Seandainya para cendekiawan dalam sandiwara-sandiwara Chekhov yang menduga-duga apa yang akan terjadi pada dua puluh, tiga puluh, atau empat puluh tahun ke depan itu diberi tahu bahwa pada empat puluh tahun ke depan interogasi dengan siksaan akan dipraktikkan di Rusia, bahwa tengkorak kepala para tahanan akan dipecahkan dengan cincin besi, bahwa orang akan dicelupkan ke dalam cairan asam, bahwa orang akan diikat dalam keadaan telanjang kemudian digigiti semut dan kutu, bahwa batangan besi yang dipanaskan di atas kompor Primus1 akan ditusukkan ke lubang anusnya (yang disebut “cap panas yang tak terlihat”), bahwa kemaluan seorang laki-laki akan dihancurkan dengan diinjak pelan-pelan menggunakan sepatu bot, dan bahwa para tahanan yang paling beruntung akan disiksa dengan dijaga agar tidak tidur selama seminggu, dibuat kehausan atau dipukuli sampai penuh darah, tidak akan ada satu pun sandiwara Chekhov ini yang akan selesai, karena semua tokoh di dalamnya akan masuk ke rumah sakit jiwa.
Tidak hanya tokoh-tokoh dalam karya fiksi Chekhov. Sebab, mana ada orang Rusia normal yang hidup pada awal abad ke-20, termasuk para anggota Partai Buruh Sosial Demokrasi Rusia,2 yang akan percaya pada pemberitaan seperti itu. Atau, yang akan membiarkan begitu saja penghinaan terhadap masa depan yang mereka yakini begitu gemilang? Tindakan-tindakan yang tidak bisa diterima ketika dilakukan Tsar Aleksei Mikhailovich3 pada abad ke-17, yang dianggap sebagai tindakan biadab ketika dilakukan oleh Peter Agung,4 yang mungkin terjadi hanya terhadap sepuluh atau dua puluh orang selama masa kekuasaan Biron,5 dan yang sama sekali tidak bisa dilakukan pada masa pemerintahan Katarina Agung,6 semuanya dipraktikkan pada abad ke-20 yang penuh kegemilangan—dalam masyarakat yang dilandasi prinsip-prinsip sosialis, pada masa pesawat terbang sudah membelah udara dan radio serta film berbicara sudah diputar dan terdengar di mana-mana. Dan, itu tidak hanya dilakukan satu bajingan di sebuah tempat tersembunyi, tetapi juga dilakukan oleh puluhan ribu hewan yang dilatih khusus untuk itu terhadap jutaan korban tak berdaya.
Apakah kemunduran mendadak ke masa lalu yang berusaha diperhalus dengan istilah “kultus pribadi” itu saja yang mengerikan? Ataukah sebenarnya ada yang lebih mengerikan lagi, bahwa pada tahun-tahun itu juga, pada 1937 itu sendiri, kita merayakan peringatan seratus tahun kematian Pushkin?7 Bahwa kita masih terus menonton sandiwara-sandiwara Chekhov, padahal jawabannya sudah terpampang di depan mata? Tidakkah lebih mengerikan lagi bahwa tiga puluh tahun kemudian kita dibentak “Jangan membicarakan hal itu!”? Ketika mulai mengenang penderitaan jutaan orang, kita diberi tahu bahwa itu akan merusak perspektif sejarah! Ketika berusaha mencari letak moralitas sebagai orang Rusia, kita diberi tahu bahwa itu hanya akan merusak kemajuan material! Kita disarankan untuk berpikir tentang tungku peleburan logam, tentang mesin penggiling, tentang kanal-kanal yang telah kita gali …, tapi tidak boleh lebih jauh berbicara tentang kanal-kanal8 itu …. Atau mungkin kita lebih baik memikirkan emas yang ditemukan di Kolyma? Mungkin kita sebaiknya tidak berbicara tentang Kolyma9 …. Tidak apa! Kita tidak boleh berbicara tentang apa pun selama kita memujanya, memuliakannya .…
Maka, sulit memahami alasan kita sering kali mengecam Inkuisisi10. Sebab selain membakari para tukang sihir itu, bukankah mereka melakukan kebaktian yang dipersembahkan untuk Tuhan? Pun, sulit memahami mengapa kita begitu sering berbicara dengan nada miring tentang sistem serf. Bukankah tidak ada orang yang melarang petani-petani itu bekerja setiap hari. Dan lagi, petani-petani itu masih bisa menyanyikan lagu-lagu pada Hari Natal, dan pada Hari Trinitas, gadis-gadis petani masih bisa menganyam bunga-bunga dalam bentuk lingkaran ….
***
Dalam Kamus Definisi yang disusunnya, Dal menyatakan pembedaan berikut: “sebuah penyidikan bisa dibedakan dari penyelidikan, sebab penyidikan dilakukan untuk menentukan apakah ada alasan untuk melakukan penyelidikan.”
Benar-benar naif! Organ tidak pernah tahu apa yang disebut penyidikan itu. Daftar nama yang sudah dibuat dari atas, kecurigaan atau laporan dari mata-mata atau laporan dari orang yang tidak disebut namanya, sudah cukup untuk menahan orang yang dicurigai, dilanjutkan dengan dakwaan resmi. Waktu yang diluangkan dalam penyelidikan bukan digunakan untuk mengurai kejahatan, tapi—dalam sembilan puluh lima dari seratus kasus—digunakan untuk membuat capek, melemahkan, dan membuat si terdakwa tak berdaya, sehingga ingin semuanya dihentikan, apa pun risikonya.
