Cirebon, Juli Tahun 2014
Kehidupan di rumah Gukapi semakin tenang setelah berbagai badai pernah menerpa. Adira, putri keduanya telah berhasil lulus dari SMA dengan nilai yang membanggakan dua bulan yang lalu. Karena itulah, ia diterima di kampus kesehatan terbaik, jurusan DIII Kebidanan.
"Adira kuliah kebidanan, Mak. Nanti Emak kalau periksa gak jauh-jauh, bisa sama Adira." Lonawi bercerita pada Mak Iyem yang sedang bertanya, ke mana Adira akan pergi?
Adira yang sedang bersiap-siap untuk masa orientasi mahasiswa pun menjawab. "Aku mau ke kampus, Mbok."
"Mau sekolah?" tanya Mak Iyem yang pandangannya mulai terganggu.
Adira terkekeh. "Udah ah, Adira berangkat dulu, ya, Mbok."
Gadis berhijab panjang itu mencium pipi neneknya. Sejak kelahiran Atma, Adira sangat dekat dengan Mak Iyem, sama dekatnya seperti Ajeng dulu saat masih kecil. Meski dulu Adira sering kesal pada Atma, karena ibunya kerap memarahi jika adiknya menangis, tetapi ia sadar bahwa kasih sayang ibunya harus diserahkan pada Atma. Karena adiknya lah yang lebih membutuhkan ibu. Ia masih bisa tidur bersama Mak Iyem.
Sayangnya, belum sempat Mak Iyem melihat cucunya memegang stetoskop, wanita tua itu meninggal. Tepat tanggal 31 Juli 2014, hari ke tiga setelah lebaran Idul Fitri, Mak Iyem meninggal dunia. Hal itu memberikan duka sangat mendalam di kediaman Lonawi.
***
Cirebon, Januari Tahun 2015
Sejak awal kuliah, Adira sudah menunjukkan prestasi yang gemilang. Tak hanya di bidang akademik, ia juga aktif dalam berbagai organisasi kampus dan luar kampus. Setiap minggu, waktunya habis untuk mengikuti rapat, kegiatan sosial, dan menjadi sukarelawan di berbagai acara kesehatan.
"Ra, jangan terlalu sibuk. Kamu harus jaga kesehatan," nasihat Lonawi suatu malam ketika melihat Adira jarang makan. "Mama perhatikan kamu ini makan cuma sekali tiap harinya!"
"Iya, Ma... tapi aku sering jajan siomay kok di kampus. Itu juga sama... ada sayur, protein terus karbohidratnya." Adira melempar senyuman.
"Ah terserah kamu lah! Kamu mah bisa aja ngelesnya, mentang-mentang ibunya bodoh!"
Adira terkekeh mendengar ibunya merendahkan diri. "Astaghfirullah bukan begitu, Ma. Aku cuma mau ngasih gambaran, kalau makan siomay itu sama aja udah makan."
"Makan itu, nasi sama lauk! Atau minimal lontong!" Lonawi tak mau kalah.
Adira pun melempar senyuman. Namun, di balik senyumnya, tubuhnya mulai menampakkan tanda-tanda kelelahan. Pola makan tidak teratur, dan ia sering mengabaikan istirahat demi menyelesaikan tanggung jawabnya.
Di bulan berikutnya, Adira terpilih menjadi Presiden Mahasiswa di Akademi Kebidanan Terbaik Cirebon periode 2015-2016, prestasi itu semakin membuat bangga Gukapi dan Lonawi. Bahkan, kali ini Ajeng pun ikut bangga melihat pencapaian adiknya. Tapi tugas sebagai pemimpin organisasi membuat Adira semakin sibuk.
Adira harus membagi waktunya untuk kegiatan kuliah di kampus, tugas praktik di puskesmas atau rumah sakit dan kegiatan organisasi. Di waktu yang bersamaan, gadis itu mengikuti UKM Paduan Suara, menjadi ketua BEM dan memimpin organisasi remaja masjid di desanya. Hal itu semakin memperburuk keadaannya.
