata Charon.

“Setelah ini—kamu harus bakar semua kenanganmu ya—” kata Vic.

“Baik, kak.” jawab Charon.

Mereka tiba di Klenteng Sam Poo Kong. Vic ­menemani Charon berkonsultasi dengan seorang Bio Kong. Atas saran Bio Kong, Charon harus membakar semua hal yang buruk dan melarung abunya ke Pantai Marina. Charon memutuskan untuk membakar semua kenangannya tujuh tahun enam bulan yang lalu. Itu sangat pahit. Namun ia sudah bertekad membakar semuanya menjadi abu. Ia sudah berjanji pada Vic. Charon dan Vic langsung bergegas ke Pantai Marina setelah dari Klenteng Sam Poo Kong.

Pantai Marina adalah tempat dimana Charon ­pernah ingin mengakhiri segalanya namun di saat yang sama Vic ­menolongnya dari keinginan bunuh diri. Mereka bernostalgia di tempat ini sambil membuang abu.

Semua kenangan ini—

Harus menjadi abu—

Dan hilang menjadi buih—

Tujuh tahun enam bulan yang lalu—Charon ingin melepaskan beban di pantai. Ia hanya ditemani oleh Vic untuk sebelum ia berangkat ke Amerika yang kedua kali dan dilamar Vic. Vic telah menolongnya dari keinginan bunuh diri di sana. Ia tak sanggup menahan semua beban hatinya sendirian. Ia telah kehilangan segalanya. Seluruh impian hidupnya kandas.

Tuhan—

Inikah ujian yang harus kulalui sampai saat ini?

“Tujuh tahun enam bulan yang lalu—” kata Vic.

“Aku pernah berniat bunuh diri di sini, kak. Aku ­ingat—aku sudah tidak kuat menahan segala kepahitanku ­selama ­tujuh tahun enam bulan itu. Aku tahu Semesta ­melarangku ­ untuk ­berbuat itu tapi—aku sadar bahwa kak Vic ada di sisiku ­semenjak—” jawab Charon.

Tiba-tiba ia teringat sesuatu—mereka berciuman ­pertama kali di sana. Wajahnya tersipu malu. Vic paham apa yang dipikirkan Charon.

“Vic tahu—kesalahan fatal Vic—mencuri ciuman ­pertama Charon.” katanya tersenyum.

“Kak Vic sudah menolongku dari lembah putus asa ini, kak. Aku yang terlalu bodoh untuk waktu tujuh tahun enam ­bulan ini.” kata Charon.

Charon ingat saat tujuh tahun enam bulan itu. ­Pahitnya memori itu kembali membuka luka lamanya. Ia menghela ­napas cukup lama. Ia merasakan kepedihan luar biasa di dalam ­hatinya. Vic menghampiri gadis itu.

“Maafkan Vic karena telah memberikan sesuatu ­berharga padamu, Charon. Vic tidak ingin kamu terluka ­kembali. Vic tidak suka kamu memutuskan bunuh diri di laut.” kata Vic.

Charon menyadari bahwa Vic menjadikan dirinya ­sebagai pengganti Sharon. Ia tidak mampu berpikir jauh lebih dari ini.

“Vic tahu cara Vic ke Charon mungkin salah. Tapi—maafkan Vic.” kata Vic memegang pipi Charon.

Charon menunjuk bibir Vic—berhenti sejenak. Vic ­terkejut dengan tatapan Charon yang penuh kepedihan. Ia tidak melanjutkan perkataannya kembali. Ada sebuah rasa yang aneh di dalam hatinya. 

“Terima kasih, kak Vic sudah menyadarkanku. Aku salah langkah karena sudah mencoba untuk mengakhiri hidupku di lautan ini.” kata Charon.

Vic teringat dengan ciuman pertamanya dengan ­Charon di pantai. Saat itu Charon berusaha mengakhiri hidupnya di laut. Ia menatap gadis itu dengan iba. 

“Ijinkan Vic untuk—” katanya terputus.

Hati Vic berdebar kencang. Charon menatap Vic ­dengan pasrah. Hatinya sedih. Vic berusaha menenangkan gadis itu. Ia tahu kepedihan gadis itu terlalu besar untuk ditanggung sendiri. 

“Bolehkah Vic mencium kening Charon untuk pertama dan terakhir kalinya sebelum Charon berangkat ke Amerika?” 

Charon pasrah. Sekalilagi Vic mencium gadis itu untuk terakhir kalinya. Gadis itu membalas cintanya. Vic berjanji akan melindungi gadis itu sampai maut memisahkannya dari gadis itu. Deburan ombak menjadi saksi first and last kiss mereka.

Aku berjanji akan kembali ke sini, kak Vic—

Aku akan berubah menjadi Charon yang kak Vic ­harapkan—mature dalam segala hal. Aku tahu bahwa ini ­adalah harga yang harus aku bayar.

***

Di sanalah—mereka bernostalgia tentang ­cinta pertama dan terakhir mereka. Charon melepaskan semua ­kenangannya sebelum berangkat ke Amerika. Vic menyatakan perasaannya pada Charon setelah ia menyimpan perasaannya ­selama tujuh tahun enam bulan itu. Hingga suatu ketika—­sesuatu pun terjadi tanpa mereka sadari tapi berkesan untuk mereka.