Sejak 1919, metode yang paling sering digunakan para interogator adalah menaruh revolver di meja. Cara itu tidak hanya mereka gunakan untuk menyelidiki tahanan politik, tapi juga orang-orang yang melakukan kejahatan biasa atau pelanggaran ringan. Pada pengadilan terhadap Komite Utama untuk Urusan Bahan Bakar (1921), sang terdakwa, Makhrovskaya mengaku dibius dengan kokain ketika diinterogasi. Jaksa penuntut berkata: “Jika terdakwa menyatakan bahwa dia telah diperlakukan dengan kasar, bahwa mereka mengancam akan menembak dia, itu sulit untuk dipercaya.” Pistol revolver yang mengerikan itu terletak di meja dan kadang-kadang diarahkan kepada Anda, lalu interogator tidak akan bersusah payah memikirkan apa kesalahan Anda, tapi hanya berteriak: “Ayo ngomong! Kau tahu harus ngomong apa!” Itulah yang dikatakan interogator Khaikin kepada Skripnikova pada 1927. Itu juga yang mereka katakan kepada Vitkovsky pada 1929. Dua puluh tahun kemudian keadaannya tetap sama. Pada 1952, Anna Skripnikova sedang menjalani masa hukumannya yang kelima, dan Sivakov, kepala Departemen Investigasi berkata kepadanya: “Dokter penjara bilang tekanan darahmu 240/120. Itu terlalu rendah! Kami akan membuatnya naik sampai 340, sampai kamu mampus, hei ular beludak, mati tanpa memar biru, tanpa pukulan, tanpa tulang patah. Kami tidak akan membiarkan kamu tidur.” Dia sudah berumur 50-an tahun pada waktu itu. Setelah dia semalaman diinterogasi dan kembali ke sel pada pagi hari lalu menutup matanya, penjaga penjara langsung masuk sel dan berteriak, “Buka matamu, atau kuseret kau dari tempat tidur dan kuikat ke tembok dalam keadaan berdiri.”
Sejak 1921, interogasi mulai sering dilakukan pada malam hari dan lampu mobil disorotkan ke wajah si tahanan. Di Lubyanka, pada 1926, sistem pengatur udara digunakan untuk membuat sebuah sel dingin membeku, kemudian panas membara. Ada juga sel berlapis gabus yang tidak berventilasi untuk memanggang para tahanan. Salah seorang pelaku pemberontakan di Yaroslavl pada 1918, Vasily Aleksandrovich Kasyanov, menceritakan bahwa panas di sel itu begitu tinggi sehingga dari pori-porinya keluar darah. Ketika mengintip melalui lubang dan melihat darah itu keluar, mereka menaruh tahanan di tandu dan membawanya pergi untuk menandatangani pengakuan. Metode “panas” dan metode “asin” yang dilakukan terhadap Georgia, pada 1926, menggunakan rokok yang menyala untuk membakar tangan para tahanan yang sedang diinterogasi. Di Penjara Metekhi, para tahanan didorong ke lubang tinja di tengah kegelapan.
Alasannya sederhana. Begitu diputuskan bahwa tuduhan itu harus terbukti dengan cara apa pun, maka dengan sendirinya ancaman, kekerasan, dan siksaan ikut menjadi bagian. Semakin fantastis hal yang dituduhkan, semakin ganas interogasi untuk memaksa terdakwa mengaku. Karena kenyataannya, tuduhan itu selalu mengada-ada, maka kekerasan dan siksaan selalu menyertainya. Ini tidak terjadi pada gelombang tahun 1937 saja, melainkan terus-menerus di mana-mana. Karena itulah, aneh rasanya ketika kita membaca kisah-kisah yang ditulis para bekas Zek yang mengatakan bahwa “siksaan mulai digunakan sejak musim semi 1938”. Tidak ada tembok spiritual atau moral apa pun yang menghalangi orang-orang Organ untuk menyiksa. Pada tahun-tahun awal setelah Perang, di media massa seperti Cheka Weekly, The Red Sword, dan Red Terror, terjadi perdebatan terbuka tentang boleh tidaknya penggunaan teror dari sudut pandang Marxis. Jika dilihat dari apa yang terjadi kemudian, mungkin jawabannya ya, meski tidak berlaku secara universal.
Lebih tepat jika dikatakan bahwa sebelum tahun 1938 masih diperlukan dokumentasi formal sebelum melakukan siksaan, dan untuk tiap kasus yang diselidiki diperlukan izin khusus (yang mudah diperoleh). Kemudian pada tahun 1937—1938, karena situasinya dianggap lain dari biasanya (sebab ada jutaan orang yang harus dijebloskan ke Kepulauan lewat interogasi satu per satu dengan waktu terbatas, sangat berbeda dengan gelombang penangkapan massal terhadap para kulak dan orang bangsa lain), maka para interogator diperbolehkan menggunakan kekerasan dan siksaan tak terbatas sesuai dengan keinginan sendiri serta tuntutan dari kuota dan waktu yang sudah ditetapkan. Jenis siksaan yang digunakan juga tidak diatur dan semua taktik boleh digunakan, apa pun itu.
