GRAMOFON

Embart nugroho
Chapter #2

RUMAH KAKEK

Dari awal Amelia memang tidak mau diajak pindah ke rumah kakek. Ia sangat takut dengan rumah itu. Rumah lama yang konon bekas rumah Belanda. Apalagi kakek suka mengumpulkan benda-benda antik yang usianya melebihi kakek, itu yang membuat Amelia takut. Dulu sejak usianya sepuluh tahun, ia melihat perempuan tua yang menakutkan di ruang bawah tanah. Perempuan berambut pirang awut-awutan. Kulitnya pucat dan kelopak matanya berwarna hitam. Dari lehernya keluar darah merah kehitaman.

Mama ngajak pindah setelah kepergian papa yang mendadak. Papa kena serangan jantung dan mama tidak punya pegangan hidup. Peninggalan papa juga tidak banyak, hanya beberapa deposito di bank. Selebihnya, mama harus membayar tagihan-tagihan papa. Cicilan mobil, rumah dan hutang-hutang bank lainnya.

Amelia mengepak semua barang-barangnya dan memasukkan baju-bajunya ke dalam koper besar. Mama mendadak saja mengajak pindah ke Medan. Amelia kontan saja ngedumel kesal. Amelia sedikit berontak ketika itu. Amelia bakal kehilangan sahabat-sahabat terbaiknya di Jakarta. Mau tidak mau Amelia juga harus ikut pindah sekolah.

‘Ugh, bete banget deh.‘ keluh Amelia kecil.

“Amelia, kamu sudah selesai belum?“ David tiba-tiba saja mengejutkan Amelia, adiknya. Amelia menoleh dengan kesal.

“Sedikit lagi, Kak,“ sahut Amelia dengan bibir manyun. David menghampiri adik perempuan satu-satunya itu.

“Kamu kenapa sih, bawaanya bete gitu?“

“Gimana nggak bete sih, Kak? Kalau kita pindah ke Medan itu sama saja kita pindah ke planet asing. Belum lagi Amelia harus beradaptasi dengan lingkungan, teman baru dan orang-orang baru. Terus, tempat hiburan di sana apa ada seperti di sini?“

“Sudahlah, Mel. Mungkin mama bosan tinggal di kota yang sumpek ini. Lagi pula sejak papa meninggal, mama kewalahan mengurus keperluan kita. Mama gak mau mengingat kenangan lama. Kamu kan belum tahu kota Medan gimana? Kata temen kakak Medan juga asyik,“

“Huh, Kak David sama aja,“ Amelia manyun dan terus merapikan pakaiannya.

“Kamu sudah selesai, Mel?“ Tiba-tiba saja mama nyelonong masuk. Mama memperhatikan barang-barang Amelia yang masih berantakan.

“Loh kok belum selesai juga sih, Amelia? Cepat dong dibenahi barang-barangnya. Nanti keburu malam,“

“Iya deh, Ma. Sebentar lagi juga selesai,“ jawab Amelia malas.

“Ya sudah, mama tunggu di depan ya,“ kata mama seraya berlalu dari kamar Amelia. Amelia mengangguk tidak semangat.

“Biar kakak bantu ya, Mel,“ tawar David kemudian.

“Nggak usah deh, Kak. Amelia bisa sendiri kok,“ tepis Amelia cepat.

“Tapi barang kamu masih banyak yang belum dipak, Mel,“

“Iya, tapi Amelia bisa sendiri. Lagian barang-barang Amelia banyak yang gampang pecah. Kak David nggak tahu, ntar pecah semua,”

“Okey deh, kalau begitu kakak tunggu di bawah. Cepat ya,“

“He-em.“ Amelia mengangguk. David beringsut dari kamar Amelia dan berlalu keluar. Dengan malas Amelia kembali mengepak barang-barangnya. Memasukan satu per-satu semua perlengkapannya. Setelah selesai Amelia keluar kamarnya dengan langkah malas. Meninting koper besarnya dan beberapa box kecil. Di depan, mama dan Rangga sudah menunggu lama sekali. Rangga, adik lelaki Amelia.

Setelah Amelia masuk ke dalam mobil, mobil pun melaju menuju Bandara International Soekarno-Hatta Jakarta.

Lihat selengkapnya