Sejak pertengahan 2015 sampai awal tahun 2016, Adira mulai merasakan sakit kepala yang sering datang tiba-tiba. Namun, ia mengabaikannya. "Ah, cuma kecapekan aja," pikirnya. Namun, sakit kepala itu semakin sering datang, disertai demam ringan dan mimisan karena kelelahan ekstrem.
Di akhir semester IV, kondisi Adira semakin memburuk. Suatu pagi, saat sedang praktikum di puskesmas ia terbangun dengan rasa sakit yang luar biasa di kepala, begitu parah hingga ia nyaris tak bisa berdiri. Adira buru-buru menghubungi Gukapi yang ada di Depok. Kemudian ayahnya meminta Ajeng untuk menjemput Adira.
"Ra, kamu harus ke dokter sekarang!" Ajeng bersuara sambil fokus menyetir mobil.
"Enggak, Mbak. Kayaknya aku cuma butuh istirahat di rumah aja. Soalnya dinas itu capek banget, Mbak. Semalam aku nanganin orang lahiran sampai jam tiga pagi."
"Ya udah kamu istirahat aja di rumah."
Begitu anaknya sampai di rumah, Lonawi merawat Adira selama beberapa hari. Setelah keadaan membaik, anaknya itu memaksa ingin kembali ke puskesmas untuk menyelesaikan praktikum.
Minggu pagi setelah libur empat hari Adira siap bertugas lagi di puskesmas. Selepas subuh gadis itu memilih untuk tidak mandi. Pikirnya, bisa nanti menjelang jam enam atau lebih. Namun, tiba-tiba saja kepalanya kembali sakit. Awalnya ia pikir itu hanya kurang tidur, ternyata beda. Adira merasakan kepalanya seperti dicengkeram. Ia tidak kuat dan hanya bisa menangis.
Mengetahui hal tersebut, Lonawi segera membelai dan mengoleskan krim pereda rasa sakit pada kepala Adira.
Seperti biasanya, pertanyaan Lonawi adalah. "Makan apa semalam?"
"Aku cuma makan nasi goreng aja, Ma."
"Nggak ada minum atau makan yang aneh-aneh?" Lonawi memastikan.
"Enggak, Ma."
Usai memijat kepala anaknya, Lonawi pergi ke dapur dan membuatkan secangkir teh hangat untuk Adira.
Niat mahasiswi kebidanan itu untuk pergi berdinas di puskesmas pagi ini pun terpaksa diurungkan. Kemudian Lonawi langsung menghubungi suaminya untuk memberi kabar bahwa anaknya kembali sakit.
***
Sudah dua belas hari Adira tidak praktik. Sebagai seorang ayah, Gukapi khawatir melihat anaknya sering mengeluh sakit. Setiap pagi, Adira bangun dengan niat untuk berangkat ke Puskesmas, tempat praktik kliniknya, tetapi entah kenapa, tubuhnya tampak menolak. Gukapi seolah bisa merasakan beban Adira.
Kebiasaan Adira begadang semakin buruk sejak ia menjadi mahasiswa kebidanan. Dulu, saat masih SMA, gadis itu selalu tidur larut malam, tapi sekarang ia bahkan tidur menjelang pagi. Sebagai orang tua, Lonawi tak jarang memarahinya.
Mei sudah berganti di hari ke-13, malam ini Gukapi masih di depan TV menonton berita. Sementara di kamar, Adira menulis sesuatu di diarinya. Ia sering melakukan itu, menulis semua perasaannya di atas kertas sejak keributan bersama Ajeng terjadi tiga tahun yang lalu. Bahkan ia sering mengubah curhatan menjadi sebuah cerita yang menarik. Karena menulis adalah sesuatu yang membuat Adira merasa lebih lega.
Sesaat kemudian, Gukapi mendengar anaknya keluar dari kamar. Ia mengeluh tentang badannya yang panas. Anak itu selalu berpikir bisa menaklukkan rasa sakit dengan istirahat sebentar.
Gukapi mendengar langkah cepat Adira menuju ruang tengah.