Waktu mulai menjelang sore. Vic membawa Charon ke sebuah penginapan dekat pantai. Vic memperlihatkan sebuah cincin putih kepada Charon. Charon terkejut dengan apa yang sudah Vic lakukan untuknya. Vic berlutut untuk menyampaikan perasaannya pada Charon.

“Berjanjilah pada Vic kalau kamu akan kembali ke sini menjadi sosok yang mature dan siap untuk Vic nikahi. Vic ­tidak akan memaksamu untuk berada dalam hubungan yang ­ dipaksakan.” kata Vic saat memberikan cincin itu ke jari manis Charon.

Charon diam. Entah mengapa— ia merasa ­beruntung telah bertemu oleh Vic yang sebenarnya mencintai almh. ­Sharon—saudara kembarnya.

“Berjanjilah untuk malam ini, Charon. Vic ­melamarmu di sini. Vic memang tidak bisa seperti Ian. Tapi—percayalah Vic tidak ingin kamu terluka kembali. Maukah kamu menikah ­ dengan Vic?” ucap Vic.

Charon memeluk Vic dengan erat dan linangan air mata. Ia menengadah ke langit. Vic memeluk gadis itu dengan hangat dan tulus.

Sharon—

Inikah pengganti Ian yang kamu kirimkan untukku?

“Aku berjanji, kak Vic. Aku akan kembali untukmu.” jawab Charon.

“Kamu harus menyelesaikan urusanmu dengannya ­sebelum kamu berangkat ke Amerika, Charon.” kata Vic.

Charon teringat dengan Ian—mantan kekasihnya. Ia menunduk sedih. Vic tersenyum dengan tulus. Ia meraih ­wajah gadis itu. Charon masih harus menyelesaikan ­ganjalannya ­ tentang hubungannya dengan Ian sebelum ia kembali ke ­Amerika untuk yang kedua kalinya.

“Vic akan temani Charon. Vic akan awasi dia dari jauh.” kata Vic.

Charon mengangguk—setuju. Sharon tersenyum ­melihat mereka dari jauh. Vic tahu Sharon ada di sekitar ­mereka. Sharon menghilang. Ia pergi dengan damai ke Surga. Vic ­ dapat merasakan kehadiran Sharon sesaat. Ia merelakan kepergian ­gadis pujaannya ke rumah Bapa.

Bahagiakan Vic untukku, Charon. Aku bisa pergi ­dengan tenang sekarang. Bahagiakan dia untukku, Charon. Dia akan melindungimu, belahan jiwaku. Aku bisa pergi dengan ­ tenang. Selamat tinggal, malaikat kecilku—

Bayangan Sharon menghilang. Namun Vic merasakan firasat aneh. Ia merasakan kehadiran Sharon yang terakhir—hendak pergi. Dan—sebuah tragedi—pesawat jatuh.

Charon—

Kembalilah dengan selamat—

Hatinya sedih. Namun ia rahasiakan di depan Charon. Ia takut kehilangan Charon.

***

Charon berusaha ikhlas untuk sebuah luka ­tujuh ­tahun lalu. Ia memang terluka dan hatinya hancur ­berkeping-keping. Ia tak hanya merasa kehilangan saudara ­kembarnya. Ia pun ­kehilangan segalanya. Cintanya. ­Kebahagiaannya direnggut oleh segelintir orang yang tega melukai hatinya. Hal itu terjadi tepat pada waktu tujuh tahun enam bulan lalu. Charon membuka ­ handphone dan mencari sebuah nomor tertera nama Damian Satrio atau Ian. Ia segera menghubungi mantan kekasihnya untuk bertemu di suatu tempat. Mereka berencana bertemu di taman Simpang Lima Semarang.

“Hallo?” terdengar suara di seberang sana.

“Kita bertemu di tempat dimana kita pernah jadian ­pukul 09.30 WIB, Ian.” ucap Charon singkat.

Charon menatap Vic dengan galau. Vic menggenggam tangannya untuk menenangkannya dan meyakinkannya bahwa semua baik-baik saja.

“Vic akan temani Charon. Semua akan baik-baik saja, Sayang. Masalahmu harus selesai sesuai saran Bio Kong dari Klenteng Sam Poo Kong.” ucap Vic.

Di lain tempat—rumahnya di Semarang Selatan—Ian menjalani kehidupan perkawinan yang tidak bahagia karena ­tanpa ikatan cinta. Ia tetap menunggu Charon dengan setia. ­ Menunggu pesan maupun telepon dari Charon—gadis yang ­pernah hadir di dalam hidupnya.

 Ian merasa bahagia mendengar suara Charon di ­telepon. Ia masih berharap Charon akan kembali padanya. Ia menyadari kesalahannya selama ini. Ia berniat menyelesaikan seluruh ganjalannya selama ini. Ia sadar bahwa keputusannya selama ini salah.

Charon—

Apakah kamu masih bersedia memberikan kesempatan padaku?

Rasa penyesalan itu masih menghinggapi hati Damian Satrio. 

***

Charon mencoba untuk menyelesaikan baik-baik untuk masalahnya dengan Ian. Ia masih terluka karena cintanya telah membuat hatinya hancur akibat sebuah pernikahan yang terpaksa harus dilakukan oleh Damian Satrio dengan gadis di kehidupan masa lalunya. Gadis itu yang mengaku dirinya telah hamil di luar nikah bersama Ian di depan mata Charon.

