GUKAPI: Lelaki yang Tak Suka Air Mata

tettyseptiyani02
Chapter #8

Membeli Bintang

Depok, Tahun 1985


Setelah semua persiapan matang, mereka akhirnya pindah dan tinggal bersama Karto dan istrinya. Rumah kontrakan sederhana itu menjadi saksi bagaimana dua keluarga ini mencoba merajut kehidupan baru, saling membantu, dan menguatkan satu sama lain.

Hari-hari Gukapi dan Lonawi di Depok dimulai dengan suasana baru. Setiap pagi, suasana dapur selalu ramai dengan aktivitas para wanita. Istri Karto yang lebih dahulu bangun, biasanya sibuk menanak nasi di atas tungku, sementara Lonawi baru mulai memasak lauk setelah Ajeng tenang di pangkuannya. Aroma masakan sederhana nan lezat menguar ke seluruh rumah, membangunkan Karto yang masih terlelap. Sedangkan Gukapi sudah mempersiapkan barang dagangan yang hendak dijual sejak selesai salat subuh.

Istri Karto sibuk menanak nasi dengan cekatan, tangannya lincah menyiramkan air dan mencuci beras sebelum memasaknya. Tak lama kemudian, Lonawi masuk ke dapur sambil membawa sayuran dan sepotong ikan yang akan diolah menjadi lauk untuk sarapan mereka.

"Nok, ini ada ikan gabus yang kemarin aku beli di pasar. Karto sama suamiku sama-sama suka ini, enak tuh kalau dimasak sekarang," kata Lonawi pada istri Karto sambil meletakkan ikan itu di meja.

Bu Karto tersenyum melihat Lonawi yang sudah siap membantu. "Iya Mbak, ikan gabus tuh enak banget kalau digoreng kering. Di Cirebon banyak tukang nyuluh ngedol boncel,1 beda sama di sini." Wanita itu berdiri mendekati Lonawi. "Biar aku yang siapin bumbunya, Mbak bisa mulai potong-potong sayuran lain."

Dengan cekatan, mereka berdua mulai bekerja sama di dapur. Bu Karto mengulek bumbu-bumbu segar, mencampurkan cabai, bawang merah, bawang putih, kunyit, dan kemiri untuk membuat pepes dan lauk pauk lain untuk dijualnya. Sementara itu, Lonawi memotong-motong sayuran seperti kangkung, kacang panjang, dan labu siam yang akan ditumis sebagai pelengkap.

Sambil memasak, mereka berbagi cerita tentang kehidupan di kampung halaman masing-masing, menertawakan hal-hal kecil yang kadang membuat rindu. Istri Karto bercerita tentang bagaimana sulitnya berdagang nasi di pasar yang penuh persaingan, ia juga berbagi sedikit tentang sekelumit masalah yang dialami waktu lalu hingga membuat Sirina batal bekerja. Sementara Lonawi membalas dengan cerita-cerita masa kecilnya di Cirebon bersama Mak Iyem dan Jaluga, sang adik. Ia juga membagikan sepotong kisah dari ibunya saat menikah dengan duda kaya beranak satu yang kerja di dinas pertanian, tak lain adalah ayahnya.

"Jadi Mbak punya kakak dong?" tanya Istri Karto.

Lonawi tersenyum. "Iya, namanya Kadi. Beliau tinggal sama istrinya di Plumbon."

"Kakak tiri kayak gitu, baik enggak, Mbak?"

"Alhamdulillah Kang Kadi baik banget kalau sama aku. Kemarin juga beliau ngasih pinjam modal untuk aku sama Kang Api membuka usaha di sini... cuma emang agak beda kalau sama Emak, dia gak akan ajak ngobrol duluan kalau bukan Emak yang memulai."

Di tengah obrolan mereka, aroma pepes mulai menyebar, sedangkan bau ikan goreng mulai menyapa hidung Karto dan Gukapi yang berada di luar dapur.

Karto beranjak dari kamar, tertarik oleh bau sedap yang menyeruak dari dapur. Sedangkan Gukapi mempercepat persiapan agar bisa sarapan sebelum berangkat jualan. Mereka berdua kemudian duduk di ruang tengah, menunggu sarapan siap. Tak lama, Lonawi dan temannya keluar dari dapur dengan membawa hidangan yang baru saja selesai dimasak. Nasi hangat, ikan goreng, dan lalapan disajikan di atas lantai yang dilapisi semen halus, mereka tata hidangan di tengah ruang.

"Ditinggal dulu, ya... aku tadi udah makan duluan," ucap istri Karto sambil menuang nasi ke piring suaminya. "Masih ada masakan yang belum matang buat jualan nanti."

Karto dan yang lain pun mengiakan. Setelah wanita itu pergi, Gukapi dan Lonawi makan bersama ditemani Ajeng yang sibuk bermain boneka.

Setelah sarapan, mereka bersiap untuk menjalani aktivitas masing-masing. Gukapi dan Karto akan pergi ke pasar untuk menjajakan barang dagangan, begitu juga dengan istri Karto. Sementara Lonawi tetap di rumah, merawat Ajeng dan menyiapkan makanan lain untuk suaminya saat pulang nanti.

Kehidupan bersama di satu atap memang penuh dengan tantangan, tetapi memberikan banyak kebahagiaan. Mereka saling membantu dan mendukung, berbagi suka dan duka dalam perjalanan meraih impian masing-masing. Karto dan Gukapi belajar banyak dari kebersamaan ini, begitu juga dengan istri mereka yang semakin akrab dan kompak dalam mengurus rumah tangga.

Meski tinggal bersama kadang menimbulkan gesekan kecil, seperti saat istri Karto lupa menyiapkan bahan yang diminta Lonawi atau ketika anak-anak rewel karena bosan di rumah, mereka selalu bisa menyelesaikannya dengan kepala dingin dan hati terbuka. Setiap hari adalah pelajaran baru tentang toleransi, kerja sama, dan saling memahami.

Kehidupan mereka terus berjalan, penuh dengan harapan dan kerja keras. Mereka sadar, perjuangan ini masih panjang, tetapi dengan kebersamaan dan tekad yang kuat, keduanya yakin bisa menghadapi apa pun yang datang di depan. Kesederhanaan di bawah satu atap itu menjadi fondasi kuat untuk impian-impian besar yang dibangun bersama.

***

Depok, Januari Tahun 1986


Gukapi semakin tenggelam dalam aktivitasnya sebagai pedagang keliling serta pemasok barang yang melayani berbagai toko di Depok dan sekitarnya. Pagi-pagi sekali, sebelum matahari terbit, ia sudah bersiap dengan barang-barang yang akan dijual.

Sebelum sarapan, Gukapi mengisi pikulannya dengan barang-barang yang telah disiapkan dari malam sebelumnya. Ada ember plastik, celengan, mainan anak, dan beberapa barang kebutuhan sehari-hari lainnya. Setelah sarapan bersama keluarga dan Karto, Gukapi mengambil pikulan kayu yang selalu setia menemaninya, kemudian melangkah keluar rumah untuk memulai hari yang penuh tantangan.

Usai berpamitan pada Lonawi dan Ajeng yang sedang duduk manis di pangkuan ibunya, Gukapi mulai berkeliling menjajakan dagangannya.

“Wah... Pak Kumis rajin banget!” sapa seorang wanita yang berdiri di balik etalase panjang ketika Gukapi baru saja tiba di depan tokonya. "Ini masih pagi, lho. Toko-toko lain masih ada yang belum buka."

Lihat selengkapnya