Pada 1939, kebebasan itu dicabut. Sekali lagi, sebelum melakukan siksaan, mereka diharuskan mendapatkan izin tertulis—dan mungkin pada saat itu izin sulit didapat. (Tapi tentu saja ancaman, pemerasan, penipuan, pengurasan tenaga dengan memaksa mereka tidak tidur dan sel-sel hukuman tidak pernah dilarang. Tapi kemudian, sejak akhir Perang Dunia II dan tahun-tahun sesudahnya, dikeluarkan aturan bahwa ada beberapa kategori tahanan yang secara otomatis boleh dikenai sejumlah besar jenis siksaan, antara lain para pejuang kemerdekaan, terutama yang berasal dari Ukraina dan Lituania, kasus-kasus yang melibatkan (atau dicurigai melibatkan) organisasi bawah tanah yang harus diungkapkan sepenuhnya, sehingga mereka harus mengorek nama semua yang terlibat dari orang-orang yang sudah berhasil mereka tahan.
Tidak tepat juga jika dikatakan bahwa pada tahun 1937 baru ada “penemuan” bahwa pengakuan terdakwa adalah dasar dakwaan yang lebih penting daripada bukti-bukti atau fakta-fakta lainnya. Konsep ini sudah ada sejak dekade 1920-an. Pada 1937, ajaran Vyshinsky ini mulai dilaksanakan dengan gemilang. Tapi pada waktu itu pun, ajaran tersebut hanya diberikan kepada interogator dan jaksa penuntut—untuk meningkatkan semangat dan keteguhan. Sementara kita baru mengetahuinya dua puluh tahun kemudian, ketika ajaran itu sudah tidak lagi direstui penguasa, yaitu lewat kata-kata dan paragraf-paragraf di dalam artikel koran yang menganggap seolah-olah masalah itu sudah diketahui semua orang.
Baru sekarang kita tahu bahwa pada tahun yang mengerikan ini, Andrei Yanuaryevich (lidah kita tak sabar ingin memplesetkannya menjadi “Jaguaryevich”) Vyshinsky, dengan dialektika yang sangat fleksibel (yang dewasa ini tidak boleh lagi digunakan oleh warga Soviet maupun oleh kalkulator, sebab untuk dua hal ini, ya harus tetap ya, dan tidak harus tetap tidak), menulis sebuah laporan yang menjadi sangat terkenal di kalangan tertentu. Dalam laporan itu dia menulis bahwa manusia tidak mungkin mampu mendapatkan kebenaran absolut dan hanya bisa mendapatkan kebenaran relatif. Berdasarkan pendapat itu, Vyshinsky menempuh satu langkah maju yang belum pernah berani diambil oleh ahli-ahli hukum manapun dalam dua ribu tahun terakhir sejarah manusia, yaitu bahwa kebenaran yang didapatkan lewat interogasi dan pengadilan, tidak absolut, dan bersifat relatif semata. Maka, ketika menandatangani sebuah putusan yang memerintahkan seseorang untuk dihukum mati, kita tidak bisa benar-benar memastikan, hanya bisa mengira-ngira berdasarkan hipotesis tertentu bahwa orang yang dihukum ini bersalah. Kesimpulannya adalah tidak ada gunanya mencari bukti yang absolut—sebab kebenaran bukti selalu bersifat relatif, dan tidak ada gunanya mencari saksi yang benar-benar kuat, sebab saksi bisa mengatakan dua hal yang berbeda pada dua kesempatan berbeda.
Maka, bukti kesalahan bersifat relatif, bersifat sementara, dan interogator bisa mendapatkan bukti relatif itu sekalipun tidak ada bukti dan tidak ada saksi, tanpa harus keluar dari kantornya, yaitu dia harus “mendasarkan kesimpulannya tidak berdasarkan nalar semata, melainkan juga pada kepekaannya terhadap ajaran-ajaran Partai yang menjadi kekuatan moralnya” (dengan kata lain, berdasarkan kekuatan orang yang sudah tidur nyenyak, makan cukup, dan belum pernah dipukuli), dan “berdasarkan kepribadiannya sendiri” (yaitu berdasarkan ketegaannya!).
Akan tetapi, ada satu hal yang gagal dijelaskan dengan konsisten oleh Vyshinsky dan membuyarkan logika dialektisnya, yaitu bahwa peluru yang ditembakkan sang algojo, yang diizinkannya untuk ditembakkan, tidak bersifat relatif, melainkan absolut .…
Maka, kesimpulan ilmu yurisprudensi Soviet ternyata berputar-putar dan akhirnya jatuh ke dalam standar Abad Pertengahan atau malah kebiadaban. Sama seperti algojo-algojo Abad Pertengahan, para interogator, para jaksa, dan hakim-hakim kita bersedia menerima pengakuan dari terdakwa sebagai bukti utama kesalahannya.
Akan tetapi, jika orang-orang yang berpikiran sederhana pada Abad Pertengahan menggunakan metode-metode yang dramatis untuk mendapatkan pengakuan, seperti rack,11 roda penyiksaan, ranjang paku, tusukan, batu bara menyala, dan lain-lain, maka pada abad ke-20 ini, karena pengetahuan medis dan pengalaman kita tentang penjara sudah lebih maju (sampai bahkan ada yang mempertahankan tesis doktoralnya tentang masalah ini), orang mulai menyadari bahwa alat-alat semacam itu tidak perlu dan untuk menangani soal penahanan massal, malah justru akan merepotkan saja.
