Gulung Pensil

Farida Zulkaidah Pane
Chapter #5

Bukan Kuning

"Ba', jangan goyang-goyang! Pegangan, Sin! Mim, awas kepleset! Ayo, semua siap melompat ke dunia nyata, ya!" seru Kapten Nero. "Ingat, kekompakan adalah kunci. Mim pertama, kamu harus kuat ketika melantun dari trampolin, ya."

Barisan kata panjang itu menaiki trampolin. Sesuatu yang tak terduga terjadi. Saat ‘Mim’ pertama memantul di trampolin, harakat di bawahnya terjatuh ke dalam selokan yang lengket.

Bila mulai melafalkan, suaranya bergetar. "Bis ... m-.”

Kapten Nero cepat-cepat mengulurkan tali sinaptik untuk mengangkat harakat tersebut dan kembali menempelkan ke Mim.

“Mi-illa ... hir ... ra ... manir ... rahim," lanjut Bila terpatah-patah, setiap suku kata terasa berat diucapkan.

Beberapa anak mulai saling bisik, membuat Bila semakin gugup. Dia bisa merasakan bagaimana para pasukan tersandung dan jatuh dalam kekacauan. Rasa malu dan kebingungan menguasai. Bila tahu betul bahwa salah pengucapan kata dalam bahasa Arab bisa melencengkan makna dan berakibat fatal.

Ustazah Halimah tersenyum menenangkan. “Kamu belum terbiasa menghafal, ya?” tanya ustazah lembut.

Tadinya, Bila hendak membantah karena merasa sudah berjuang keras sebulan ini. Namun, dia sadar usahanya pasti tidak ada apa-apanya disbanding teman-teman, apa lagi hasilnya. Maka, Bila memilih mengangguk dengan kuyu.

“Tidak apa-apa, Bil. Kita akan mulai dengan belajar mengenal huruf Hijaiyah dulu, ya,” tutur ustazah bijak. “Ayo, anak-anak! Keluarkan buku Iqra masing-masing!”

Bila mohon pamit untuk kembali duduk.

Sementara, Kapten Nero masih penasaran dengan apa yang terjadi. Ia melihat ke selokan dan menyadari ada sesuatu yang ganjil. "Tunggu! Ini lebih lebar dari yang seharusnya—pantas Bila sering gagap saat berbicara!" komentarnya. Cepat-cepat ia membuat catatan mental untuk memeriksa selokan itu lebih lanjut, dan berjanji membuat perjalanan lebih aman di masa depan.

Mulai dari baris depan, setiap siswi belajar membaca satu halaman Iqra sesuai progress masing-masing. Ada yang masih di bagian tengah jilid 1, ada juga yang sudah jilid terakhir.

Bila mencoba menenangkan diri dan berfokus. Dia sudah hafal betul dengan isi halaman pertama yang hanya terdiri dari dua bunyi, yaitu ‘a’ dan ‘ba’. Saat tiba gilirannya, dia membaca dengan penuh percaya diri, meski terkadang masih tertukar kedua huruf tersebut.

“Baik. Ini gampang banget ya, Bil. Yuk, lanjut ke halaman dua!” ajak ustazah sambil membalikkan lembaran.

“Tapi-i, kan satu hari-i satu halaman?” potong Bila segera.

“Ah, iya. Tapi, ini kan, mudah. Mengulang aja. Biar kamu enggak jauh tertinggal sama yang lain,” jawab sang guru.

Lihat selengkapnya