GRAMOFON

Embart nugroho
Chapter #7

MAMA MENDENGAR SUARA GRAMOFON

Tiba-tiba suara dari gramofon kembali membahana di ruang tengah. Mama terbangun karena suara itu. Mama melihat nenek yang masih terlelap di sampingnya. Kemudian mama turun dari tempat tidur dan keluar dari kamar.

Suara gramofon terdengar membahana di ruang tengah. Mama mengerutkan dahinya dan melangkah menuju ruang tengah. Lampu di ruang tamu tampak remang-remang. Begitu juga di ruang tengah. Mama mempertajam pendengarannya dan benar saja itu suara gramofon di ruang tengah.

Mama mengawasi ruangan-ruangan yang gelap. Kemudian mama berjalan menuju ruang tengah melalui koridor. Mama merasakan seperti ada sesuatu yang mengawasinya. Sesampainya di ruang tengah mama mengamati ruangan itu sambil bergidik. Ada sosok laki-laki duduk di dekat gramofon menghadap jendela. Mama mengucek matanya beberapa kali dan memastikan siap laki-laki itu. Sementara suara dari gramofon membuat mama meriinding. Lagu yang keluar dari sana berbahasa Belanda. Mama melihat laki-laki itu dari punggungnya. Punggung itu seperti punggung kakek, namun rambutnya berwana pirang. Mama mengelus lengannya yang merinding. Laki-laki itu berdiri dan tiba-tiba saja kepalanya jadi menggelinding di lantai. Darah merah kehitaman mengalir derah membuat mama ketakutan dan menjerit.

“Arghhkkk …” Jerit mama ketakutan. Buru-buru mama berlari menuju kamar. Mama melewai beberapa koridor yang gelap. Tangan-tangan pucat keluar dari dinding. Mama beberapa kali menjerit ketakutan dan terus berlari. Mama masuk kamar dan segera menutup pintu. Mama melihat nenek yang masih meringkuk di tempat tidur.

“Bu, bangun.” Pekik mama masih gemetaran. Nenek tidak bangun dan mama berusaha membangunkan lagi, namun mama terkejut ketika nenek menegurnya dari pintu kamar.

“Kamu dari mana aja toh? Ibu cariin dari tadi,”

Mama terkejut dan reflek menoleh ke arah pintu. Mama melihat nenek di pintu, kemudian melihat tempat tidur. Nenek tidak ada di tempat tidur. Mama terkejut.

“Saya dari dapur, Bu. Tadi saya kehausan ...”

Nenek menghampiri mama dan naik ke tempat tidur. “Masih tengah malam, sebaiknya kita tidur,” kata nenek lagi. Mama menganggu dan membaringkan tubuhnya takut-takut. Mama memperhatikan tubuh nenek dari belakang. Takut kalau itu bukan nenek. Akhirnya mama tertidur.

 

###

Mama membuka jendela kamar dan menyampirkan gordennya ke sisi jendela. Cahaya matahari masuk melalui celah-celah jendela dengan lembut. Mama terkejut ketika melihat seorang bocah perempuan berdiri di sudut gerbang dengan posisi membelakangi rumah mereka. Seorang bocah perempuan memakai baju putih berenda dan sepatu pantofel. Rambutnya berwarna putih kekuningan. Mama mengerutkan kening, kemudian mengedipkan matanya sejenak. Gadis kecil itu pun menghilang entah kemana. Mama kembali mengerutkan dahinya dan mengucek matanya beberapa kali. Gadis kecil di gerbang memang sudah tidak ada.

Mama mengikat rambutnya dan membuat gulungan di belakang. Mama merapikan tempat tidur dengan sapu lidi, kemudian melipat selimut dan merapikan bantal. Setelah itu mama mengambil sapu dan membersihkan lantai kamar. Lagi-lagi mama terkejut ketika menemukan helai-helai rambut yang panjang keabuan. Mama teringat dengan apa yang dilihatnya malam itu. Mama tidak tahu apakah itu nyata atau hanya halusinasi mama saja dan rambut yang selalu ditemukan mama?

Mama mengumpulkan helai-helai rambut itu dan meletakkan rambut itu pada sebuah wadah di dalam lemari. Sejenak mama melihat rambut-rambut itu sambil mengerutkan keningnya. Rambut itu membuat mama bergidik. Rambut itu sudah hampir seikatan kecil. Mama menyimpan rambut itu di dalam laci lemari baju.

Setelah merapikan tempat tidur mama menuju ke kamar mandi dan membasuh wajahnya. Mama memperhatikan wajahnya dengan lekat dan mama terkejut ketika mendapati ada bekas merah di lehernya. Terlihat samar namun bekas itu membuat mama merinding. Bekas tangan yang seperti mencekik leher mama.

Mama buru-buru membasuh wajahnya dan keluar dari kamar mandi. Mama menemui nenek di dapur sambil menutupi lehernya dengan tangan kiri.

“Bu...” Sapa mama ragu.

Nenek menoleh dan melihat mama.

“Bagaimana tidurmu? Nyenyak?”

Mama tidak menjawab. Mama yakin nenek nggak akan percaya dengan cerita mama, kalau ada kejadian aneh tadi malam. Dan bekas tangan di leher mama itu? Mama mengurungkan niatnya untuk memberi tahu nenek.

“Lumayan, Bu,” kata mama.

Mama menuang air panas ke dalam mug dan memasukan beberapa sendok gula ke dalam teh nenek.

“Ini teh nya, Bu,” ucap mama sambil meletakkan mug di atas meja kecil.

Mama duduk di samping nenek sambil ikut menikmati suasana pagi kota.

Lihat selengkapnya