Selain itu, ada satu situasi lagi yang harus diperhatikan. Seperti biasanya, Stalin tidak memberikan perintah yang jelas dan para bawahannya harus menebak-nebak apa yang ia inginkan. Maka, seperti anjing hutan, dia menggali lubang untuk lari di dalam sarangnya, sehingga sewaktu-waktu bisa lepas tangan dan menulis tentang “lupa daratan akibat kesuksesan”.12 Apalagi, untuk pertama kalinya dalam sejarah manusia, ada rencana untuk menyiksa jutaan orang. Dengan segala kekuatan dan kekuasaan yang dimilikinya, Stalin tidak bisa begitu saja yakin bahwa rencananya akan berhasil. Menghadapi jumlah sebesar itu, pengaruh eksperimen itu mungkin berbeda dengan sampel yang lebih kecil. Bisa jadi akan timbul pemberontakan yang tidak terduga, keretakan di permukaan bumi, atau bahkan pengungkapan ke seluruh dunia. Yang jelas, apa pun yang terjadi, Stalin harus tetap tidak bersalah. Jubah kebesarannya tidak boleh ternoda sama sekali.
Maka, kita harus menyimpulkan bahwa tidak ada daftar bentuk siksaan yang tertulis atau tercetak untuk digunakan sebagai petunjuk pelaksanaan oleh para interogator. Tugas Departemen Interogasi adalah memasok orang-orang yang telah mengakui segalanya untuk pengadilan—dan jumlah orangnya dan waktu pelaksanaannya sudah ditetapkan. Dan dinyatakan dengan begitu saja, secara lisan memang, tapi berulang kali, bahwa semua cara boleh digunakan sebab tujuannya mulia, bahwa tidak akan ada interogator yang akan dimintai pertanggungjawaban atas kematian seorang terdakwa, dan bahwa dokter penjara tidak akan ikut campur dalam proses penyelidikan. Bukannya tidak mungkin para interogator ini saling bertukar pengalaman. “Mereka belajar dari para pekerja yang paling sukses.” Dan lagi, ada “ganjaran materi” yang ditawarkan, seperti gaji lebih besar untuk kerja di malam hari, bonus untuk pekerjaan yang diselesaikan lebih cepat, tidak lupa pula peringatan terhadap interogator-interogator yang tidak mampu melaksanakan tugasnya dengan baik .... Bahkan, kepala administrasi NKVD tingkat provinsi, seandainya terjadi ketidakberesan, bisa menunjukkan kepada Stalin bahwa tangan mereka bersih, sebab dia tidak pernah mengeluarkan instruksi langsung untuk menggunakan siksaan! Dan, pada saat yang sama, dia mengambil langkah-langkah untuk memastikan bahwa siksaan digunakan!
Mari kita coba mendaftar metode-metode sederhana yang bisa menghancurkan harapan dan kejiwaan seorang tahanan, tanpa meninggalkan bekas pada tubuhnya.
Pertama-tama, marilah kita mulai dari metode-metode psikologis. Dampak besar metode ini sanggup menghancurkan korban-korban yang tidak pernah bersiap menghadapi penderitaan di penjara. Pengaruh yang tidak ringan juga akan menimpa orang-orang yang berkeyakinan kuat.
Yang pertama adalah suasana malam. Mengapa semua penghancuran jiwa manusia selalu dilakukan pada malam hari? Mengapa sejak tahun-tahun pertama bekerja, orang-orang Organ selalu memilih malam hari? Karena pada malam hari, tahanan yang dibangunkan, biarpun belum didera kantuk, sudah tidak lagi memiliki kestabilan pikiran dan akal sehat yang biasanya, dan menjadi lebih lemah.
Bujukan dengan nada yang sungguh-sungguh adalah metode paling sederhana. Untuk apa korban bermain kucing-kucingan dengan interogator? Dan lagi, setelah beberapa lama bersama orang-orang lain yang sama-sama menjalani interogasi, sang tahanan dengan sendirinya menyadari situasi yang dihadapinya, sehingga sang interogator bisa berkata dengan santai dan ramah: “Kau pasti akan dihukum penjara, apa pun yang terjadi. Jika melawan, kau akan remuk di tempat ini juga, dan akan sakit. Tapi jika pergi ke kamp, kau akan mendapatkan udara segar dan sinar matahari .... Lebih baik tandatangani saja sekarang.” Sangat logis. Orang yang memercayai kata-kata itu dan membubuhkan tanda tangannya adalah orang-orang yang pintar, seandainya saja ... seandainya saja masalah itu cuma melibatkan diri mereka. Maka, perlawanan terhadap interogator mau tidak mau akan terjadi.
Ada jenis bujukan lain yang sangat cocok untuk diterapkan pada anggota-anggota Partai. “Jika terjadi kekurangan makanan atau bahkan kelaparan di pedesaan, berarti Anda sebagai orang Bolshevik harus memutuskan: apakah seisi partai harus disalahkan? Apakah Anda akan menyalahkan seluruh pemerintahan Soviet?” “Tidak! Tentu saja tidak!” demikian jawab si direktur depot logistik rami13 cepat-cepat. “Kalau begitu jangan jadi pengecut, dan tanggung kesalahan ini!” Dan, dia benar-benar menuruti perkataan sang interogator.
