Akhirnya Daisy selesai juga membaca novel karya Rooney –dalam seminggu. Di tempat tidurnya, June dan Meidi sedang berbaring dengan menyanyikan lagu apa saja yang –mereka suka dan tahu- terputar. “Jadi, seharian ini ke mana aja, Dais?” tanya June melirik Daisy.
Daisy bangkit sembari melirik June. Ia menyimpan bukunya ke rak, menghela napas, lalu menjawab, “Ke Lembang,” katanya.
“Lembang?”
Ia berbalik, menatap June, “Ya.”
“Emang ada yang menarik, ya, di sana? Selain kebun teh, Tangkuban Perahu?”
“Ya, aku gak tahu sih, tapi aku dan Noah ke sana buat baca buku.”
“Ooooh, sakral banget, ya.”
Daisy mengangkat bahu, memberinya senyum simpul, lalu berbaring di samping Meidi.
“June,” panggilnya. June menyahut, menunggu Daisy menyelesaikan kalimatnya. “Kamu pernah bilang, ada berita besar....”
“Oh! Gue belum cerita?” tanyanya, ia langsung tahu bahkan sebelum Daisy mengatakan lebih detail. Daisy mengangguk, “Ya.”
June bangkit, lalu duduk bersila di sana. “Hmmm ... Meidi udah tahu,” ujar June.
“Ya, aku udah tahu.”
“Kayaknya cuma kamu yang belum tahu –di antara kita bertiga. Jadi, malam itu, gue dihubungin Sisil yang bilang kalo dia butuh bantuan. Waktu itu pukul satu kalo gak salah.”
“Satu malem?”
“Uh’huh. Sisilia hubungin gue dan bilang kalo temennya Aerina hubungi dia, bilang kalo Aerina udah nyampe depan rumah. Which is, gue kaget banget. Untuk pertama kalinya, di antara kita, ada yang pulang malem. Gue panik, dan akhirnya dateng ke kamar Sisilia.”
Ia menghela napas, lalu melanjutkan ceritanya, “Pertama, gue tanya siapa nih yang telepon, dan dia jawab Saska. Gue gak tahu dong siapa Saska, tapi dia ngakunya temen Aerina dari SMA. Ya gue iya-iya aja. Terus gue tanya, kenapa lo yang telepon, kenapa bukan Aerina?”
“Di situ dia jawab jujur kalo Aerina lagi mabuk, dan alhasil dia lah yang telepon. Jadi dia teleponnya emang pake hp-nya Aerina, jadi gue kira dia nih penculik, penipu dan semacamnya.”
Daisy menyimak dengan serius. “Terus, gue tanya lebih jelas, gue runut dari awal sampe akhir. Sampe akhirnya gue sama Sisilia diskusi dan memutuskan buat Aerina nginep aja dulu di tempat si Saska ini. Karena gue gak bisa dong bawa dia masuk, sedangkan pintu udah di kunci, dan gue belum kenal banget beliau ini gimana.”
Daisy mengangguk beberapa kali. “Dan, posisinya juga dia mabuk,” Meidi menambahkan.
“Iya, dia mabuk. Dan dia ingin pulang ke sini. Bayangin, gue belum kenal deket sama Aerina, terus disuruh bantu dia buat masuk ke rumah ini, sedangkan keadaannya tuh bener-bener gak ada peluang. Akhirnya, si temennya ini, Saska setuju, dan gue bilang sama Sisil buat pura-pura gak tahu aja soal ini, dan jangan bahas sekecil apa pun. Gue juga bilang ke Meidi soal ini, dan ya, bakal lebih baik anak-anak gak tahu.”
“Terus, gimana?”
“Gimana apanya?”