Gulung Pensil

Farida Zulkaidah Pane
Chapter #6

Gulung Pensil

“Maksudmu ungu?” tanya Sofia yang datang dari arah belakang Bila.

“Oh, eh, apa?” Bila balik bertanya karena tidak yakin yang mana yang dimaksud Sofia.

Bu Sari kemudian menunjuk bolu gulung ungu dan bertanya, “Kamu mau yang ini?”

"Iya, itu. Apa-a warnanya?" tanya Bila dengan rasa ingin tahu yang tulus. Pandangannya tidak berpaling dari kue tersebut.

"Oh, ini ungu, Sayang," jawab Ibu Sari dengan sabar sambil menyodorkan kue itu ke Bila.

Kapten Nero menyerukan para penghuni Desa Memori yang berwarna ungu agar berkumpul di Taman Memori. Makhluk-makhluk renik itu beriringan menyusuri jalan setapak yang dilapisi dengan kepingan memori, menuju tempat di mana setiap bunganya tumbuh dari pengetahuan yang ditanam lama sebelumnya.

Kapten Nero berdiri di tengah taman, memegang peta besar yang melukiskan rute baru di dalam taman. “Tim,” katanya dengan suara tegas dan menarik perhatian, “Bila ingin mengingat nama warna 'ungu'. Ini bukan sekadar warna favoritnya; ini jembatan ke dunia pengetahuan yang lebih luas untuknya. Para Huruf dan Citra, ayo ikut berkumpul!”

Para huruf tampak antusias karena kali ini bekerjasama dengan Citra yang indah. Mereka mengelilingi peta dan mempelajari rute yang dibuat Kapten Nero.

“Aku yang mulai!” sorak U melangkah maju dengan girang karena mendapat giliran pertama.

“Lanjutkan, N!” seru U, memberikan tongkat estafet kepada huruf yang tampak sedikit ragu mengambil alih.

“Aku harus bergandengan dengan G, kan? Biar bunyinya enggak terdengar aneh?” tanya N sambil melirik G.

Kapten Nero membenarkan.

G pun langsung merapat ke N. Sementara U berlompatan di sisi kanan dan kiri mereka. Sementara para Citra, menari di sekeliling mereka, menciptakan visualisasi benda-benda ungu yang indah yang pernah diingat Bila—bolu gulung, tas, lavender, anggur, dan warna langit sebelum tadi pagi.

Serta-merta, langit di atas Kerajaan Pikir berubah warna menjadi seperti menjelang fajar. Ketiga huruf itu mulai bersinar dengan cahaya ungu. Taman Memori dipenuhi keharuman manis dari bunga-bunga yang berubah bentuk memanjang seperti lavender, biji-bijinya membulat laksana anggur.

Sejenak, Bila menutup mata, menikmati pemandangan ini. Sambil membuka mata, Bila membiarkan kata baru itu bergulung di lidah dengan berujar perlahan, "U-ungu. Ya, aku-u mau ungu."

Bila menerima kue dan segelas teh manis dengan senyum lebar. Dia menyerahkan selembar uang dan mengambil kembalian tanpa menghitung. Setelah menunggu sejenak hingga Sofia mendapatkan jajan yang diinginkan, mereka pun duduk berhadapan di salah satu sudut kantin.

“Kok, kamu-u tahu aku tunjuk warna u-ungu?” tanya Bila membuka pembicaraan.

Lihat selengkapnya