Game selanjutnya berhubungan dengan Kecepatan
GAME 4
Rule : Buatlah tim yang beranggotakan dua orang. Satu orang akan diborgol dengan gembok bersandi. Satu orangnya lagi bertugas untuk mencari empat kombinasi angka tersebut di dalam sebuah balon. Setiap tim diberikan waktu dua jam. Setiap meletuskan balon yang kosong tak berisi angka sandi, maka dikurangi satu menit. Jika waktu habis sebelum membuka borgol itu, orang yang diborgol akan diumpankan kepada kawanan singa.
Enam ratus anak berkumpul di tengah-tengah halaman sekolah. Semua mata tertuju pada tulisan besar di atas udara. Mencerna peraturan game busuk ini dengan seksama. Hukuman setiap game semakin gila saja. Tidak ada yang mustahil, hal sekeji apapun bisa terjadi menilik semua rangkaian peristiwa hingga detik ini.
Tak ada pilihan lain, dengan langkah gontai mereka mulai sibuk membuat tim. Mencari orang yang mau diajak berpasangan.
“Gian, pasangan sama aku ya?” pinta Meisya malu-malu sambil menyentuh lengan laki-laki itu.
“A-ah, iya,” sahut Gian dengan nada terpaksa. Saat itu ia sedang menatap ke arah Hara.
Tak lama kemudian Aldi pun mendekati Hara, Gian bisa menangkap jelas apa maksudnya. Seperti yang disangka, mereka memutuskan untuk berpasangan. Wajah Gian sedikit muram, ada perasaan tidak mengenakkan melihat mereka berdua bersama. Ia sendiri heran mengapa ia merasa dadanya sesak.
“Aku yang diborgol, Gi. Kamu yang cari angka sandinya,” Meisya memberanikan diri.
“Kamu yakin?”
Meisya mengangguk, “Aku percaya kamu.”
Ketika mereka semua telah membentuk tim, muncul dua kurungan yang sangat besar. Anak-anak takjub dan melangkah mundur. Yang satu berisi puluhan ekor singa yang kelaparan, yang satu lagi berisi dua algojo. Kemudian muncul sebuah rantai dengan gembok yang mengikat erat kedua tangan seluruh anak yang memutuskan untuk tinggal. Gembok itu yakni gembok bersandi yang memiliki empat kombinasi angka untuk membukanya, seperti yang tertulis pada peraturan game.
Selanjutnya penampakan keanehan lainnya, seluruh sekolah ini dipenuhi oleh jutaan balon yang tersebar di segala penjuru sekolah. Tak ada sudut yang tak terisi oleh balon-balon yang membuat pusing saking membludaknya. Setiap jengkal ada satu balon.
“Setiap memilih balon kosong, dikurangi satu menit? Gila! Ini aja jumlah balonnya nggak kehitung banyaknya!” Ibas shock.
Kebersamaan Aldi dan Hara semakin mengusik batin Gian. Meski berusaha mengabaikan, pikirannya penuh dengan rasa iri yang menggebu. Cara mereka mengobrol terlihat dekat dan akrab. Karena tak kuasa menahan itu, Gian maju berjalan menemui mereka.
“Aldi,” ucap Gian pada lelaki di depannya. “Titip Hara ya?“
Hanya kalimat pendek itu saja. Setelah mengatakan itu, Gian berlalu tanpa menunggu jawaban Aldi. Sebuah ucapan yang tiba-tiba. Ia mengatakan ‘titip’seolah-olah Hara adalah miliknya. Kata-kata yang singkat namun sanggup membuat pipi Hara merona. Ia sendiri bingung, ia tak merasakan apa-apa sebelumnya sampai Gian sendiri mengaku jika menyukainya.
Terlihat punggung Gian berlalu menjauh dari mereka berdua. Aldi merasakan sebuah hantaman dari persaingan mendapatkan Hara. Tantangan terbuka baru saja dicetuskan. Walau telah berpasangan dengan pujaan hatinya, entah kenapa Aldi merasa kalah start. Gian telah mengumpulkan keberanian lebih dulu merasuk ke hati Hara.
Bagi Gian sendiri, kata-kata yang baru saja ia lontarkan, membuatnya malu setengah mati. Wajahnya panas layaknya ketel yang mengepulkan asap dari ubun-ubun.
“Kenapa sih gue jadi banyak omong begini?!” ujarnya dalam hati.
Agar game segera berlangsung, kedua algojo itu menggiring mereka yang terikat rantai ke dalam kurungan raksasa. Sebagian besar dari mereka adalah perempuan, dan laki-laki yang bertugas mencari kode sandinya. Tak hanya anak yang berada di dalam kurungan, anak yang mencari kode juga mendadak memiliki batas waktu dua jam yang muncul di telapak tangan. Waktu yang ditunjukkan sama dengan pasangan masing-masing. Jika waktu yang ditentukan itu habis, kedua algojo berkewajiban mengumpankan mereka ke kandang sebelah yang berisi singa-singa buas.
Di setiap tangan para pencari tiba-tiba menggenggam sepotong plastik kecil yang berisi sebatang jarum. Banyak anak-anak tak ingin membuang-buang waktu dan telah memulai mencari kode sandi di dalam balon-balon yang tersebar berhamburan. Bahkan untuk berjalan maju saja mereka musti memecahkan balon dengan jarum yang diberikan.
“Hei, jangan sembarangan pecahin balonnya! Jangan lupa kalau setiap kali lo salah, waktu berkurang satu menit!” ingat salah seorang.
“Eh iya, kenapa gue lupa ya! Abisnya balon ini ganggu banget!”
“Adu-duh! Gue malah udah mecahin empat balon kosong semua!”
Berniat tak ingin membuang waktu, ironisnya justru sebaliknya. Mereka yang telah salah memecahkan balon malah mempercepat batas waktu yang terlekat pada telapak tangan. Empat balon kosong, berkurang juga empat menit dengan otomatis. Namun jika ragu memecahkan balon, waktu pun tetap berkurang secara normal.