Juang dan Joni sudah memutuskan tidak kemana-mana pada malam Minggu kali ini. Rencana mereka main catur saja sampai dinihari nanti sambil menanti pertandingan final sepakbola liga eropa dimulai. Mereka memang jarang keluyuran, apalagi pada malam lainnya. Kalaupun seharian ke mana-mana, keduanya selalu bersama dengan satu tujuan: menghasilkan cuan. Namun belum lagi malam tiba, Joni yang baru saja selesai mandi sore sudah ditelepon Juang.
“Jon, ke Legenda, yuk!”
Semangat Joni menggebu drastis. “Pasang Lampu?!”
“Jalan-jalan.”
“How weird. Kirain disuruh si bos.” Nada bicara Joni terjun bebas merendah serendah-rendahnya sebab sudah seminggu lebih menganggur.
“Banyak novel sedang diskon. Ikut nggak?”
“Now what?”
“Iya, kan nanti malam duel catur sepuluh set!”
Joni tertawa. “Sambil ngopi.”
“Toplesnya kosong, Jon. Sudah jalan seminggu Ayah berhenti ngopi dan rokok.”
“Tenang, persedian arabika-ku masih ada.”
“Aku jemput sekarang.”
“Siap!”
Juang memasukkan ponsel ke kantong kemeja flanel coklat yang dikenakannya dan saat pindah berdiri untuk menyisir rambut di depan cermin terlihat Tri di belakang tengah menurunkan layangnya dari dinding kamar.
Saat hendak keluar Tri berhenti mendadak di depan pintu dan menoleh ke arah Juang. “Bang, ikut.”
“Jangan.”
“Janji, nggak mintak macam-macam.” Tri memelas.
“Nanti kapan-kapan.”