Hari Selasa pagi.
Langit tampak cerah, burung-burung berkicau, dan suara motor tua Agung kembali meraung dari kejauhan—seolah mengingatkan seluruh penghuni kantor bahwa "bos kecil" telah datang.
Namun hari itu ada yang beda. Agung tampak gelisah. Wajahnya serius. Tidak ada celetukan, tidak ada teriakan, “kunci 14 mana, WOY?” bahkan tidak ada komentar soal kopi terlalu encer. Semua orang langsung sadar: ada yang salah.
Andri mendekat dengan gaya detektif sok tahu. “Agung... Lo lagi bokek, ya?”
Agung hanya mendesah. “Nggak, ini lebih parah. Semalam, gue lupa kabarin istri gue kalau pulang lembur.”
“OH NO,” kata Angga dramatis, sambil pura-pura kaget dan mundur lima langkah.
Andri memukul dahinya. “Lo main api, bro. Lo tahu kan, istri lo itu gabungan dari Google, FBI, dan tokoh antagonis sinetron Indosiar?”
Agung mengangguk pelan. “Iya. Dia udah dua jam nggak bales WA. Biasanya itu fase sebelum badai.”
Pukul 08.30 pagi.
Agung mulai mengalihkan pikiran dengan memperbaiki loader yang mengeluarkan suara aneh. Tapi baru lima menit, ia udah ngamuk-ngamuk karena bautnya seret.
“Astagaaaa… Ini baut keras banget, kayak nasib gue akhir bulan!” serunya sambil melempar kunci inggris ke lantai (lalu diambil lagi karena kunci inggris mahal).
Andri yang sedang duduk santai di bawah naungan truk bekas langsung nyeletuk, “Baut itu kayak istri, bro. Kalau terlalu dipaksa, bisa patah… dan akhirnya lo yang tidur di ruang tamu.”
Angga yang sedang mencuci filter oli ikut menimpali. “Tapi kalau lo bisa ngerjain baut dengan sabar dan pelan-pelan… biasanya longgar sendiri.”
“Waduh, anak ini jago juga ya…” gumam Agung, kagum, sebelum kembali garuk-garuk kepala karena bautnya tetep nggak bisa dibuka.
Seketika, terdengar suara “ting!” dari HP Agung. Notifikasi WA.
Wajahnya langsung tegang. Ia buka pesan itu pelan-pelan, seperti sedang membuka surat dari pengacara cerai.
[Istri]: Nggak usah pulang kalau kerjaan lebih penting dari kabar.