“Ada yang ketinggalan, Ang?” tanya Bu Soraya, karena dua jam yang lalu Juang baru pulang untuk mengambil rantang nasi ayahnya.
“Nggak, Mak. Ayah minta Ang pulang.”
“Kamu sakit?”
“Nggak, Mak. Cuma capek dikit. Tadi ada kerjaan di luar.” Juang turun dan mencagak motornya.
Setelah mengambil rantang kosong yang tergantung di ruang kaki motor, Bu Soraya meletakkan telapak tangannya di dahi Juang.
Joni yang baru saja selesai makan dan tadinya hendak melihat-lihat novel di lemari buku karena suntuk, segera keluar saat mendengar suara Juang. “Demam asmara mungkin, Mak.”
“Demam panggung!” oceh Tri asal yang tiba-tiba muncul dan ikutan berdiri di ambang pintu, di sebelah Joni.
“Tri, kenapa belum tidur siang, Nak?”
“Bentar lagi, Mak.”
“Ayok, Tri.” Joni merangkul bahu Tri, membawanya masuk.
Sebelum masuk rumah, Juang mengeluarkan ponselnya, membuka email. “Mak, Ang lulus seleksi administrasinya.”
“Lulus administrasi apa, Ang?” Bu Citra tampak kebingungan.
“Yang tes PLN itu, Mak.”
“Alhamdulillah. Lalu tes apa lagi, Ang?”
“Masih banyak, Mak.”
“Nanti Mak beritahu Ayah.”
Juang menerima panggilan telepon dari Diduk sambil menutup pintu kamarnya.
“Jung, lo di mana?” tanya Diduk.
“Sudah di rumah, Bang.”
“Ongkos kerja lo belum lagi nih, gua ke rumah lo?”
Juang melihat jam dinding. Pukul 13.35. “Sore nanti biar saya aja yang ke gym, Bang. Sekalian mau tahu tentang fitnes, boleh, Bang?”
“Boleh, boleh, gua tunggu.” Diikuti suara napas Diduk yang tengah menguap. “Ya udah, gua juga lagi capek. Ntar sore kita jumpa.”