Melihat jawaban yang tertera pada papan tulis, jantung mereka serasa berhenti berdegup. Hanya ada dua pilihan, antara percaya dan tidak. Sosok misterius di balik layar telah mengungkapkan jati dirinya. Permainan tak masuk akal yang terjadi ini adalah campur tangan makhluk yang memperkenalkan dirinya sebagai malaikat pencabut nyawa. Tubuh mereka lemas, jiwa seperti terkoyak dengan realita yang tak wajar.
“I-ini sungguhan…??”
Pernyataan itu bagaikan merampas energi mereka. Semangat hidup serasa direnggut dengan paksa. Banyak anak-anak yang terjatuh dan berlutut di hadapan kekuatan absolut yang tak mungkin bisa mereka lawan. Keringat membanjiri dan linangan air mata seakan mengalir tanpa henti. Mereka tak ingin terpenjara dalam takdir seperti ini. Perlahan rasa frustasi mereka mengarah ke palung depresi.
“Ke-kenapa malaikat pencabut nyawa berbuat ini semua!?” Gian masih mempertahankan pikiran dan kesadarannya.
Anggap saja aku sedang bosan kemudian kuciptakan permainan ini. Ayolah hibur aku! Kalian pemainnya! Dan akulah peraturannya!
Kedua kaki Gian masih tegak berdiri meski setengah gemetar. Bukan sedang menopang beban berat tubuhnya tapi menahan beban cobaan yang dihadapi. Dengan cepat ia menyambar sebuah buku tebal di meja yang paling dekat dengannya, lalu dilemparkan telak mengenai papan tulis. Benturannya yang keras menarik perhatian semua anak.
“Jangan konyol! Nyawa kami bukan permainan! Lo nggak punya hak mencabutnya selain ijin Tuhan!!”
Berharap ada tanggapan, namun ditunggu beberapa waktu papan tulis itu seperti membisu.
Anak-anak juga menginginkan penjelasan atas pertanyaan Gian. Mereka melihat ke arah sosok yang tegar itu, sosok yang mewakili secercah harapan itu bagai menemukan pemimpin di tengah keputusasaan ini.
Akhirnya papan tulis itu mengeluarkan baris kalimat,
Jumlah siswa yang mati : 90 siswa
Jumlah siswa yang tersisa : 1096 siswa
Mereka sedih dengan beberapa teman mereka yang meninggal, namun mereka lebih mengkhawatirkan diri mereka sendiri. Tak ada yang tahu kapan giliran mereka akan datang. Mereka menatap papan tulis dengan cemas.
“Apa yang musti kita lakuin, Gi,” tanya Ibas dari belakang.
“Nggak ada yang bisa kita lakuin selain mengikuti semua game.”
Kata-kata Gian yang jelas dan padat merasuk ke semua pendengaran teman-temannya.
“Kita musti punya keyakinan kalau kita bisa selamat dan keluar dari sini hidup-hidup!” Aldi sang ketua kelas menambahi sambil melihat seluruh temannya satu persatu.
telah memunculkan sepercik harapan dan semangat untuk bertahan menjalani game. Kemudian rasa semangat yang tersisa itu mereka perkuat untuk bisa terus bertahan. Saling mendorong dan menjaga satu sama lain. Mereka pun membesarkan hati dengan cara mereka sendiri. Mencoba memunculkan kata ‘harapan’ dari sosok ‘kematian’ yang terus mengintai. Suasana terpuruk dan tertekan lambat laun berganti dengan rasa optimis yang menggebu. Melihat perubahan itu, Gian bernapas lega. Memang seharusnya begitu. Barang siapa yang tidak bisa beradaptasi dengan pengaruh baru, tentu akan terseleksi dengan sendirinya.
Kekhawatiran Gian lenyap setelah mengetahui Hara sudah tak menangis lagi. Tersembul di wajah gadis itu untuk berusaha tegar. Entah merasa sedang diperhatikan atau sekedar kebetulan, Hara menoleh ke arah Gian dan pandangan Gian pun segera berganti arah.
Karena mengganggu, pemain yang telah gugur akan menghilang untuk sementara.
Mayat Adam, Jodit, Fika dan Sarah serta merta menghilang dari pandangan. Semua melihat dengan luka perih di hati. Mereka berpikiran, jika berhasil selamat dari sini bagaimana kami akan mengatakan pada orang tua dan keluarga korban nanti? Bagaimana polisi akan menangani kasus kematian yang misterius ini nanti? Bagaimana para jurnalis akan menulis berita nanti? Bukankah mereka hanya akan tertawa apabila kami menyebut ini semua ulah malaikat pencabut nyawa?
Siswa di kelas 3 IPA 2 kini berjumlah tiga puluh enam orang. Di kelas lain pun kurang lebih sama. Lalu konfirmasi game kedua sudah terpampang di papan tulis bahwa sebentar lagi akan segera dimulai.
Game selanjutnya berhubungan dengan kejujuran.
GAME 2
Rule : Mudah sekali. Ketika ditanya kalian hanya cukup untuk jujur saja dengan cara mengacungkan tangan. Barang siapa yang berbohong, kalian akan mati digantung. Sesederhana itu. Silahkan semuanya duduk di kursi masing-masing.