“BAGAIMANA kalau hari ini kalian bertiga aku traktir?” Aku mengalihkan pandangan dari buku Fisikaku, lalu menatap satu per satu ketiga temanku yang duduk di samping dan belakangku.
“Wah! Ada apa, nih? Kamu ulang tahun lagi, Ken?” Roza tersenyum, lalu memandang Rini dan menghentikan kegiatannya. Jelas mereka tahu kalau ulang tahunku telah lewat dua bulan yang lalu.
Rini mengangkat alis dan bahunya bersama-sama. Meletakan pena di atas bukunya, dan berkata, “Atau kamu dapat sayembara berhadiah, ya?”
“Gua tahu ...,” kata Sam.
“Sayembara apa, Sam?” Rini penasaran sambil mendesak Sam.
“Enggak ... maksud gua, gua tahu kenapa si Kenny mau neraktir kita,” jawab Sam sambil menyengir.
“Apa?” kata Rini.
“Iya, emangnya kenapa?” tanya Roza.
Aku mengangkat tangan dan bahu. Menunggu apa yang akan diucapkan Sam sambil memperhatikan kepala Roza yang tidak diperban. Lukanya hilang, gumamku.
“Emm ....” Sam sepertinya belaga mikir. “Itu karena si Kenny memang lagi pengin saja neraktir kita. Iya kan, Ken?” Sam menyengir. Dia mendekatkan kepalan tangannya kepadaku.
“Betul banget!” kataku, lalu meninju kepalan tangan Sam. Seharusnya Rini dan Roza tahu kalau Sam tidak akan menjawab dengan serius.
“Garing, ah. Masa cuma gitu saja. Pasti ada alasannya, kan?” Roza penasaran. “Ken, kita tahu kamu itu orangnya ekspresif. Jadi, keliatan banget kalau kamu lagi senang atau lagi sedih itu.”
“Iya, atau jangan-jangan kalian berdua menyembunyikan sesuatu ya dari kita.” Rini menggembungkan pipinya dan menatapku dengan pandangan curiga. “Apa sih yang membuat kamu senang sekali hari ini?”
“Enggak ada, enggak ada yang kita sembunyiin, kok. Ya, aku senang, senang saja bisa ketemu lagi sama kalian bertiga,” jawabku sambil tersenyum semanis mungkin. “Lagian emang bisa si Sam nyembunyiin sesuatu dari kalian. Enggak usah diminta juga dia pasti langsung cerita panjang lebar kalau tahu sesuatu.”