Charon menunggu Ian di sebuah taman dimana ­menjadi tempat berkesan saat mereka pernah meresmikan suatu ­hubungan di sana. Ian melihat Charon dari jauh. Ia tidak berani berharap lebih pada Charon.

“Charon—” terdengar suara seberang.

Charon menoleh. Hatinya merasakan pedih. Lidahnya terkunci.

“Kamu—” sapanya dingin.

“Iya, aku datang ke sini untuk menepati janjiku. Sesuai waktu yang kamu tentukan. Kamu baik dan sehat?” tanya Ian.

Charon memandang taman itu. Taman itu penuh ­kenangan manis dan pahit. Ia tersenyum pahit. Suara Ian terasa familiar pada saat mereka pertama kali bertemu di sana.

“Kamu tahu kenapa aku menyuruhmu datang ke sini?” tanya Charon dingin.

Ian berusaha mencerna maksud Charon. Ia ­melihat penampilan gadis itu berbeda dari Charon yang dia kenal. ­Terlihat semakin kurus dan sangat berbeda penampilannya.

“Kamu sehat?” tanya Ian khawatir.

Charon berusaha menutupi keadaan kesehatannya. Ian teringat sesuatu—

“Apakah— benar kamu ingin meninggalkanku dengan berangkat ke Amerika?” tanya Ian.

“Entahlah. Aku rasa kehadiranku di sini tidak ­diharapkan siapapun.” kata Charon.

“Lalu— apa yang ingin kamu bicarakan?” tanya Ian.

Charon berusaha menata hatinya. Ia berusaha bertahan dengan luka di hatinya.

“Kamu mau tahu kenapa aku menyuruhmu ke sini? Aku—” ucap Charon terputus.

Pertahanan dirinya hancur melihat Ian yang ­dicintainya. Ian melihat Charon yang meneteskan air mata—memeluknya dengan lembut.

“Maafkan aku, Charon. Aku banyak melukaimu.” ­sesal Ian.

Charon melepaskan pelukan Ian.

“Hubungan kita berhenti sampai sini saja.” katanya pada Ian.

Ian tidak bisa merelakan Charon pergi dari sisinya. ­Tidak mungkin. Tak mungkin Charon berpikir seperti itu. Tapi ia tak berdaya menghadapi rasa sakit ini. Air matanya mengalir deras karena sedih kehilangan gadis setulus Charon. Ia meraih gadis itu.

“Charon—” gumamnya. 

“Aku tak sanggup menghadapi ini semua. Please—­jangan pergi ke Amerika. Kumohon—aku sangat mencintaimu.” sesal Ian.

Charon menyingkirkan tangan Ian dan berbalik—tidak sanggup ketika ia berada di dalam hubungan Ian dengan Tika untuk kedua kalinya. Dan—ia tidak sanggup melukai ketulusan hati Vic.

“Apakah kamu sudah berpaling pada Vic?” tanya Ian saat ia melihat Vic dari kejauhan.

“Apakah tidak ada kesempatanku untuk kembali ke ­sisimu, Charon?” tanyanya untuk mengharapkan kesempatan Charon kembali padanya.

“Aku tahu dalam hatimu masih ada cinta untukku, ­Charon.” ungkap Ian.

Charon berusaha tegar menghadapi tudingan Ian yang menyakitkan. Memang benar ia mulai berpaling pada Vic. Ia memang mencintai Vic. Tapi ia terlibat dalam perasaannya yang lama pada Ian. Dan ia tak sanggup mengingat peristiwa dimana Ian dan Tika—

M.E.N.I.K.A.H—

Di depan mata kepalanya sendiri—

Itu menyakitkan— 

C.I.N.T.A Y.A.N.G P.A.L.S.U

“Jangan ucapkan kata itu lagi, Ian. Hatiku terasa sakit.” katanya dengan isak tangis tak bisa ditahannya.

“Kak Vic tidak ada hubungannya denganmu. Dia ada di sisiku saat aku terpuruk dan kamu pergi begitu saja.” kata Charon.

“Apakah tidak ada kesempatan kedua atau ketiga? Aku—” kata Ian. 

“Cukup.” sela Charon.

“Aku takut dengan rasa sakit ini.” kata gadis itu.

Ian melihat Vic mengawasi mereka. Ia sadar kehadiran Vic berarti bagi Charon.

“Apakah kamu sudah menjalani hubungan dengan Vic?” tanya Ian.

“Itu bukan urusanmu, Ian. Aku akan bertunangan ­dengan kak Vic. Tinggalkan aku, Ian. Ini akan semakin ­menyakitkan jika kita terus bersama? Cinta itu tidak untuk saling menyakiti. Kamu sudah mengikatkan hatimu pada Tika. Kasihan Tika kalau kamu masih berhubungan denganku, Ian.” kata Charon.

“Aku akan bercerai dengan Tika, Charon. Kirana ­bukanlah darah dagingku. Kirana adalah darah daging Alfons—mantanmu—yang pernah berhubungan dengan Tika. Aku sudah tes DNA.” ungkap Ian.