Kata-kata kotor bukan metode yang bagus, tapi bisa memberikan tamparan keras pada orang-orang yang dididik dan dibesarkan untuk bersikap halus dan sopan santun. Saya pernah tahu sendiri dua kasus yang dialami pendeta, yang menyerah begitu saja setelah didamprat dengan kata-kata kotor. Salah satunya, di Butyrki pada 1944, diinterogasi oleh seorang wanita. Pada mulanya, ketika kembali dari sel setelah diinterogasi, dia tiada hentinya berkata betapa sopannya si interogator. Tetapi akhirnya, dia kembali dengan sangat murung. Setelah lewat beberapa saat, barulah ia mau menceritakan kepada kami bagaimana dengan kaki dilipat tinggi-tinggi si interogator wanita mulai memaki. (Dengan sangat menyesal, saya tidak dapat mengutip kata-kata sang interogator di sini.)
Kontras psikologis kadang-kadang sangat efektif untuk memaksa tahanan mengaku, misalnya nada bicara yang tiba-tiba berubah. Selama seluruh atau sebagian interogasi, sang interogator akan bersikap sangat ramah, menyapa tahanan secara formal dengan nama pertama dan patronimnya14 dan menjanjikan semuanya. Tetapi tiba-tiba, dia mengacungkan penindih kertas sambil berteriak: “Dasar tikus got! Sembilan gram tembaga ini akan kutancapkan di kepalamu!” Lalu, dia mendekati si terdakwa, sambil merentangkan tangannya, seolah hendak menjambak rambut terdakwa dengan kuku-kuku yang sangat tajam. (Cara ini biasanya berhasil diterapkan pada tahanan-tahanan wanita).
Atau, kadang digunakan cara ini: dua interogator bergantian. Yang satu berteriak, dan mengancam sementara yang satunya lagi sangat ramah dan sopan. Setiap kali memasuki kantor interogasi, si tertuduh akan gemetaran—interogator mana yang kali ini datang? Dia akan sebisanya memenuhi keinginan interogator yang sopan karena perlakuannya berbeda, bahkan sampai menandatangani dan mengakui hal-hal yang tidak pernah terjadi sekalipun.
Perendahan martabat sebelum interogasi dilakukan juga, termasuk salah satu pendekatan yang digunakan. Dalam ruang interogasi bawah tanah GPU, yang terkenal di Kota Rostov (Rumah Nomor 33), diterangi cahaya yang menerobos potongan-potongan kaca tebal yang dipasang di bagian atas bekas gudang bawah tanah, tahanan yang menunggu giliran interogasi disuruh bersujud selama beberapa jam di koridor dan dilarang mengangkat kepala atau mengeluarkan suara. Mereka disuruh bersujud seperti orang Muslim yang sedang beribadah, sampai penjaga menyentuh pundak mereka dan membawa mereka untuk diinterogasi. Kasus lainnya: di Lubyanka, Aleksandra O——va menolak memberikan pengakuan. Dia dipindah ke Lefortovo. Di kantor penerimaan, seorang penjaga wanita menyuruh dia melepaskan bajunya dan mengunci dia di “kotak” dalam keadaan telanjang. Para penjaga pria kemudian mengintip dari lubang di pintu dan membicarakan bagian-bagian tubuhnya sambil tertawa-tawa. Jika kita menanyai para bekas tahanan secara sistematis, maka akan ada banyak contoh lain yang bisa didapatkan. Semuanya memiliki satu tujuan saja: merendahkan martabat dan mematahkan semangat.
Semua metode yang bisa menimbulkan kebingungan pada diri si tertuduh bisa digunakan. Berikut ini cara mereka menginterogasi F. I. V. dari Krasnogorsk, Provinsi Moskwa. (Kisah ini dilaporkan oleh I. A. P——ev.) Selama interogasi, interogatornya, seorang wanita, melepaskan bajunya satu demi satu di hadapan F. I. V. (semacam striptease!) dan itu dilakukannya sambil melanjutkan interogasi, seolah-olah tidak terjadi apa-apa. Dia berjalan keliling ruangan, lalu mendekati si tertuduh dan mencoba membuatnya menyerah. Mungkin itu dilakukan untuk memuaskan keinginan menyimpang sang interogator sendiri. Tetapi, bisa jadi itu rencana cermat yang dilakukan dengan darah dingin, sebuah upaya untuk membuat pikiran si tertuduh kacau sehingga dia bersedia menandatangani pengakuan. Dan lagi, sang interogator sedikit pun tidak dalam bahaya: dia memegang pistol dan bel alarm di dekatnya.
Intimidasi digunakan dengan berbagai macam cara, sering kali disertai dengan bujukan dan janji-janji yang tentu saja palsu. Pada 1924 mereka berkata: “Jika tidak mengaku maka kau akan dikirim ke Kepulauan Solovetsky. Semua orang yang mengaku akan dilepaskan.” Sementara pada 1944 kata-kata mereka sudah berubah: “Ke kamp mana kau akan dikirim tergantung pada kami. Ada bermacam-macam kamp. Kalau kau mengaku, kami akan mengirimmu ke kamp yang ringan, tapi jika keras kepala, kau akan dijebloskan dua puluh lima tahun dengan tangan terbelenggu dalam tambang!” Bentuk intimidasi lainnya adalah mengancam tahanan akan dikirimkan ke penjara yang lebih parah daripada tempat ia berada. “Kalau kau terus keras kepala seperti ini, kami akan mengirimmu ke Lefortovo” (jika Anda kebetulan berada di Lubyanka), atau “ke Sukhanovka” (jika Anda kebetulan berada di Lefortovo). “Mereka punya cara lain untuk menanganimu di sana.” Anda sudah terbiasa dengan kondisi di tempat Anda berada; aturan-aturannya terasa tidak terlalu parah; jenis siksaan apa lagi yang menanti Anda di tempat lain? Ya, daripada harus dipindahkan ke sana ... apakah Anda tidak sebaiknya menyerah saja?
