Rumah yang semula indah dan sunyi itu, kini perlahan berganti suasana menjadi ceria dan hangat. Di hari pertama pertemuan calon penghuni rumah Bormes Les Mimosas, mereka akrab dengan cepat. Tawa bergema sampai ke mana-mana, bahkan sampai ke lantai atas di mana para orang tua sedang berkumpul saling melepaskan kegelisahannya satu sama lain. Itu terdengar menyenangkan bagi para orang tua, sejujurnya, itu membuat hati mereka menjadi lebih tenang dan memantapkan keputusannya untuk melepas mereka ke dunia luar yang mungkin bisa menyakiti mereka.
“Mereka terdengar bahagia sekali,” komentar Tinekeu, ibu Meidi, dengan air wajah yang bersyukur.
“Ya, itu renyah sekali, dia terdengar seperti di rumahnya sendiri,” timpal Melani, ibu Sisilia.
“Apa itu suara Sisilia, Ma?” tanya Tinekeu, nada suaranya terdengar terkejut, sedang wajahnya tampak penasaran. Melani mengangguk dengan sedikit membungkuk, agak malu mengakui suara lengkingan itu milik anaknya, “Ya,” jawabnya sembari meringis malu, “seperti yang kubilang, dia tidak tahu malu,” katanya lagi.
“Oh, dia sangat manis, Mama,” komentar Tinekeu saat menyadari sikap malu yang Melani tunjukan. “Dia lebih baik dari Meidi yang penggugup,” ujarnya lagi. Dia tidak bermaksud merendahkan anaknya, ia hanya mengatakan bahwa anaknya juga memiliki sifat negatif juga.
Di sisi lain, Diana tampak begitu khawatir. Dia masih gusar dan gelisah. Dia belum siap untuk merelakan anaknya. Ben memegangi tangan Diana dengan erat sejak tadi, tidak peduli seberapa basah telapak tangannya karena keringat. Walau sudah begitu, Diana tetap tidak bisa berhenti memikirkan Daisy.
“Apa aku harus tinggal di Bandung sementara waktu?” bisik Diana, ia berusaha untuk menghibur hatinya yang berduka, dan mengusir kegelisahannya.
“Buat apa?” tanya Ben bingung, lalu dia menerka-nerka, “Daisy?” tanyanya, dan Diana mengangguk.
“Sayang, dia akan baik-baik saja. Justru sikapmu ini yang akan membuat dia tidak nyaman. Dia sedang tumbuh menuju bunga yang mekar sempurna, jadi biarkan saja, yang harus kamu lakukan hanya selalu ada ketika ia membutuhkanmu, itu saja. Dan ingat, kamu punya Dean,” ujar Ben, itu cukup berhasil mengusir kegelisahan Diana walau sedikit. Diana menatap Dean yang sibuk bermain game, lalu mengangguk berkali-kali.
Helena masih bergabung dengan para gadis di meja makan. Suasana yang sudah sejak lama ia rindukan hadir lagi di rumah ini, –ia sedikit tidak percaya ini nyata- bahwa Bormes Les Mimosas kedatangan penghuni-penghuni baru yang jauh lebih periang dari sebelumnya. Ia tidak henti-hentinya tersenyum. Ia akan menyaksikan bunga-bunga itu mekar dengan sempurna satu per satu. Betapa bahagianya dia.