Charon merasakan kepedihan teramat dalam ketika tahu kejujuran Ian pada saat itu. Mengapa bukan tujuh ­tahun enam bulan itu dia mengatakannya sejak awal? ­Mengapa justru di saat dia hendak membuka lembaran hidup yang baru bersama Vic—Ian baru mengatakan itu semua? Vic terkejut saat tahu ­kejujuran Ian menyakitkan Charon. Namun ia ­masih ­ menahan diri membiarkan Charon dan Ian menyelesaikan ­ganjalan hubungan mereka sebelum bertunangan dan menikah.

Please—itu menyakitkan sekali, Ian. Lupakan ­ketidakjujuranmu itu sekarang. Kenapa tidak dari dulu kamu berkata jujur padaku? Kenapa baru sekarang ini di saat—aku hendak bertunangan dan menikah dengan kak Vic? Kenapa ­tidak dari dulu saat kita masih pacaran? Kenapa di saat aku ­terpuruk justru kamulah yang menghilang dari hidupku selama tujuh ­ tahun enam bulan ini, Ian? Sekarang sudah berbeda. Kak Vic ada di saat aku benar-benar terpuruk. Kami akan menikah sebentar lagi.” tegas Charon menahan isak tangis.

Hah—

Benarkah kabar itu—

Ternyata—

Charon—

Maafkan aku—

Ian merasakan pedih mendengar kabar Charon akan bertunangan dengan Vic. Ia mengerti bahwa Charon sudah ­banyak menderita karena keegoisannya sebagai cowok.

Charon—

Apakah tidak ada kesempatan kedua?

Charon diam dan memejamkan mata karena ­menahan luka yang sudah membesar di hatinya. Ia berusaha untuk ­menahan dirinya agar tidak merasakan sakit hatinya. Ingatannya tentang tujuh tahun enam bulan yang lalu tidak bisa ia hapus. 

“Please—jauhi aku mulai sekarang. Aku tidak mau menjadi orang yang disalah-salahkan lagi oleh Tika—gadis di masa lalu. Sudah cukup aku menahan semua kepedihan ­ karena orang-orang di masa laluku, Ian. Kamu sudah memilih Tika ­sebagai pasangan hidupmu. Aku sudah mengalah untuk waktu tujuh tahun enam bulan ini.” kata Charon. 

Ian tidak sanggup mendengar kenyataan pahit yang ­terlontar dari bibir Charon. Ia sadar bahwa ia telah menyakiti Charon untuk tujuh tahun enam bulan ini.

Semudah inikah—

Kamu pergi meninggalkanku untuk kedua kalinya. ­Setelah tahun lalu kamu pergi ke Amerika tanpa pamit padaku setelah kelulusanmu dan hanya meninggalkan surat yang kamu titipkan pada Pak RT. Semudah itukah kamu berpaling dariku?

“Aku tahu ini berat untukmu. Tapi lebih baik kamu lupakan aku dari sekarang, Ian. Kamu bisa mengerti keadaanku yang sekarang. Semua itu sudah menjadi masa lalu kita ­ masing-masing.” kata Charon.

Ian meneteskan air mata. Ia menangis dalam ­kepedihan hatinya. Hatinya hancur berkeping-keping. Ia tidak mengira bahwa perceraiannya adalah jalan keluar terbaik untuk kembali ke sisi Charon. Namun ia salah mengambil keputusan sejak awal Charon berniat menggagalkan pernikahannya—tapi—Charon tak mampu menggagalkannya.

“Aku akan pergi jauh dari kehidupanmu, Ian. Aku ­sudah berjanji tak akan kembali ke sini agar tidak merusak ­kebahagiaanmu dengannya. Jangan ucapkan janji atau cinta lagi. Sudah cukup.” kata Charon.

Charon meninggalkan Ian yang merasakan pedih. Ian menyesal dengan kejadian itu semua. Vic menyusul ­Charon setelah melihat penyesalan Ian. Mereka meninggalkan Ian sendirin di taman Simpang Lima Semarang. 

***

Vic bangga melihat perubahan drastis Charon yang ­sekarang ini. Charon memiliki karakter yang sangar di luar hatinya meskipun hatinya rapuh. Hal itu terbukti saat ­Charon menyelesaikan seluruh ganjalannya dengan Ian. Keputusan Charon sudah tepat—meninggalkan Ian dengan pergi menjauhi kehidupan Ian karena tidak ingin menjadi duri dalam kehidupan perkawinan mereka.

“Apa yang Charon ingin ceritakan pada Vic?” tanya Vic.

Charon mencoba mengingat moment-moment ­kenangannya selama tujuh tahun enam bulan itu. ­Charon ­berhenti di sebuah tempat dimana ia bertemu dengan Vic ­yaitu P.A.N.T.A.I. Ia pernah mencoba bunuh diri namun ­akhirnya digagalkan Vic. Gadis itu berusaha ikhlas. Ia pun harus ­merelakan gelar cum laude­­-nya kandas karena ulah Ferdy dan ­teman-temannya yang bersekongkol dengan Alfons Lettosi. Ia pun harus merelakan semuanya dengan tidak menjadi lulusan cum laude di universitas ternama yang terletak di Yogyakarta. 

“Charon—jujur semuanya pada Vic.” pinta Vic.