Intimidasi sangat efektif untuk diterapkan pada orang-orang yang belum ditahan, tapi baru sekadar menerima panggilan resmi untuk datang ke Bolshoi Dom—Rumah Besar.15 Pada saat itu, dia masih memiliki banyak hal yang dapat dipertahankan. Dia takut pada semuanya—takut mereka tidak akan memulangkannya pada hari itu juga, takut bahwa barang-barang di apartemennya disita. Dia akan siap memberikan kesaksian apa pun dan memberikan semua yang diminta interogator demi menghindari bahaya-bahaya ini. Dia tentu saja tidak tahu isi Kitab Undang-Undang Pidana, dan sebelum pertanyaan-pertanyaan diajukan, mereka menaruh sehelai kertas di hadapannya yang berisi kutipan palsu dari Kitab Undang-Undang: “Saya mengetahui bahwa memberikan kesaksian palsu akan dihukum dengan lima tahun penjara.” (Sebenarnya, menurut pasal 95, hanya dua tahun.) “Penolakan untuk memberikan kesaksian akan dihukum lima tahun penjara...” (Sebenarnya, menurut pasal 95, maksimal hanya tiga bulan.) Pada titik awal ini, satu lagi metode dasar yang digunakan interogator mulai diterapkan, dan akan terus untuk selanjutnya.
Dusta. Para korban ini dilarang berdusta, tapi interogator bisa mengumbar kata-kata dusta sesuka hatinya. Pasal-pasal dalam Undang-Undang tidak berlaku baginya. Kita bahkan sampai kehilangan pijakan untuk mengukur sampai di mana kebenaran kata-kata sang interogator: apa yang bisa ia dapatkan dengan berbohong? Dia bisa menunjukkan kepada kita sebanyak mungkin dokumen yang ia mau, lengkap dengan tanda tangan kerabat dan teman-teman kita—dan itu cuma salah satu teknik interogasi.
Intimidasi lewat bujukan dan dusta adalah metode utama untuk menekan kerabat orang yang sudah ditahan ketika mereka dipanggil untuk memberi kesaksian. “Jika kau tidak memberi tahu soal ini” (apa pun yang mereka minta), “nasibnya akan makin buruk lagi ... kau akan menghancurkan hidupnya.” (Betapa beratnya beban seorang ibu ketika mendengar hal itu!) “Menandatangani surat ini” (sambil menyodorkannya kepada kerabat orang yang ditahan) “adalah satu-satunya cara untuk menyelamatkan dia” (sebenarnya untuk menghancurkan dia).
Dalam undang-undang “kejam” yang berlaku pada masa Kekaisaran, kerabat dekat diperbolehkan menolak memberikan kesaksian. Sekalipun sudah memberikan kesaksian pada penyelidikan awal, mereka masih bisa menarik kesaksian itu kembali dan menolak memberi izin pengadilan untuk menggunakan kesaksian mereka. Dan, yang menarik, hubungan kekerabatan atau hubungan pertemanan, dengan seorang penjahat itu sendiri tidak bisa dijadikan buku.
Memanfaatkan kasih sayang seseorang terhadap orang lain adalah permainan yang juga sangat ampuh untuk menghadapi seorang tertuduh. Cara ini yang paling efektif dari semua bentuk intimidasi. Ancaman terhadap seseorang yang dicintai bisa meruntuhkan pertahanan orang yang paling tidak kenal takut sekalipun. (Betapa jitunya pepatah yang mengatakan “keluarga seseorang adalah musuhnya”.) Ingat orang Tartar yang sanggup menanggung semua derita—baik yang ditimpakan kepada dirinya maupun kepada istrinya—namun tidak tega bila derita itu menimpa putrinya! Pada 1930, Rimalis, seorang interogator wanita, sering mengancam: “Kami akan menahan anak perempuanmu dan menguncinya di sel bersama para pengidap sifilis!” Kata-kata ini keluar dari mulut seorang wanita!
