Cirebon, Jumat 09 Oktober 1982
Seminggu lalu, suasana perayaan kurban penuh dengan keceriaan dan kebersamaan. Namun, kali ini ada kebahagiaan tambahan yang dirasakan oleh keluarga Gukapi. Tepat pada tanggal 21 Zulhijah tahun 1401 Hijriah, Gukapi menikahi Lonawi, menggelar acara pernikahan yang sederhana tetapi penuh berkah.
Gukapi tanpa bantuan Prawi telah bekerja keras untuk menyiapkan segala kebutuhan pernikahan. Aman, kakak kedua Gukapi yang bekerja sebagai tukang sabun keliling, turut membantu dalam persiapan tersebut.
Aman memiliki seorang pelanggan tetap bernama Saryaniyem. Wanita itu biasa dipanggil Mak Iyem, seorang janda pensiunan dari suami yang dulunya bekerja di dinas pertanian. Meski tergolong orang mampu, Mak Iyem tidak keberatan jika anaknya, Lonawi, menikah dengan adik Aman. Baginya, kebahagiaan dan kebaikan lebih penting daripada status sosial.
Mak Iyem memandang Prawi sebagai sosok yang baik agamanya dan melihat potensi besar dalam diri Gukapi yang pandai berwirausaha sejak usia belasan tahun. Keyakinan itu membuatnya mantap menganggap bahwa Lonawi bisa bahagia bersama Gukapi. Dengan restu dari Mak Iyem dan keluarga besar, persiapan pernikahan berjalan lancar.
Prosesi nikah berlangsung di rumah Mak Iyem. Gukapi, dengan baju koko putih dan sarung batik lengkap dengan peci songkok hitam tampak tenang duduk di dekat meja akad. Di sampingnya, Prawi duduk memberikan dukungan penuh. Lonawi, dengan kebaya putih sederhana dan sanggulan yang anggun, tampak cantik di samping Mak Iyem.
Suasana hening saat penghulu memulai prosesi akad. Gukapi duduk di hadapan penghulu dan para saksi, sementara Lonawi menunggu dengan hati berdebar di sisi Mak Iyem.
"Saudara Gukapi, saya nikahkan Anda dengan Sarah Lonawi, anak dari kakak saya dengan maskawin seperangkat alat salat dan emas sepuluh gram dibayar tunai!" ucap adik dari ayah Lonawi dengan suara mantap.
Gukapi menghela napas, lalu dengan suara yang tegas dan penuh keyakinan, ia menjawab, "Saya terima nikah dan kawinnya Lonawi binti Warja dengan maskawin tersebut, halal bagi diri saya dibayar tunai."
Suara para saksi terdengar lantang, serempak mengucap, "Sah... sah... sah!"
Ucapan syukur diiringi senyuman menghiasi wajah semua orang yang hadir. Doa-doa dan ucapan selamat mengalir deras, memenuhi ruangan dengan kebahagiaan yang tulus.
***
Beberapa hari setelah menikah, Gukapi masih tinggal di Bojong Utara. Rencananya, ia baru akan kembali bekerja ke Jakarta seminggu kemudian. Pagi ini ia membuka mata setelah sebelumnya ketiduran seusai salat subuh. Tubuh yang masih mengenakan sarung dan baju Koko itu terbangun dengan perasaan gelisah.