Growing Up: Let's walk on flowers path together

Lilly Amundsen
Chapter #7

Chapter 7

27 - 28 Agustus

Hari yang mereka tunggu-tunggu pun datang. Mereka mengikuti acara penerimaan mahasiswa baru –sekaligus pengenalan kampus- selama tiga hari berturut-turut. Setiap pagi, mereka datang ke kampus pukul 4.30 dan pulang sekitar pukul 17.00 dengan lesu dan tidak bersemangat, kecuali Sisilia.

“I’ll see you leter,” bisik Noah setiap kali mereka berpisah di parkiran. Daisy bergabung dengan June, Meidi, dan Viggie yang sudah menunggunya.

Sejak pagi buta, teriakan para senior menggema untuk mengatur para mahasiswa baru sampai mengalahkan nyanyian burung pagi itu, beberapa berusaha menjalankan tugasnya dengan benar, beberapa lainnya mungkin berusaha agar terlihat keren di mata para mahasiswa. Saat fajar mulai menyingsing, -mereka bisa melihat wajah senior- beberapa dari mereka memasang wajah marah, seperti seseorang baru saja menginjak harga dirinya.

Beberapa mahasiswa datang terlambat.

“Shhh,” bisik Meidi yang berdiri di belakang June. “Mereka menggila,” balas June dengan berbisik. Daisy terlalu tidak berenergi untuk berkomentar.

Hari pertama, mereka dikumpulkan di lapang bola, dipayungi tenda setinggi 2,5 meter menghadap panggung utama. Pada hari pertama itu, tidak ada hal menarik lainnya selain prosesi penerimaan mahasiswa baru itu sendiri, sisanya, kebanyakan dari mereka hanya menatap tanpa menyimak.

Seperti yang diharapkan, Sisilia –seseorang dengan kepribadian butterfly- mendapatkan banyak kenalan. Sireen dan Viggie juga. Tetapi lain cerita dengan Lizzy dan Aerina. Malangnya Lizzy, hari pertama ospek justru membuat Lizzy menangis di kamar Sisilia saat bercerita.

“Gue kesel banget waktu diteriakkin, padahal gue udah jalan cepet tapi haaah nyebelin banget emang senior. Gue disuruh cepet, tapi gak boleh lari, dan kalo jalan diteriakkin. Gue dicegat coba! Terus dipisahin dari barisan, dibilang lelet,” keluh Lizzy sembari menangis. “Gue kan ke kampus bukan buat digituin, ya. Dan gue udah usaha, kenapa sih mereka harus gitu. Gue inget banget wajahnya! Dan gue takut ketemu dia lagi.”

“Ya, lucu sih sebenernya. Mereka minta kita buat jalan cepet, tapi gak lari. Giliran jalan –gak sesuai ekspektasi mereka- dibentak-bentak, kan lucu ya. Mereka bikin hal-hal lucu tapi kita gak boleh ketawa, kan aneh,” ujar June.

“Iya, waktu disuruh jalan cepet itu, depan aku cowok, jadi keliatan banget gap-nya,” ujar Siree.

“Haha, udah kayak cowok mau perhatian tapi gengsi yee,” komentar Viggie.

“Temen jurusan gue juga didatengin karena kelihatan lemes, katanya jangan manja, jangan loyo,” ujar Sisilia.

“Serius ada yang begitu?” tanya Viggie. Sisilia menjawab,“Ya.”

“Padahal kalo keliatan lemes wajar gak sih, kan kita disuruh jalan, ya,” ujar Flo.

“Temen jurusanku juga ada yang disuruh push up karena telat,” ujar Sireen lagi. “Ada juga yang peralatannya gak lengkap.”

 “Apalagi ada tuh wajahnya pake disangar-sangarin segala,” June menambahkan, ia tertawa. “Iya, kayak gue bakal takut aja, yang ada pengen ketawa,” balas Viggie, sembari tertawa.

“Padahal ya, biasa-biasa aja, ya, gak?” tanya June pada Viggie, yang lalu dibalas anggukan.

“Mana persyaratannya bikin gila, gila sama waktunya. Lo, tahu, temen jurusan gue bilang, ini belum apa-apa, masih ada ospek jurusan yang bisa bikin lo stress,” ujar Viggie lagi.

“Gue juga pernah denger, satu kesalahan kecil lo, bisa bikin 5 senior maki-maki lo,” June menambahkan. “Makin lo nyaut, mmm, abis dah lo udah,” lanjutnya, air wajahnya mengerikan.

“Jangan bahas itu dong,” Lizzy menangis lagi. “Gue anak kesehatan tau,” lanjutnya. Pikirannya dipenuhi oleh cerita-cerita menyeramkan tentang ospek jurusan di base yang ia ikuti di platform Line.

“Baby, ospek itu keras, biar agar supaya mental kita kuat, katanya,” ujar Viggie, lalu tertawa.

“Biar mental kuat mah bukan gitu caranya, suruh dia ngurusin emak-emak kompleks yang punya banyak waktu luang dah, noh yang suka kumpul-kumpul dari pagi sampe sore, yang kalo bubar cuma karena suaminya balik, atau anaknya minta makan. Emmm, mampus dah dia,” ujar June.

 “Harusnya mereka belajar dari masa lalu, harusnya mereka memutus rantai negatifnya, stop di mereka, bukannya dilanjutin,” ujar Meidi.

Lihat selengkapnya