Pukul 07.59 pagi.
Di kantor dealer alat berat PT. Suka Maju Sejahtera Tertawa, suara motor tua meraung-raung di halaman belakang. Asap knalpot menari-nari seperti kabut misterius pagi hari. Tapi ini bukan kabut penuh harapan, ini lebih mirip kombinasi oli dan gorengan kemarin sore.
Agung, si teknisi senior yang mukanya kayak pintu bengkel (keras di luar, berantakan di dalam), turun dari motornya sambil menggendong tas isi kunci-kunci dan... tupperware berisi tumis kangkung. Matanya sayu, bajunya kusut, dan wajahnya membawa ekspresi klasik bapak-bapak Indonesia yang baru saja kena omelan istri karena lupa buang sampah.
“Masih hidup? Hebat,” sapa Andri sambil duduk santai di kursi plastik dekat pintu gudang, menyeruput kopi sachet yang entah keberapa.
Agung mendelik. “Hidup sih hidup, cuma tadi sempat pengen lompat dari kasur ke neraka. Tapi istri gue lebih horor.”
Andri tertawa cekikikan. “Makanya nikah muda, biar masih ada sisa tenaga buat ngelawan.”
Di sisi lain bengkel, seorang pria muda dengan rambut klimis dan wajah terlalu tampan untuk pekerjaan penuh oli sedang sibuk… selfie. Angga, mekanik junior yang katanya bisa ngebongkar mesin cuma dengan insting dan kopi dingin, baru saja update story Instagram-nya dengan caption: “Pagi bro! Siap-siap keringetan bukan karena cinta, tapi karena mesin rusak lagi.”
Itu kantor mereka. Tempat di mana oli dan tawa bersatu dalam satu harmoni berisik. Tempat di mana bau keringat campur bensin adalah parfum maskulinitas.
Hari Senin selalu jadi tantangan mental tersendiri. Bukan karena kerjaannya berat, tapi karena atasan mereka, Pak Darto, hobi banget bikin briefing dadakan pas otak masih setengah reboot. Dan benar saja, pagi itu ia nongol dengan pakaian rapih, lengkap dengan papan tulis portabel yang lebih sering dipakai buat nulis jadwal lembur daripada motivasi hidup.
“Pagi semua!” serunya penuh semangat. “Hari ini kita ada inspeksi dari kantor pusat. Jadi tolong gudang dirapikan, ruang servis disapu, dan… jangan ada yang tidur di ruang kompresor lagi!”
Semua mata langsung menoleh ke Andri.
“Aku cuma meditas—”
“Tidur, Pak Andri. Itu namanya tidur,” potong Bu Sari, admin HR yang muncul seperti biasa: tiba-tiba, galak, tapi selalu membawa gorengan.