“Peluk aku, kak—” kata Charon.

“Jangan tinggalkan aku—” jawab Charon.

Charon memeluk Vic dengan erat. Air matanya ­menetes di bahu Vic. Vic bisa merasakannya itu semua. Ia merasakan kesedihan yang disimpan Charon sendiri.

Charon—

Vic meraih gadis itu. Ia mencoba menenangkannya. Ia mencoba menjadi pendengar setianya.

“Aku—belum bisa menerima ini semua, kak Vic.” isak tangisnya saat ia memeluk Vic erat.

Vic merasakan kembali masa lalu Charon yang kelam. Ia berusaha menemukan kembali kepingan luka hati Charon. Charon rapuh. Saat itu dia tidak membela dirinya ketika semua orang menghakimi dirinya. Vic melihat—

Charon dihakimi—

Dilecehkan—

Dihina—

Dicaci maki—

Ditendang—

Dibully—

Disakiti luar dalam—

Mental dan fisiknya dilukai—

Rasa malu berkepanjangan—

“Kenapa kamu tidak melawan mereka, Charon? Kamu berhak membela diri—” kata Vic.

Charon menangis terisak saat mengatakan itu semua pada Vic. Ia tidak mampu menghapus semua lukanya selama ini.

Sudah, kak Vic—

Itu di luar kemampuanku—

Aku tak sanggup—

Sakit rasanya—

Vic masih mencoba mencari tahu penyebab Charon menjadi sangat trauma dengan kejujurannya di masa lalu.

“Mereka bilang apa ke Charon? Biar Vic bantu ­selesaikan semua urusan Charon.” kata Vic.

“Aku dipaksa—” ucap Charon terputus.

“Menjadi wanita pelacur—” tebak Vic.

Charon mengangguk—iya—dan—tentu saja—terasa sakit mengingat itu semua.

“Mereka—menganggapku sebagai wanita pelacur dan murahan. Elang Christho adalah pemuda yang membuat aku hancur berkeping-keping. Dia mempermainkan perasaanku dengan mendekatiku guna mencari keuntungan dari situasiku yang rumit. Awal luka ini adalah dia. Dia menyebarkan gosip tidak benar. Dia bersekongkol dengan Ferdy CS—teman-teman KKN-ku, Vic. Aku bodoh karena tidak bisa membalas semua perbuatannya itu. Aku bodoh tak bisa meyakinkan semua orang bahwa aku masih murni.” isak tangis Charon dibahu Vic.

“Lalu—apalagi yang mereka lakukan padamu, ­Charon?” tanya Vic. 

“Aku dikhianati Richa—difitnah tanpa alasan yang jelas. Aku dipermainkan banyak orang yang telah kubantu. Aku dijauhi tanpa sebab. Dan ternyata—aku tidak pernah diberi ­ kesempatan untuk memberikan penjelasan pada mereka. ­Helena pun ada ketika dia butuh aku. Ketika tujuannya tercapai—­nasibku habis manis sepah dibuang, kak.” kata Charon.

“Mereka memberi stigma buruk ke kamu?” tanya Vic sambil menggenggam tangan Charon.

“Lalu apa yang sudah mereka lakukan padamu, ­Charon? Apakah mereka membuatmu trauma berat karena telah menyentuhmu?” tanya Vic.

Charon berusaha mengingat trauma itu saat ia disentuh paksa oleh Alfons Lettosi dan dilecehkan beberapa teman ­cowoknya. Air matanya menetes dan membasahi dada Vic. ­ Tepat tujuh tahun lalu—memori buruknya kembali hadir di benak ­gadis itu.

Charon—

Kamu dilecehkan banyak cowok—

Vic merasakan dendam pada Alfons. Ia tidak akan membiarkan orang-orang di masa lalu Charon itu kembali.

Charon—

Kamu jangan takut—

Tujuh tahun enam bulan—Charon pernah ­mengalami hal yang mengerikan dalam hidupnya. Berkaitan dengan ­orang-orang di masa lalunya—

Alfons—

Elang—

Richa—

Helena—

Teman-teman KKN—

Perlakuan mereka—

Yah—

Alfons telah membuat dirinya trauma. Ia ­kehilangan ­segalanya dan harga diri sebagai wanita baik-baik ­diluluhlantakkan oleh Alfons.

Mengapa trauma ini masih berdiam di dalam diriku ini?

Charon menghapus air matanya saat dipeluk Vic. Vic mengerti seluruh luka yang dialami kekasihnya itu. Ia ­mengerti bahwa perlakuan yang diterima oleh Charon itu diluar batas kesabaran gadis itu.

***

Alfons Lettosi mendorong paksa Charon ke ­ranjang kosnya. Alfons tidak terima saat mendengar gosip ­murahan ­tentang dirinya dari semua orang di kampus yang ­ membicarakannya. Charon berteriak dan memberontak.

“Lepasin aku! Sakit!” teriak Charon.

Alfons tidak perduli. Ia bernafsu ingin merenggut ­kehormatan Charon. Ia menindih tubuh Charon. Ia sangat ­marah mendengar gosip yang tidak enak di luar sana. Air ­matanya ­menetes saat menindih tubuh Charon. Gadis itu merasakan ­kepedihan luar biasa di dalam hatinya.

“Kamu ini—" gumam Alfons menahan amarahnya.

