Andin menatap serius pada layar laptop yang menampilkan halaman kerja word putih bersih, masih sama seperti satu jam lalu. Gadis berusia dua puluh tiga tahun itu akhirnya menghela nafas panjang. Dia memijit pelipis yang mulai berdenyut.
Sekarang hampir jam sepuluh malam. Suara musik sayup-sayup terdengar dari kamar kakaknya yang juga terletak di lantai dua. Sepertinya sang kakak sedang sangat bersemangat membuat musik. Tak seperti kakaknya, Andin justru merasa tak berdaya untuk melanjutkan pekerjannya menulis cerita. Kegiatan yang dulu dia lakukan untuk mengilangkan stress, akhir-akhir ini malah bereaksi sebaliknya. Andin mulai menyesal kenapa memulai ide Juliana. Lihat saja sekarang. Kepala Andin mulai sakit pertanda lelah diajak berfikir merangkai kata.
Dia menutup laptop lalu membaringkan tubuh di atas ranjang. Gadis mungil itu mencoba memejamkan mata. Dia memposisikan diri serileks mungkin, tapi beberapa menit kemudian tak tahan untuk membuka mata lagi. Badannya terasa lelah, tapi tidak bisa diajak tidur. Lagi-lagi insomnia.
Cukup lama dia terbaring, sampai suara dari kamar kakaknya berhenti. Sepertinya Satya sudah selesai rekaman. Gadis itu bangun, lalu mendudukan diri. Dia merenung sejenak. Sepertinya, dia menjadi seperti ini bahkan sebelum melakukan ide Juliana. Dia ingat sekarang. Entah kenapa dia jadi lebih sering terkena insomnia sejak mulai menulis cerita tentang seorang pemuda bergigi kelinci. Pemuda yang namanya masih terlintas di fikirannya, meski dia tak ingin.
*
6 bulan yang lalu
"Cerita lo bagus kok. Kenapa nggak dipublish aja?"saran Juliana, setelah membaca salah satu cerpen Andin.
Saat itu mereka berdua sedang nongkrong di kafe dekat kampus teknik. Juliana ke cafe itu dengan tujuan membidik cowok teknik. Dia ditemani Andin yang lebih suka menghabiskan waktu dengan menulis cerita di laptop. Karena bosan tak ada cowok ganteng yang datang, Juliana iseng membaca tulisan Andin.
"Kayaknya masih jelek deh kalau buat dicetak."Andin menggigit bibir bawahnya. Sejak kecil Andin suka menulis, tapi karena terlalu pesimistis belum ada tulisan yang berani dia publikasi apalagi dikirim ke redaksi.
"Kalau dicetak masih belum bisa, dipublis di internet aja. Di blog atau aplikasi yang buat upload cerita kan lumanyan tuh, bisa terkenal kalau banyak yang ikut baca."usul Juliana bersemangat.
Andin menggeleng. "Tapi gue malu. Cerita gue masih jelek banget."tolaknya.
"Udah nggak papa. Sini coba gue bantuin kirim ke salah satu aplikasi tapi daftarnya pakai nama samaran. Jadi pembaca lu nggak akan tahu kalau lu itu elu."Jualiana menarik laptop Andin ke depannya dan mulai sibuk mengetik.
Andin merasa ide itu tak terlalu buruk. Dia membiarkan Juliana sibuk dengan laptopnya. Beberapa saat kemudian akun sudah selesai dibuat dengan nama pena Gray_rabbit. Kenapa nama itu? Tak ada alasan khusus. Setelah akun selesai dibuat, Andin kembali ragu cerita apa yang harus dia posting.
"Udah cerita yang Spring aja"Juliana menunjuk salah satu file di folder novel. Ada sekitar 5 file di folder itu.
"Nggak ah, ini terlalu khayal."tolak Andin segera.
"Kalau yang 5 days Escape?"usul Juliana lagi.