Amelia merapikan tempat tidurnya. Tubuhnya lemas. Rasa malas menyergap pagi itu. Ia beranjak menghampiri daun jendela. Matanya tertujuh pada halaman depan. Mawar merah mereka. Krokot kuning tumbuh subur di sisi taman. Amelia menyampirkan gorden coklat muda bercorak bunga-bunga. Sinar matahari berebutan masuk di kamar. Mama masuk ke kamar Amelia.
”Bagaimana keadaanmu, Sayang?” tanya mama sambil menempelkan telapak tangan ke kening Amelia.
”Amelia baik-baik saja, Ma,”
Mama tersenyum tipis. ”Kenapa kamu tidur di dekat jendela?”
Amelia bingung. ”Hmm...” Amelia berusaha mengingat kejadian tadi malam. ”Amelia ngantuk berat, Ma. Jadi gak tahu kalau tertidur di dekat jendela,”
”Gimana tidurmu? Nyenyak? Pasti kamu mimpi indah, iya kan?” Mama terus saja nyerocos. Tangannya dengan gesit memberesi tempat tidur Amelia yang berantakan. Amelia beranjak. Ia menuju jendela. Memperhatikan halaman. Ia teringat, malam tadi melihat sosok laki-laki di ruang tengah. Laki-laki dengan kepala terputus dari lehernya.
”Amelia mau balik aja ke Jakarta, Ma ...” ujar Amelia.
Mama menghentikan kegiatannya. ”Kamu jangan begitu dong, Sayang. Kita sudah tidak punya apa-apa lagi di Jakarta. Rumah papamu juga sudah disita Bank,” Mama meletakkan sapu lidi di sisi tempat tidur.
”Amelia mau tinggal sama oma aja,” Amelia cembetut. Ia beranjak dari sisi jendela. Duduk di sisi tempat tidur.
Mama menghela berat. ”Amelia ... tolong dong mengerti perasaan mama. Ini juga rumah kakekmu.”
”Tapi Amelia takut, Ma. Amelia tidak merasa nyaman. Rumah ini menakutkan. Angker, ma,”
”Mel ... itu karena kamu masih baru berada di rumah ini. Tunggu beberapa minggu lagi, kamu pasti merasa nyaman dan betah tinggal disini,”
”Sama saja, Ma. Apa mama tahu rumah ini dulunya rumah siapa? Bekas tempat apa? Asal-usulnya bagaimana?”
”Kamu ini bagaimana sih, Amelia? Ini kan rumah kakek mu?”
”Sebelumnya juga mama tidak tahu kan ini rumah siapa?”
”Sudahlah ... Jangan dipermasalahkan. Mama tidak perduli ini dulunya rumah siapa. Sekarang kan sudah menjadi rumah kita,”
”Tapi, Ma. Rumah kita itu aneh, mengerikan ...”
Mama mengerutkan kening. ”Mengerikan bagaimana? Kamu ini ada-ada aja deh,”
”Ma ... tadi malam Amelia melihat sosok menakutkan!” tegas Amelia.
”Sudahlah ... Mama tidak mau dengar cerita konyolmu itu. Itu hanya halusinasimu saja. Sekarang kamu mandi. Mama sudah menyiapkan sarapan spesial buat kamu. Jangan biarkan nenek, adik dan kakakmu menunggu terlalu lama,” Mama beranjak meninggalkan Amelia di kamarnya.
”Ugh ... kenapa sih mama tidak pernah mau percaya dengan ceritaku.” Amelia mengeluh kesal, lalu beranjak ke kamar mandi.
###
Amelia keluar dari kamar. Menutup pintu rapat-rapat. Tiba-tiba saja bulu kuduknya meremang. Tengkuknya membesar. Bayangan hitam di belakangnya berdiri tegak. Amelia tidak bisa bergerak. Keringat mengucur di keningnya. Degup jantungnya mulai tidak teratur. Bola matanya bergerak ke kanan. Cepat ia membalikkan badan. Melihat sosok di belakangnya. Sosok itu menghilang.
“Huhh ....” Amelia mendengus lega. Ia mengatur detak jantungnya, lalu beranjak menuruni anak tangga.
“Kamu kenapa, Sayang? Wajahmu kok pucat?” tanya mama heran.
Amelia duduk di kursi. “Hmm... gak apa-apa kok, Ma,”
“Kamu baik-baik saja kan?”