Charon menahan isak tangis. Kedua tangannya memar dicengkeram Alfons. Ia tak mengerti mengapa Alfon berubah ­total menjadi temperamen.

“Kamu itu hanyalah kutu busuk. Sampah. Kamu ini ­pelacur. Dan selamanya akan menjadi pelacur.” bentak Alfons.

Perkataan Alfons menusuk hati Charon.

“Aku salah apa?” tanya Charon.

Alfons menatap Charon dengan penuh amarah. Ia tahu gosip buruk tentang dirinya karena gadis itu yang menyebarkan semua cerita bohong tentang dirinya. Dia tidak akan ­ membiarkan gadis itu hidup tenang.

“Aku salah apa di matamu?“ bentak Charon dengan ­tatapan tajam.

“Kenapa kamu fitnah aku di depan anak-anak?” tanya Alfons dengan nada tinggi.

Charon sakit hati dikatakan seperti itu. Ia berusaha ­memberontak. “Yunior” Alfons ditendangnya dan ia ­melepaskan diri berusaha lari keluar dari kamar kos. Alfons kesakitan ­ namun ia tak membiarkan gadis itu lepas dari cengkeramannya. Ia berhasil menangkap Charon.

PLAK—

Gadis itu ditampar hingga jatuh tersungkur. Alfons ­menatap gadis itu amarah. Ia kasar pada Charon. Gadis itu ­tidak berdaya. Alfons melumat bibir gadis itu dengan paksa. Ia merobek baju Charon. Air mata Charon menetes. 

“Aarrggg—” teriak Charon yang dibekap Alfons.

Bangsat kamu, Charon. Kamu ini hanya kutu busuk—

Kamu itu pelacur kampus. Banyak yang ingin ­menjatuhkanmu sampai kamu tidak bisa lagi bangkit untuk membanggakan dirimu, wanita bangsat—

Gadis itu kesakitan. Ia tidak bisa membela dirinya saat ia dihujani tamparan—pukulan—kekerasan fisik maupun verbal sadis dari Alfons. Ia berusaha mempertahankan ­ kehormatannya sebagai gadis baik-baik walaupun ia tahu—ia difitnah oleh ­Dimas—dengan kalimat tidak perawan. 

Alfons masih menampar Charon berulang kali. Para penghuni kos itu tidak berani menolong Charon. Pada saat yang sama—pertolongan itu datang namun sedikit terlambat.

***

Kabar Charon disekap Alfons terdengar sampai ke ­telinga Ian. Emosinya mendidih seketika. Ia meminta Yosep untuk membantunya menolong Charon. Ian dan Yosep segera menyelamatkan Charon. Mobil X-trail itu meluncur dengan ­cepat. Ian dan Yosep langsung menyelamatkan Charon di kost Alfons. Mereka mendengar kabar Charon ditarik paksa dari salah satu mahasiswa yang bertemu mereka di parkiran. Mereka keluar dari mobil dan mendengar suara teriakan Charon.

Charon—

Alfons masih memaksa Charon untuk menyerahkan keperawanannya. Ia masih melumat kasar bibir gadis itu hingga berdarah. Gadis itu pingsan kehilangan oksigen karena ­tubuhnya ditindih Alfons.

DUAAK— 

Terdengar suara pintu kamar kost di buka. Ian ­datang tepat waktu bersama Yosep—teman baik Ian yang ­memberitahu infomasi Charon dikasari dan hendak diperkosa di kost ­Alfons. Alfons kaget namun ia tak membiarkan Charon ­lepas. ­Charon pingsan. Ian melihat Charon diperlakukan kurang ajar— ­emosinya tak terkendali. Yosep menarik tangan Alfons dari ­Charon dengan penuh emosi. Ia tak tahan dengan perlakuan ­Alfons pada gadis yang dicintai Ian. Alfons langsung ­ditahannya. Pukulan keras Ian mengenai wajah Alfons hingga babak belur dan penuh darah.

“Kurang ajar kamu, Alfons!” teriak Ian menjotos ­Alfons.

“Ian— bawa Charon keluar dari sini. Ambil kain di mobil untuk menutupi tubuh Charon. Tidak baik dilihat banyak orang. Gosip murahan itu akan berlanjut nantinya. Cepat, bawa Charon pergi. Cowok bejat satu ini biar aku yang bereskan.” perintah Yosep.

Ian mengangguk—iya. Ia kembali ke kamar kos setelah mengambil dua helai kain untuk menutupi tubuh ­Charon. ­Sedangkan Alfons masih dicengkeram dan dibawa keluar dari kost oleh Yosep. Ian kembali menjotos muka Alfons ­sampai ­babak belur untuk yang kedua kalinya sebelum kembali ke ­kamar kost. Ia tidak terima melihat Charon hampir direnggut kehormatannya sebagai gadis baik-baik.  

“Maksud kamu berbuat ini apa, bejat?” teriak Yosep yang melanjutkan jotosan Ian.

“Arrrghh—” teriak Alfons kesakitan.

