Growth: Story of the Inner Child

Azkiatunnisa Rahma Fajriyati
Chapter #12

Bagian 11

2 tahun kemudian

Rumah mewah dengan kolam renang di halaman belakangnya ini tidak banyak berubah sejak terakhir aku kesini —2 tahun lalu. Tetapi selalu menyenangkan berkunjung ke sini. Sinar matahari pagi ini tidak terasa terik, ditambah hembusan angin yang sejuk. Warna biru dari kolam renang dan taman menambah sejuknya pemandangan.

Aku dan Bella —si pemilik rumah— duduk di kursi taman yang tepat menghadap kolam renang. Di depan kami, seorang kameramen dan seorang asisten mengarahkan angle kamera dan skrip yang dibicarakan di wawancara kali ini. Bella kini memiliki kanal pribadi di YouTube yang kontennya seputar travelling, life tips, dan kecantikan. Bella juga sudah memiliki lebih dari 100 ribu pelanggan. Hari ini dia mengundangku untuk menjadi narasumbernya untuk membicarakan kehidupan. Topiknya kali ini santai, tapi sarat makna.

“Hai guys, kembali lagi di channel aku, Isabelle Saphira. Hari ini aku kedatangan teman dekat aku dari kuliah yaitu Adisa!”

Aku menyapa kamera ketika namaku disebut. 

“Adisa ini juga jadi salah satu founder bisnis kedai kopi aku dan temen-temen, lebih tepatnya dia CEO-nya…” Bella menunjukku dengan kedua telapak tangannya mengadah.

Bella membuka ponselnya, “Kali ini kita ngobrolnya santai aja sih, aku lagi pengen ngebahas cerita kehidupan gitu sambil jawab pertanyaan-pertanyaan dari kalian, yang mungkin bisa dijawab oleh Kak Adisa yang keren ini…”

Satu persatu pertanyaan kami jawab, beberapa hal yang menyangkut Bella juga aku jawab dari sudut pandangku. Lalu, satu pertanyaan menarik perhatianku.

“Pertanyaan dari @indomikuahtelur, waduh jadi laper nih. Pertanyaannya, Kak, aku lagi di masa menyalahkan diriku sendiri karena luka batin waktu kecil yang belum sembuh sampai sekarang. Aku sulit maafin keluargaku sendiri kalau inget perlakuan mereka, yang bahkan sampai sekarang belum berubah. Aku merasa menyesal dilahirkan, kak. Aku harus gimana, kak?”

Aku dan Bella berpandangan, mengisyaratkan bahwa ini adalah pertanyaan yang cukup menarik, dan jawabannya akan panjang.

Aku menyilangkan kakiku, “Pertanyaannya menarik, aku jawab duluan ya Bel?”

“Boleh, boleh.”

Aku menegakkan posisi dudukku, “Buat kamu yang nanya ini, terima kasih karena kamu sudah kuat sampai sekarang. Terima kasih karena kamu sudah mengenal dirimu sendiri. Terima kasih, karena kamu sudah mengenali kehadirannya dalam dirimu, kehadiran 'anak kecil' dalam dirimu itu, dan menerimanya apa adanya. Inner child kamu itulah dirimu. Satu hal yang pasti, hanya dirimu sendiri yang bisa menyembuhkan lukanya.”

Bella mengubah posisi duduknya, menghadapku.

“Kalau aku boleh saran, coba bicarakan baik-baik dengan keluarga kamu. Coba sentuh hati mereka dengan cara yang baik, dan pada situasi yang nyaman juga. Kalau ada hal yang gak enak di hatimu, sampaikan. Bagaimanapun, menyampaikan masalah itu jauh lebih baik daripada dipendam sendiri.”

Kedua kru di balik kamera ikut menyimak, mereka terlihat tersentuh dengan kalimatku.

“Dalam hidup kamu, pasti kamu pernah merasa bahagia. Nah, ketika kamu bahagia, berterima kasihlah pada orang tuamu yang menghadirkanmu di dunia ini. Kehadiranmu adalah anugerah bagi dunia, kalau kamu menunjukkan bahwa dirimu berharga. Gak semua orang bisa menyadari itu lho, dan aku berharap setelah ini akan semakin banyak orang-orang yang sadar.”

Lihat selengkapnya