Mereka akan mengancam menahan semua orang yang Anda cintai. Kadang ini dibantu efek suara. Mereka akan berkata bahwa istri Anda sudah ditahan dan nasibnya semata-mata tergantung pada Anda. Mereka sedang menanyainya di ruang sebelah—coba dengar! Dari balik dinding Anda mendengar suara wanita menangis dan berteriak-teriak. (Tapi, tangisan dan teriakan itu sulit dibedakan, apalagi yang terdengar dari balik dinding. Anda sedang kalut, sama sekali tidak siap dan cermat membedakan suara. Kadang-kadang mereka menyetel rekaman dari semacam “suara istri”—yang bisa dipilih bernada tinggi atau sedang—alat penghemat tenaga disarankan oleh seorang genius.) Dan tiba-tiba, mereka benar-benar menunjukkan istri Anda dari balik pintu kaca, berjalan tanpa suara dengan kepala tertunduk penuh rasa sedih. Ya! Istri Anda berada di kantor Keamanan Negara! Anda telah menghancurkan hidupnya dengan bersikap keras kepala! Dia telah ditahan! (Sebenarnya, dia cuma dipanggil untuk menjawab beberapa pertanyaan prosedural yang tidak penting dan disuruh berjalan melewati koridor pada saat yang tepat, dengan diberi peringatan: “Tunduk! Kalau tidak, kau akan ditahan di sini.”) Atau mereka akan memberikan sepucuk surat kepada Anda dengan tulisan tangan yang sama persis istri Anda: “Aku sudah melaporkanmu! Setelah mendengar semua kebusukanmu, aku tidak mau lagi bertemu denganmu!” (Karena istri semacam itu memang benar-benar ada di negara ini dan surat-surat semacam itu juga ada, Anda pun bertanya-tanya di dalam hati: apakah istriku sebenarnya memang seperti ini?)
Sama halnya dengan semua bentuk klasifikasi dalam ilmu alam yang tidak memiliki batas-batas yang pasti, maka kita juga sulit membedakan metode-metode psikologis dari metode-metode fisik. Ke golongan mana kita harus memasukkan hiburan para interogator berikut ini?
Efek suara: si tertuduh disuruh berdiri 6 sampai 6½ meter jauhnya dan dipaksa berbicara sekeras-kerasnya, mengulang semua perkataannya. Ini sangat memberatkan bagi orang yang sudah lemah dan kehabisan tenaga. Atau, mereka mengambil dua pengeras suara yang diberi corong tambahan dari kardus dan menggunakannya untuk berteriak langsung ke arah dua telinga tahanan: “Mengaku saja, hei tikus got!” Sang tahanan menjadi tuli sebentar, dan kadang dia benar-benar tuli selamanya. Tapi, metode ini tidak ekonomis. Para interogator sekadar suka mencari selingan di tengah-tengah pekerjaan yang monoton. Karenanya, mereka saling berlomba dengan interogator-interogator lain untuk mencari cara baru.
Menggelitik: ini juga salah satu bentuk selingan. Tangan dan kaki tahanan diikat atau dipegangi, kemudian lubang hidungnya digelitik dengan bulu. Tahanan ini akan menggeliat-geliat, seolah ada seseorang yang mengebor ke dalam otaknya.
Memadamkan rokok yang menyala ke kulit seorang tertuduh (yang sudah disebutkan di atas).
Efek cahaya, yaitu menaruh lampu listrik yang sangat terang di dalam sel kecil (atau “kotak”) yang temboknya dicat putih tempat si tertuduh ditahan, dan lampu itu tidak pernah dimatikan. (Tenaga listrik itu tersedia karena penghematan yang dilakukan oleh anak-anak sekolah dan ibu-ibu rumah tangga!) Kelopak mata Anda menjadi bengkak, dan menjadi sangat sakit. Kemudian, di ruang interogasi mereka masih menyorotkan lampu ke mata Anda.
Ada satu lagi taktik mereka yang kreatif: pada malam menjelang tanggal 1 Mei 1933, di kantor GPU di kota Khabarovsk selama dua belas jam—dengan kata lain, sepanjang malam—Chebotaryev tidak diinterogasi, tapi didiamkan begitu saja seolah hendak diinterogasi. “Hei, letakkan tanganmu di punggung!” Mereka membawanya ke luar sel, naik tangga cepat-cepat dan masuk ke kantor interogasi. Para pegawai keluar dari kantor. Tetapi, sang interogator di dalam kantor tidak mengajukan satu pertanyaan pun, kadang tidak membiarkan Chebotaryev duduk, dan langsung mengangkat telepon: “Bawa tahanan ini keluar dari ruang 107.” Maka, mereka pun datang dan membawanya kembali ke sel. Begitu dia membaringkan kepalanya di papan, kunci sel langsung bergemerencing: “Chebotaryev! Waktunya interogasi! Tangan di punggung!” Dan, ketika dia sampai di kantor: “Bawa tahanan ini keluar dari ruang 107!” begitu terus sepanjang malam.
Metode untuk menekan tahanan bisa dimulai lama sebelum dia benar-benar masuk kantor interogasi.
Pemenjaraan dimulai dari kotak, atau dengan kata lain, ruangan sempit yang tidak ada bedanya dengan koper. Manusia yang baru saja direnggut dari alam bebasnya, dan masih mengalami pergolakan batin, yang bersiap-siap menjelaskan, berdebat, melawan, begitu sampai di penjara, langsung dimasukkan ke “kotak”. “Kotak” itu kadang dilengkapi dengan lampu dan tempat untuk duduk, kadang tanpa penerangan dan dibangun sedemikian rupa sehingga ia hanya bisa berdiri—itu pun dengan menempel rapat ke pintu. Dia di sana selama beberapa jam, setengah hari atau sehari penuh. Selama waktu itu berlalu, dia tidak tahu apa-apa sama sekali! Apakah dia akan ditahan dalam keadaan seperti itu seumur hidup? Seumur hidup dia tidak pernah menjumpai kejadian seperti itu, dan tidak bisa menduga apa yang akan terjadi selanjutnya. Jam-jam pertama kehadirannya di penjara itu berlalu ketika perasaannya masih terbakar oleh gejolak yang membadai. Beberapa menjadi putus asa. Itulah saat yang tepat untuk membawa mereka ke interogasi pertama. Yang lain menjadi marah. Yang demikian ini justru lebih bagus lagi, sebab mereka akan memaki-maki interogator sejak awal atau membuat kesalahan sehingga makin mudah dijebak.