Ian melihat Charon dalam kondisi kancing baju ­terbuka dua buah dan bajunya robek bagian pinggang sampai kedua pergelangan tangannya memar akibat dicengkeram paksa oleh Alfons. Ian merasakan sakit hati melihat kondisi gadis itu. Charon tak sadarkan diri. Ia membenarkan baju gadis itu dan membopong gadis itu keluar dari kamar kost yang tidak layak untuk gadis seperti Charon. Ia menutup tubuh Charon dengan dua helai kain ungu yang ia simpan selama ini. 

Maafkan aku, Charon. Aku terlambat datang untuk ­menyelamatkanmu—

Yosep melihat Ian membopong Charon, ia melihat kondisi Charon mengenaskan—semakin tidak terima melihat cara Alfons yang bejat. Ia menjotos Alfons berulang kali.

“Setan kamu, Alfons! Kamu tidak punya hati! Manusia macam apa kamu?” bentak Yosep sambil menjotos Alfons.

“Yosep— cepat kita bawa Charon ke rumah sakit.” kata Ian.

“Sekalilagi kamu berbuat seperti ini pada Charon atau gadis manapun, aku akan menghabisimu!” bentak Yosep.

Ia meninggalkan Alfons dengan kondisi babak belur. Ia membuka pintu mobil X-trail Ian dan membantu Ian ­menidurkan Charon di jok tengah mobil. 

“Kamu bawa mobilku, Yosep. Biar aku di tengah agar aku bisa pangku kepala Charon.”

“Baik, Ian.” Jawab Yosep.

Yosep langsung menyetir. Mobil itu hilang dari ­pandangan Alfons. Alfons gigit jari. Namun ia dendam dan ­hendak merencanakan sesuatu lebih gila daripada itu.

***

Charon merasakan hatinya sakit saat mengingat seluruh traumanya selama tujuh tahun enam bulan. Vic paham apa yang dialami ­gadis itu. Namun Vic hanya ingin Charon bisa move on dari seluruh trauma yang ia alami. Ia dengan sabar menggali seluruh memori Charon selama ini. 

“Apalagi yang kamu ingat, Charon?” tanya Vic.

Charon berusaha mengingat tujuh tahun lalu. Ada ­sebuah rekaman adegan pasca Ian dan Yosep melepaskannya dari cengkeraman Alfons.

“Ada, kak.” ucap Charon.

“Hubunganku dengan Bunda—hancur karena laporan Alfons yang—” kata Charon.

“Kamu difitnah—mau menikam Alfons dengan ­gunting?” tanya Vic.

Charon menghapus air matanya yang mengalir deras.

“Heheee—” tawanya saat air matanya menetes karena tak sanggup ditahan seorang diri.

Vic membelai rambut gadis itu agar gadis itu tenang.

“Bisa dibayangkan rasanya jadi aku, kak—sakit—” kata Charon terbata-bata.

Vic menghapus air mata gadis itu dan berusaha ­memahami situasi tujuh tahun enam bulan lalu yang dialami gadis itu.

***

Tujuh tahun lalu ada banyak kejadian yang menimpa Charon. Ia mengalami banyak cobaan hidup yang cukup berat sampai ia harus minum obat penenang dosis ­tinggi. Ia menghadapi semuanya itu dengan seorang diri. Ia teringat saat Ian dan Yosep menyelamatkan dirinya dari cengkeraman ­Alfons. Ia berada di UGD. Ibundanya khawatir dan berada di UGD menunggu dia sadar.

“Charon—” kata Ian menyadarkan Charon.

Charon siuman. Dia shock. Diam membisu. Air ­matanya mengalir deras. Ia tak bisa berkata apa-apa. Hatinya hancur berkeping-keping.

“Kamu tak apa?” tanya Ian dengan matanya yang ­merah karena menahan air mata kepedihan.

Ibundanya ada di sana. Ia sangat kecewa di samping Ian dan Yosep. Ian dan Yosep berusaha menenangkan ­ibundanya Charon. Charon melihat air mata kepedihan ibundanya yang menahan kekecewaan. Ada rasa penyesalan luar biasa di dalam hatinya.

“Mau sampai kapan kamu sakiti hati bunda, nak? Kamu mau buat onar lagi dengan bawa gunting untuk menusuk Alfons?” tegas ibundanya, Hamidah.

Hati Charon hancur mendengar fitnah itu. Ia diam. Air mata gadis jatuh menetes. Ingatannya sempat kacau.

“Mohon maaf,tante. Kejadiannya tidak seperti itu.” sela Yosep.

Yosep segera menghampiri ibunda Charon dan ­menerangkannya panjang lebar tentang kejadian yang dialami Charon baru saja. 

“Charon disekap, tante—” kata Yosep.

“Dia dianiaya dan nyaris direnggut kehormatannya oleh Alfons—” kata Ian.

Ibu Hamidah shock.

Charon—

***

Vic tahu mengapa Charon sempat phobia ­ketemu dengan banyak orang. Dia berubah total menjadi pribadi yang aneh—yang pada akhirnya dia dijauhi tanpa sebab.

“Mereka tidak tahu—apa yang aku rasakan, kak—­mereka—” ucap Charon terputus.

Vic menghapus setiap tetesan air mata Charon yang jatuh. Ia merasakan setiap luka di masa lalu Charon.

“Mereka hanya tahu kalau aku ini—troublemaker—” kata Charon. 

“Apakah mereka tahu gosip itu?” tanya Vic.

