Hari terus bertambah sama halnya dengan usia pernikahan Gukapi dan Lowani yang baru menginjak tujuh hari.
Nikah muda dan pernikahan dini, keduanya sering kali disamakan tetapi sebenarnya memiliki perbedaan yang mendasar. Pernikahan dini terjadi ketika seseorang menikah pada usia sangat muda, tanpa persiapan matang, dan sering kali berakhir dengan masalah yang fatal bagi kedua belah pihak. Kecil kemungkinan bagi mereka untuk menghadapi permasalahan rumah tangga dengan bijak.
Sedangkan nikah muda, meskipun usia pasangannya masih muda, dilakukan dengan persiapan yang matang dan kedewasaan yang cukup untuk menghadapi segala tantangan dalam pernikahan. Pernikahan yang dialami Lonawi tergolong sebagai pernikahan dini. Meski Gukapi sudah berusia 22 tahun, tetapi tidak diawali persiapan mental dan ilmu yang matang.
Lonawi, dengan pendidikan yang hanya mencapai kelas empat SD, tidak memiliki bekal yang cukup untuk mengarungi bahtera rumah tangga. Gukapi, walaupun lebih dewasa tujuh tahun darinya, juga belum siap sepenuhnya menjadi kepala keluarga yang bijak.
Seminggu setelah pernikahan, Gukapi terpaksa harus meninggalkan Lonawi ke perantauan demi menghidupi sang istri. Di dalam kamarnya yang sempit, pria asal Desa Bojong Timur itu memberikan uang untuk bekal istrinya selama ia pergi.
"Simpan uangnya, Ang Api mangkat dikit. Ning kono aja bli kelingan jaga diri baik-baik, ya, Nok." Gukapi mengulurkan tangan seraya membelai rambut sang istri.
Lonawi pun meraih pergelangan Gukapi dan mencium punggung tangan suaminya.
"Ati-ati, Ang," ucap Lonawi.
"Iya...." Gukapi menghela napas. "Bli apa-apa jajane mung semene, ya, Nok? Insyaallah lamun ana batur sing balik, Ang Api kirim enggo jajan deweke."
Lonawi hanya mengangguk seraya mengikuti langkah Gukapi yang mulai keluar dari kamar. Wanita berkulit putih itu mengantar suaminya sampai di depan rumah. Bola matanya terus memandangi punggung Gukapi yang semakin menjauh.
Setelah suaminya sudah tak terjangkau dari pandangan, Lonawi kembali masuk ke kamar. Ia berbaring di atas ranjang yang keras. Matanya terus menatap langit-langit kamar yang terbuat dari bambu kering.
Pikiran Lonawi seolah kembali ke tiga hari yang lalu ketika Gukapi mengucap kata cerai di tengah jalan.
Gukapi dan Lonawi baru saja berkunjung ke rumah Prawi di Desa Bojong Timur untuk sekadar bersilaturahmi. Menjelang waktu zuhur, pria yang terkenal pandai berdagang itu mengajak istrinya untuk pulang ke Desa Bojong Utara. Karena jarak dua desa itu tidak terlalu jauh, mereka berdua hanya jalan kaki. Namun, di tengah perjalanan pulang, seorang wanita yang terlihat sangat akrab dengan Gukapi menghentikan mereka berdua.
"Piii... Gukapi... bentar dulu." Dari depan rumahnya wanita itu berlari mendekati Gukapi dan Lonawi.
Pasangan pengantin baru itu pun berhenti, menunggu maksud dan tujuan wanita tersebut menghentikan mereka.
"Kenapa?" tanya Gukapi.
"Di dalam ada Saro, temui dulu sebentar, ya," pinta wanita tersebut, kemudian menatap Lonawi. "Nggak apa-apa kan, Lonawi? Gukapi ke dalam dulu, ya... cuma sebentar, kok," imbuhnya.
Lonawi hanya mengangguk.
"Emang ada apa?" Gukapi penasaran.
Teman wanita itu menarik lengan Gukapi agar sedikit menjauh dari Lonawi. Hal itu dilakukan supaya Lonawi tidak mendengar obrolan mereka berdua. Namun sayangnya, semua itu sia-sia. Walau hanya beberapa kata, tetapi Lonawi masih bisa mendengar obrolan Gukapi dan temannya itu.
"Saro hamil," ungkap Sri dengan suara yang sangat pelan.
Gukapi tampak sangat terkejut. Tanpa basa-basi, ia langsung masuk ke rumah wanita itu yang terletak di pinggir jalanan. Sedangkan Lonawi, dibiarkan menunggu di samping bangunan tersebut tanpa dipersilakan masuk atau sekedar duduk di depan rumah.
Sudah lebih dari satu jam Lonawi menunggu Gukapi, tetapi tidak ada tanda mereka keluar. Lonawi merasa khawatir dan kesal. Sebagai istri, ia merasa tak dianggap oleh Gukapi. Sedangkan Lonawi ingat bahwa Saro adalah gadis yang sangat menyukai Gukapi. Semua orang di Desa Bojong Utara dan Timur pun tahu bahwa perempuan itu selalu mengidamkan pemuda yang rajin berdagang itu.
Setelah menunggu hampir tiga jam, akhirnya Gukapi keluar dan mendapati Lonawi dengan ekspresi wajah yang tidak menyenangkan.