Untuk beberapa detik mereka semua mematung dengan mata membelalak lebar. Untuk barang sejenak kaki mereka seolah terpaku tak dapat bergerak, melihat pemandangan ganjil yang sempat membisukan suasana.
Adam, siswa yang duduk di barisan belakang menjadi sorotan semua anak di kelas. Anak kurus berambut cepak itu kini terbujur di lantai dengan sebilah pisau hitam menembus jantungnya. Darah warna merah kental yang meluber itu menodai seragam putihnya.
Teriakan para siswi pun melengking. Ketakutan hebat menjalar ke dalam dada setiap siswa.
Sebuah pemandangan mengerikan di kelas membuat bulu kuduk mereka berdiri berkibar. Tak pernah sekalipun terbersit dalam pikiran mereka bahwa akan ada seorang siswa yang tertusuk pisau di dadanya.
“Astagaa! Adaam!!”
“Hei, ini kenapa!? Kenapa Adam ketusuk pisau!?” Pak Woko terperanjat.
Anak-anak sekelas terus ribut. Kepanikan yang terjadi sekarang ini jauh melebihi di saat gempa tadi. Peristiwa yang mengundang banyak tanya di setiap benak orang-orang.
Salah seorang yang melihat dengan jelas kejadian itu adalah Zaka, teman sebangku Adam. Kaki Zaka gemetar, ia berbicara terbata, “Sa-saya hanya melihat d-dia menusukkan pisau ke tu-tubuhnya sendiri!”
“Dia nusuk sendiri? Maksudnya bunuh diri? Apa sih maksudnya gue nggak ngerti!”
“Le-lebih baik kita semua tolongin Adam!” seru Zaka mengusulkan. “Kita bawa langsung ke rumah sakit!”
Bukannya mereka semua tidak mau menolong, namun rata-rata semuanya belum bisa mencerna situasi yang terjadi. Gemetar, gagu, takut, dan menangis, membuat mereka gagap dalam mengambil keputusan.
“Pak, gi-gimana sekarang?” salah seorang bertanya pada Pak Woko.
Namun, keanehan lain terjadi. Sosok Pak Woko telah lenyap.
“Lho, Pak Woko kemana?” tanya Elina yang duduk di bangku paling depan, dia yang paling jelas melihat gurunya tiba-tiba lenyap. “Ba-barusan ada di depan gue ….”
“Pak Woko k-kemana?”
“Tadi ada di sini ….”
Semua perhatian hanya tertuju pada Adam, ketika Pak Woko hilang dari pandangan tak ada satupun yang menyadari. Hilangnya guru Biologi itu menambah kebingungan mereka. Terlalu banyak kejadian aneh yang tidak mereka mengerti. mulai dari gempa, pintu terkunci rapat, salah seorang siswa tertusuk pisau, dan yang terakhir hilangnya Pak Woko dari dalam kelas.
Keadaan ini sama sekali tidak bisa dijelaskan dengan nalar dan logika. Di saat suara murid-murid semakin gaduh, terdengar suara yang bagaikan retakan langit—keras membahana. Spontan semuanya menutup kuping saking tidak kuatnya mendengar suara gemuruh itu, suara yang cukup menyakitkan telinga.
Bunyi itu pun menghilang bersamaan dengan munculnya deretan tulisan digital di papan tulis. Tulisan itu tidak sungguh menempel, melainkan sedikit berjarak, dan mengambang di udara.
SELAMAT!!!
Sekolah ini terpilih untuk bermain survival game. Sayangnya, yang boleh berpartisipasi hanya seluruh siswa di sekolah ini. Silahkan para guru menyingkir lebih dulu.
Semua anak terheran-heran dan mau tak mau membaca tulisan digital berwarna merah di papan tulis. Masih dalam kebingungan, tapi setidaknya tulisan itu menjelaskan mengapa Pak Woko tiba-tiba menghilang.
“I-itu tulisan maksudnya apa, Ra,” raut muka Niar makin ketakutan.
Hara hanya menggeleng pelan. Keadaan yang kacau ini perlahan menyusup ke dalam alam sadar anak-anak bahwa mereka sedang dihadapkan pada sesuatu yang mengerikan. Sesuatu dari dimensi yang berbeda―abstrak dan tak bisa dilawan.
Lalu di papan tulis memunculkan beberapa kalimat lagi,
Pisau di kotak kayu tadi hanyalah sebuah pembukaan dari sejumlah kengerian yang akan terjadi nanti. Jadi, tidak usah terlalu kaget begitu. Ikuti saja alurnya dan nikmatilah!
Jumlah kelas di sekolah : 30 kelas
Jumlah siswa di sekolah : 1216 siswa
Jumlah siswa yang membuka kotak kayu yang tersebar di setiap kelas : 30 siswa
Jumlah siswa di sekolah saat ini : 1186 siswa