Charon mengangguk—iya. Ia ingat tujuh tahun enam bulan itu—ia sudah sangat capek dengan situasi yang seperti itu. Hantaman badai menerpa hidupnya—membuat ia berubah total.

“Kak Vic tahu tidak—rasanya menjadi joker yang bengis harus tertawa di tengah-tengah mereka yang ­mengolok-oloknya sampai harga dirinya jatuh?” tanya Charon.

“Saat itulah—aku benar-benar terjatuh—dan berjuang sendirian tanpa siapapun yang menyupportku—” kata Charon.

Vic menyimak setiap cerita pahit Charon. Ia melihat—

Memori Charon yang kacau—

Apakah memang—

Dia dibuat gila—

Charon—

“Saat itu—aku lost memori—” ucap Charon.

Tujuh tahun enam bulan—memori Charon sempat ­kacau pasca peristiwa Alfons mau memperkosanya. Ia takut ­bertemu dengan banyak orang. Hatinya hancur ­berkeping-­keping. ­Banyak sahabatnya yang pergi menjauhinya. Charon merasa down berat. Terlebih lagi saat ia menyadari bahwa ia ­menghadapi ­masalahnya seorang diri. Ia menjadi penyendiri. Hanya sebuah catatan harian yang dia bawa. Air matanya mengalir deras saat ia menuliskan kata demi kata yang merupakan jeritan hatinya. 

Hatinya sakit setiap kali ia mengingat semua luka yang telah membekas selama tujuh tahun enam bulan itu. Ia hidup dengan bayang-bayang luka batin dan depresi berat. Ia sempat ingin mencoba mengakhiri hidupnya sendiri dengan berbagai cara.

Tapi tetap saja gagal untuk pertama kalinya.

09 September 2010

Bapa… 

Mengapa Kau biarkan aku sendiri ­menghadapi ­persoalan ini sendirian? Apa yang Kau ­inginkan, Bapa? ­Bukan ini yang menjadi kemauanku. Aku tak bisa ­bercerita pada siapapun, Bapa. 

Semua orang pergi ­meninggalkanku sendirian. ­Setiap kali aku ingat, mereka yang menusukku dari ­belakang, ­mereka yang membicarakanku tanpa alasan jelas, ­ mereka yang ­menorehkan luka di hatiku ini, aku tak sanggup ­menahan luka ini, Bapa.  

Apa yang Bapa kehendaki? Ingin aku kuat seperti batu karang? Ingin aku memaafkan mereka semua? Atau—

Aku tak sanggup, Bapa.

Sebuah lagu yang pedih karena cinta yang harus ­pergi akibat sebuah perselingkuhan yang terjadi di antara cinta ­segitiga. Kisah menyakitkan bagi Charon. Dan dia harus berjuang sendiri tanpa dukungan siapapun.

Segala cintaku yang kau jala

Membawa diriku pun percaya

Memberikan hatiku hanya kepada dirimu

Selamanya sampai kapan juga

Menjaga segala rasamu agar dirimu selalu

Merasa akan cinta kita

Apakah diriku yang bersalah

Hingga pisah di depan mata

Tetapi diriku masih tetap cinta kamu kasih

Selamanya sampai kapan jua

Menjagakan cinta kita agar tetap di tempatnya

Sehingga takkan sampai punah

Seribu ragu yang kian menyerang

Tapi diriku terlanjur sayang

Walau arah mata angin melawan

Tapi ku bertahan dan ku berjalan

Apakah diriku yang bersalah

Hingga pisah di depan mata

Tetapi diriku masih tetap cinta kamu kasih

Selamanya sampai kapan jua

Menjagakan cinta kita agar tetap di tempatnya

Sehingga takkan sampai punah

Santun berkata kaupun menanyakan

Mengapa cinta dipertahankan

Tetapi haruskah dipertanyakan

Bila kuterlanjur kuterlanjur sayang

Seribu ragu yang kian menyerang

Tapi diriku terlanjur sayang…

Charon tak mampu menahan tangisannya. ­Hatinya sakit. Ia tak mampu berteriak. Hanya buku hariannya yang ia ­peluk. Ia baru saja menerima kenyataan pahit yaitu seluruh orang memberikan stigma buruk padanya. 

Seorang Leona melabraknya dengan tanpa alasan jelas di depan Flo. Saat itu dia dipanggil oleh Leona ke lantai dua kampus depan ruangan 209. Leona mendorong Charon dengan keras dan melihat gadis itu dengan sinis.  

“Kau itu siapa? Kau itu tak punya otak!” teriak Leona.

Charon diam tak membela dirinya. Dia diam saat ­dilabrak dan dipermalukan. Dia berbalik ke kamar mandi.

“Kau itu PEMBOHONG—” teriak Leona.

“Udah, Leona—anak orang kamu perlakukan seperti itu—” kata Flo yang meminta Leona untuk berhenti menghina Charon.

“Kau itu tidak pantas kuliah di sini—” bentak Leona.

“Sudah, Leona—” tegas Flo.

Charon terluka. Ia lari ke kamar mandi. Dia menangis di dalam kamar mandi tanpa suara. Hatinya sakit—ia sendiri ­dihujani caci maki banyak orang.Ia merangkul bahunya sendiri—menyemangati dirinya sendiri. 

Lihat selengkapnya