Jika kotak-kotak yang tersedia sudah penuh terisi, maka mereka biasanya memiliki cara lain. Di kantor NKVD di kota Novocherkassk, Yelena Strutinskaya dipaksa duduk di kursi koridor selama enam hari tanpa boleh bersandar pada apa pun, tidak boleh tidur, tidak boleh terjatuh, dan tidak boleh berdiri. Enam hari! Coba Anda sendiri duduk seperti itu selama enam jam saja!
Atau mereka menggunakan cara lain sekadar untuk selingan. Tahanan dipaksa duduk di kursi yang tinggi seperti yang biasa digunakan dalam laboratorium, sehingga kakinya tidak menjejak tanah. Kaki mereka menjadi mati rasa. Dan, itu berlangsung selama delapan sampai sepuluh jam.
Atau selama proses interogasi, ketika tahanan jelas-jelas berada di depan interogator, dia dipaksa untuk duduk lebih maju ke tepian kursi (“Ayo maju duduknya! Maju lagi!”) sehingga mendapatkan tekanan yang menyakitkan selama interogasi. Dan, dia dilarang bergerak selama beberapa jam. Apakah cuma itu? Ya, cuma itu. Silakan Anda coba sendiri!
Bergantung pada kondisi alamnya, kotak itu bisa diganti dengan lubang galian, seperti apa yang dilakukan pada kamp tentara Gorokhovets selama Perang Dunia II. Para tahanan didorong sampai jatuh ke lubang itu, yang dalamnya kira-kira 3 meter, dan diameternya sekitar 2 meter, di bawah langit tanpa ada penutup yang melindungi dari hujan maupun sinar matahari. Selama beberapa hari, lubang tersebut menjadi tempat kediaman sekaligus tempat mereka buang air. Sepuluh setengah ons roti dan air diturunkan ke dalam lubang setiap harinya. Bayangkan Anda berada di dalam situasi seperti ini begitu ditangkap, ketika suasana hati masih berkecamuk.
Entah karena kesamaan perintah kepada Cabang-Cabang Khusus dari Tentara Merah atau karena kesamaan situasi di lapangan, cara ini sering sekali digunakan. Maka di dalam Divisi Bermotor ke-36, unit yang ikut bertempur di Khalkin-Gol yang berkemah di Gurun Mongolia pada tahun 1941, tahanan yang baru datang tanpa penjelasan apa-apa langsung diberi sekop oleh Kepala Cabang Khusus, Samulyev, dan disuruh menggali lubang yang sebesar liang kubur. (Ini campuran metode fisik dengan metode psikologis.) Setelah menggali sedalam pinggang, mereka disuruh berhenti dan duduk di dasar lubang sehingga kepalanya lebih rendah daripada permukaan tanah. Seorang penjaga ditempatkan untuk mengawasi beberapa lubang semacam itu sehingga penjaga itu seolah menjaga tempat yang kosong. Mereka membiarkan si tertuduh di dalam keadaan seperti itu tanpa perlindungan dari matahari gurun Mongolia yang sangat terik dan tanpa pakaian hangat di malam hari. Tetapi, mereka sama sekali tidak melakukan penyiksaan lain terhadap tahanan. Lagi pula, untuk apa membuang-buang tenaga? Jatah makanan yang mereka berikan kepada tahanan adalah tiga setengah ons roti dan segelas air per hari. Letnan Chulpenyev, yang baru berumur 21 tahun, bertubuh sangat besar, dan biasa berolahraga tinju, menjalani satu bulan dalam kondisi seperti ini, dan dalam waktu sepuluh hari sudah dikerubuti kutu. Setelah 15 hari, barulah dia diinterogasi, untuk kali pertama.
Sang tertuduh bisa dipaksa berlutut bukan dalam arti metaforis, melainkan harfiah, jongkok dan dengan punggung tegak. Orang bisa dipaksa jongkok di kantor interogator atau di koridor selama dua belas, dua puluh empat, bahkan empat puluh delapan jam. (Sementara sang interogator sendiri bisa pulang, tidur, mencari hiburan—toh ini sistem yang terorganisasi: tahanan yang jongkok itu terus-menerus diawasi, dan para penjaga bekerja dalam jam-jam tertentu secara bergantian.) Jenis tahanan yang paling mudah dibuat menyerah oleh perlakuan semacam ini adalah mereka yang sudah terpatahkan semangatnya, yang sudah memiliki niatan kecil dalam hatinya untuk menyerah. Metode ini juga ampuh untuk diterapkan pada wanita. Ivanov-Razumnik melaporkan salah satu variasi metode ini: mereka menyuruh pemuda Lordkipanidze berlutut kemudian sang interogator mengencingi wajahnya! Dan, apa yang terjadi? Lordkipanidze ternyata berhasil dipatahkan dengan cara ini. Metode ini sangat ampuh untuk orang-orang yang berharga diri tinggi.