“Mahesa Aswari, mulai detik ini, loe mutlak jadi milik gua. Gak peduli loe mau atau enggak, gua gak butuh pendapat loe.”
Hening, terutama sosok yang dipanggil Mahesa, nama asing yang baru Hrizel dengar selama ia bersekolah di Achiles. Posisinya masih di dekap erat oleh Soka membuat ia tidak tau apa yang terjadi setelah Arowa mencetuskan sederet nama asing itu. Logikanya menyimpulkan kalau Mahesa adalah siswi baru dari kelas lain. Yah, siapa peduli, meski Mahesa sendiri bukan murid baru, Hrizel mana mau tau.
“Kasian adek gua, pasti udah percaya diri bangetkan?” cetus Soka melepaskan pelukan sepihaknya. Hrizel yang melihat kilat puas dari mata hitam Soka, berdecih malas lalu mengalihkan atensinya pada Arowa yang masih berdiri di tengah lapangan sekaligus mendongak nyalang ke arahnya. Ralat, ke arah sosok di belakangnya mungkin. Hrizel membalikan badan sekedar ingin tahu sisiwi bernama Mahesa itu seperti apa sampai bisa membuat Arowa jatuh.
Satu kata yang menggambarkan Mahesa di benak Hrizel adalah … cantik, anggun, menawan dan memiliki aura kuat. Ah berarti bukan satu kata melainkan 4 kata positif.
“Menurut loe, gua sama cewek itu cantikan mana Ka?”
“Cantikan Mahesa, loe gak ngaca?”
Sialan, saudara kembarnya saja bahkan mengakui aura cantik dari sosok Mahesa. “Kepala loe pernah kena timpuk tronton gak?”
“Tenang, gini gini juga gua tempat loe minta duit. Loe cantik kok Rize, tapi masih standar.” Kekeh Soka tertawa kencang saat melihat wajah adiknya berubah masam.
“Setan loe.” Dumal Hrizel tidak terima,”Alasan loe tiba tiba meluk, takut gua pingsan liat Arowa nembak cewek lain?”
Soka terdiam sebentar, setelahnya merampas topi putih dari kepala Hrizel, memakainya asal lantas mengangguk dan tersenyum simpul, “Hmm, kondisi hati sama jantung loe kan gak waras, antisipasi nyusahin aja sih sebenernya.” Jawab Soka santai, tidak tau saja kalau Hrizel sudah mulai mengeluarkan percikan api permusuhan.
Entah kapan dimulainya, sebagian penonton bersorak riuh melihat kedua sejoli sudah saling berhadapan, banyak sekali kata dukungan agar Arowa memberikan ciuman romatis sebagai awal peresmian hubungan, dan sebagian lain menggerutu tidak terima kalau gebetan beda perasaannya sudah menambatkan hati.
Hrizel diam tidak bereaksi apapun, gadis itu malah sibuk bercanda dengan Soka. Sudah ia bilang, kalau rasa sukanya muncul saat dia sedang galau saja. Jadi mau Arowa berpacaran atau nikah sekalipun, Hrizel tidak peduli.
“Sekarang udah jelaskan kalau gua suka sama loe, semua perkataan gua gak bisa ditarik, kecuali kalau gua mau.”
Mahesa menelan ludah gugup, tidak kuat ditatap intens seperti itu. Kedua tangannya yang digenggam Arowa bergetar pelan begitupun telapak tangannya yang mulai berkeringat. Menjadi sorotan hampir semua siswa siswi Achiles tidak ada di dalam daftar hidup Mahesa sebagai murid baru. Tujuannya sekolah di sini hanya ingin mendapatkan pendidikan layak yang mampu membawanya ke perguruan tinggi ternama. Kalau sudah begini, apakah jadwal belajarnya akan terganggu? Apakah cita citanya terhambat?
“Kenapa harus aku? Maaf sebelumnya, aakku gak bisa tterri—“
Sebelum kata kata itu sempurna terucap, Arowa menarik pinggang Mahesa agar mendekat. Wajah mereka hanya berjarak beberapa inchi sampai hembusan napas hangat Arowa menggelitik wajah oval itu.
“Cium,”
“Cium,”
“Cium,”
“Cium.”
Banyak sekali dukungan dari arah tribun, bertepuk tangan meriah dihiasi wajah sumringah seolah mereka menyetujui hubungan mereka. Tapi Mahesa tidak mau, ada kilat aneh di mata Arowa saat berbicara menatapnya. Cukup, biarkan ia tenang bersekolah tanpa ada acara menjadi pacar dari salah satu senior populer. Sekuat tenaga Mahesa melepaskan diri, tapi tangan kekar itu keukeuh melingkari pingganya. Ia tidak tau lagi harus bereaksi seperti apa. Arowa cukup menakutkan, menurutnya.
“Kak, tolong lepasin aku, masih banyak perempuan lain yang bisa kakak jadiin pacar. Aku bener bener gak bis—“
Heboh, sorakan itu berubah menggila saat Arowa menarik tengkuk Mahesa dan mencium tepat di bibirnya. Soka yang melihat kejadian itu sontak menutup mata Hrizel rapat rapat.
“Kenapa nutupin mata gua Ka? Gua udah liat, mereka ciuman. Gak ngefek buat hati gua mah.” Ucap Hrizel mengibaskan tangan
“Percaya kok loe gak bakal patah hati, tapi gua gak mau ya kalau abis liat mereka ciuman, loe ngamuk gak jelas.”
“Mana ada gua ngamuk Ka, lebay loe. Lepasin gak?”
Soka melepaskan tangannya, membiarkan Hrizel melihat adegan tidak senonoh di bawah sana.